"Mau kemana?" Rakai berdiri di ambang pintu kamar Thalita, menyaksikan gadis itu tengah mengemas barangnya.
Thalita menoleh sekilas. "Kakak nginap di rumah Vena weekend ini." jawab gadis itu tersenyum tipis.
"Aku bakal sendiri dong?" Rakai mendekati gadis itu, ikut berjongkok dan menatap Thalita dengan mata berkaca-kaca. Thalita tergelak.
"Maaf, ya." ujar gadis itu mengusap rambut Rakai, sebelum kembali beres-beres.
"Bawa bajunya kok banyak?" tanya cowok itu melihat beberapa potong baju.
"Itu, malam ini mau nongkrong dulu sebelum ke rumah Vena."
"Kemana?"
"Belum tau." jawaban Thalita sangat tidak membuat Rakai puas.
***
"Kamu nggak bilang kalau—" Thalita terkejut saat dia melihat di meja yang sudah mereka pesan ada sosok Akbar.
"Maaf terlalu ikut campur, tapi gue gemes sama kalian. Dan gue pusing sama Akbar karena cowok itu neror gue mulu, nanyain lo. Jadi gue pikir ini yang terbaik." ujar Vena. "Kalian ngobrol dulu berdua, gue sama Queen juga Nurul bakal duduk di meja di sana." ujar gadis itu menunjuk salah satu meja.
Thalita benar-benar kebingungan.
Nurul cekikikkan sambil menyemangatinya.
Thalita tak mempunyai pilihan lain. Dia tak mungkin kabur begitu saja. Mau tak mau, dia duduk di kursi yang berhadapan dengan Akbar.
Pria itu tampak senang, berkat Vena dia dapat mengobrol dengan gadis itu kembali. "Kamu sehat?" tanya Akbar.
"Sehat. Kamu sekolahnya gimana?"balas gadis itu canggung. "Lancar." jawab Akbar. "Maaf, aku yang maksa Vena buat bawa kamu, aku pikir, kalau aku nggak ngomong sama kamu, aku bakal kepikiran kamu terus."
Thalita menghela nafas. "Karena udah terlanjur ketemu, sebaiknya kita memang harus bicara. Mungkin kamu bisa duluan." mata mereka beradu. Gadis itu baru menyadari bahwa Akbar berkembang jauh dari yang terkahir dia ingat.
"Aku minta maaf atas kepergianku yang mendadak, bukan mauku juga pergi mendadak tanpa kasih tau kamu," ucapnya. Tangan cowok itu tampak gelisah. "Ayahku jadi ketua hakim saat itu, dia menangani kasus pembunuhan, walaupun bukti-bukti yang terkumpul nggak sepenuhnya jelas, tapi Ayahku memutuskan kasus itu ditutup dengan akhir pelaku bersalah. Sayangnya, keluarga pelaku nggak terima, mereka ternyata orang besar di negara ini, mereka melakukan berbagai percobaan untuk membuat keluargaku celaka. Nggak ada tempat untuk mengadu, karena sepertinya, mereka ikut bermain, hingga Ayah memutuskan pergi setelah aku lulus. Aku nggak bisa melakukan apapun selama setahun lebih, aku juga di larang untuk berkomunikasi terlalu dekat dengan orang lain." Akbar dngan ragu meraih tangan Thalita. "Aku mita maaf, saat itu aku nggak ada pilihan lain, tapi setalah semuanya mereda, aku coba hubungin kamu beberapa bulan belakang, tapi kayaknya kamu udah blokir seluruh sosial mediaku."
Thalita langsung di hujani berbagai perasaan. "Aku nggak pernah berfikir buat pergi dari kamu. Makanya, hari ini aku datang lagi untuk kamu." mata Akbar serius ketika mengucapkannya.
"Jujur, aku sekarang bingung. Setelah bertahun-tahun aku sering bertanya-tanya, hari ini aku tau jawabannya. Perihal sosial media, jujur aku nggak ingat pernah ngelakuinnya.Atau aku lupa, aku minta maaf."
Akbar meremas tangan gadis itu, ibu jarinya mengusap punggung tangan Thalita. "Aku masih dengan perasaan yang sama. Aku kangen banget sama kamu dan aku udah nunggu momen ini sejak lama. Tapi aku juga mau dengar dari sisi kamu, karena kamu udah lama tanpa aku, aku nggak tau kehidupan kamu sekarang, tapi yang aku dengar dari Vena, kamu nggak pernah pacaran setelahnya."
Thalita terdiam beberapa saat. "Aku bohong, kalau aku bilang aku udah ngelupakan kamu sepenuhnya. Dan aku nggak pernah berhubungan dengan cowok manapun, karena sejujurnya aku nunggu kamu untuk kasih aku penjelasan," mata Akbar mulai penuh pengharapan. "Tapi perasaanku, aku nggak tau apa rasa itu masih ada atau nggak, aku nggak bisa mendeskripsikannya."
"Aku mau kita kembali kayak dulu, aku bakal tunggu kamu. Aku masih sayang sama kamu, Thal."
Thalita menatap tangan mereka yang bertautan. Dia tak mampu menjawab lebih lanjut karena Thalita tak mampu mendeskripsikan perasannya saat ini.
***
Disisi lain, Rakai masih di rumah Thalita, dia sudah merindukan gadis itu.
Rakai mengigit jarinya sendiri. Pikirannya melayang kemana-mana. Seharusnya dia ikat saja gadis itu di kamar, dia kurung, agar gadis itu dia kemana-mana, agar dunia tak pernah tau bahwa gadis itu ada. Dan gadis itu hanya miliknya.
Rakai berdecak dengan pikiran bodohnya. Dia tak bisa melakukannya dengan terburu-buru. Cowok itu menatap ponselnya beberapa kali.
Tiba-tiba suara bel rumah itu terdengar. Rakai bangkit dari tempatnya, lalu berjalan cepat ke arah pintu. Di berharap gadis itu yang kembali.
Namun saat dua membukanya. Mata penuh semangat Rakai berubah datar.
Sosok di depannya juga tampak terkejut, menatap Rakai tajam.
"Apa yang lo lakuin, disini?!" ucapnya sosok di depannya terkejut, berikut wajahnya memerah marah.
Rakai tersenyum manis. "Halo adik ipar." sapanya ramah.
"Anjing, lo!" Daffa langsung menjatuhkan barangnya, lalu menghajar Rakai.
***
Note :
Udah mau lebaran aja nih, mohon maaf lahir dan batin semuanya.
Follow instagram : monggosee.story
Baca Cute, But Psycho dan Arka di akun Monggosee Karyakarsa
KAMU SEDANG MEMBACA
Rakai (END)
RomanceRakai, jika mengingat nama itu, Thalita membayangkan sosok adik laki-laki yang manja dan cengeng. Rakai saat kecil suka sekali melakukan dua hal itu dan Thalita yang pemikirannya terlalu dewasa di umurnya yang masih kecil menganggap tingkah laki-lak...