Hubungan Rakai dan Daffa tidak pernah benar-benar baik sejak kecil. Dua orang itu diam-diam sama memiliki kemiripan. Sama-sama terobsesi dengan Thalita.
Mereka pernah satu sekolah sebelum Rakai pindah. Dua laki-laki itu tak pernah akrab, wajah mereka selalu babak belur jika bertemu karena sama-sama emosi melihat wajah satu sama lain.
Baik Daffa ataupun Rakai, keduanya selalu memberikan tatapan permusuhan sejak dulu. Dan pertengkaran itu semakin rumit setelah satu kejadian yang membuat Daffa benar-benar ingin membunuh cowok itu.
Kini mereka kembali bertemu dan lebih parahnya. Di rumah kakaknya sendiri.
Daffa dan Rakai bertarung habis-habisan di dalam rumah itu, hingga saat hampir sekarat, akhirnya kedua orang itu sama-sama mengalah. Mereka masih ingin hidup tentu saja.
Selalu seperti itu. Tidak ada pemenang dalam pertengkaran itu. Karena keduanya memiliki kekuatan yang seimbang.
"Udah gue peringatin, jangan pernah dekatin kakak gue." ucap Daffa terengah-engah.
Rakai menatap langit-langit rumah itu. "Lo pikir lo siapa? Gue mengendalikan diri gue sendiri. Cuma kak Thalita yang boleh menentukan gue pergi atau nggak." Rakai menyeringai.
Daffa menggeram. Namun tak mampu melakukan lebih dari itu. Tubuhnya sudah lemas karena bertarung dengan Rakai, begitu juga dengan Rakai. Mereka akhirnya terkapar di atas rumput halaman rumah itu.
Sebuah mobil terdengar mendekat, membuat dua cowok itu bangkit, tampak berharap bahwa dia adalah Thalita. Namun, ekspresi dua orang itu langsung berubah ketika melihat Thalita keluar dari mobil yang di kendarai oleh seorang laki-laki.
Rakai diam-diam menahan api cemburu dalam dadanya. Laki-laki itu Akbar, mantan Thalita. Tak jauh berbeda, Daffa juga terkejut melihatnya.
Setelah mobil itu pergi, Thalita masuk ke dalam halaman rumahnya dan terkejut melihat sosok Daffa di sana. "Daffa." Thalita dengan cepat memeluk adiknya itu dengan erat, dia benar-benar merindukan laki-laki itu.
Disisi lain, Rakai terlalu terpaku pada sosok yang baru saja mengantar Thalita. Hatinya belum tenang. Sebuah tangan lembut menyentuh wajahnya, Thalita menatap mereka dengan khawatir. "Kalian bertengkar? Astaga, wajah kalian lebam-lebam."
Daffa memeluk lengan kakaknya, memasang wajah sedih. "Rakai yang duluan kak." adunya manja.
Rakai melotot, langsung berakting kesakitan. "Sstt... Daffa bohong, kak, kakak tau 'kan siapa sejak dulu hobi mukulin aku?" dia menyeringai ketika Daffa di beri tatapan tajam Thalita.
Daffa menggeram kesal, jika saja tidak ada kakaknya disini dia akan memukul Rakai lagi. "Laki-laki tadi siapa?" Rakai memandang Thalita dengan tatapan bertanya.
Gadis itu terdiam beberapa saat. "Teman, itu teman kakak." ucapnya. "Ayo masuk dulu, kakak obatin kalian, ya." ucapnya.
Daffa saling bertatapan dengan Rakai. "Bukannya itu Akbar, ya? Mantan kakak? Ngapain kalian? Kakak nginab dimana? Kenapa di antar dia?" tanya Daffa kali ini.
Thalita mengerjapkan matanya, tak sadar dua laki-laki 'manis' didepannya itu sudah di penuhi api cemburu. "Oh, dia yang nawarin antar kakak, karena teman kakak adiknya masuk rumah sakit jadi nggak bisa nganter." ujarnya.
"Kenapa nggak telepon aku?" Rakai menatap Thalita dengan tajam.
Gadis itu terdiam melihatnya, merasa bingung, namun segera sadar bahwa Rakai marah karena cemas. "Maaf, ya, lain kali kakak telepon kamu, tadi kakak nggak kepikiran." ucapnya menenangkan, lalu masuk ke dalam rumah diikuti dua laki-laki di belakangnya.
Daffa menatap Rakai dengan datar. "Gue nggak suka ada orang lain yang rebut perhatian kakak lebih dari gue, tapi gue lebih nggak suka kalau kakak gue deket sama lo." ucapnya sebelum masuk ke dalam rumah.
Rakai hanya diam, rahangnya mengeras. Namun dia harus segera menghilangkan rasa kesal itu karena Thalita memanggilnya.
***
Daffa tertidur di atas sofa setelah Thalita mengobati lukanya, kini giliran Rakai yang dia obati, Rakai tampak tak banyak bicara hari ini.
"Sakit banget, ya?" tanya gadis itu mendekatkan wajahnya melihat lebam di wajah Rakai dan mengompresnya.
Rakai dapat mencium aroma gadis itu dari jarak sedekat ini, membuatnya sedikit lebih tenang. "Kak?"
"Ya?" Thalita mendokak, mata Rakai tampak dingin. "Ada apa?" tanyanya.
Rakai mendekatkan bibirnya pada telinga gadis itu. "Aku nggak akan membiarkan kakak untuk lebih dekat dengan laki-laki itu." bisiknya.
Thalita sedikit terkejut. Menatap Rakai dengan bingung. Ucapan teman-temannya kini berputar dikepalanya bahwa Rakai sebenarnya menyimpan keinginan untuk menjadi lebih dari adik baginya.
Thalita menahan nafas ketika Rakai memeluknya. Bibir cowok itu mengecup lehernya. "Aku cemburu. Kalau Daffa, aku sedikit tenang, tapi kalau laki-laki lain, aku nggak akan biarin kakak dekat dengan laki-laki lain. Cuma aku yang boleh sedekat ini sama kakak." lengan kekar laki-laki itu memeluk erat tubuhnya.
Selama beberapa saat Thalita kebingungan sekaligus terkejut. "R-Rakai, kamu adik kakak." ucapnya menyandarkan dirinya sendiri dari prasangka buruk.
Rakai hanya mendengkus pelan, lalu menyeringai di balik punggung gadis itu. "Iya, aku adik kakak. Jangan tinggalin aku, ya, kak."
Ucapan itu sedikit membuat Thalita lega. Setelah dia pikir-pikir Rakai dan Daffa mirip. Mereka selalu posesif dan takut kehilangan dirinya. Sepertinya hal itu wajar saja.
Rakai melepaskan pelukannya, lalu Thalita tersenyum hangat. "Iya, kakak nggak akan ninggalin kalian." ucapnya terkekeh. Lalu kembali mengobati Rakai.
Gadis itu tak sadar bahwa mata Rakai tak berhenti sedikit pun mengikuti gadis itu. Apakah dia harus bersyukur atas sikap naif gadis itu saat ini? Rakai harus jauh lebih sabar jika ingin gadis itu jatuh ke dalam dirinya secara perlahan.
Thalita-nya yang manis dan baik tidak boleh berubah, Rakai tak ingin tingkah gegabahnya akan membuat Thalita takut dengannya. Rakai harus menahan lebih kuat hasrat gilanya memiliki gadis itu.
Rakai mengigit bibir bawahnya. Gadis itu ada di hadapannya saat ini. Rakai ingin menelannya.
***
Note :
Halloo yee akhirnya update lagi setelah cerita ini nganggur, aku lagi stuck banget di skripsian, mohon doanya ya, aku bisa wisuda september tahun ini :')
Spam next yang banyak biar cepet update lagii. Terimakasih yang udah nunggu cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...