6

6K 729 41
                                    

Atha sedang berjalan santai untuk kembali ke kelasnya setelah dia pergi ke toilet. Tapi langkahnya terhenti saat seorang guru memanggilnya untuk meminta bantuan.

"Atha, kebetulan. Bisa bantu saya membawa kertas ini ke kelas 10-3? Saya harus pergi ke rumah sakit" Bu Ani bertanya pada Atha yang sedang lewat.

Atha tersenyum, "tentu Bu, kelas 10-3 kan? Harus di berikan ke siapa?"

"Berikan saja ke Fadil, ketua kelasnya. Terus nanti minta di bagikan ya" jawab Bu Ani.

Atha mengangguk, lalu mengambil setumpuk kertas hasil ulangan harian itu dari Bu Ani. Setelah itu, dia segera menuju kelas 10-3.

••••

Tok. Tok. Tok.

Atha mengetuk pintu sebagai bentuk sopan santun. Sebenarnya sekalian untuk mengalihkan perhatian anak anak kelas itu ke padanya.

"Loh ngapain Tha disini?" Keyla, cewek itu bertanya pada Atha.

"Di suruh Bu Ani ngasih ini ke Fadil. Dia mana?" Tanya Atha.

"Fadil lagi nggak masuk, dia demam" jawab Keyla.

"Terus dikasih siapa?" Tanya Atha lagi. Jika Fadil tidak ada, harus dikasih ke siapa? Mana wakilnya?

"Oh, kasih aja ke Yudha. Itu, cowok yang duduk deket jendela" Keyla menunjuk Yudha yang sedang berbicara dengan seseorang, temannya mungkin.

Atha mengangguk, lalu mulai melangkahkan kakinya menuju ke bangku Yudha yang ada di baris ke 2 dari belakang dekat dengan jendela. Di sana, Atha mengetuk meja 2 kali dengan jarinya agar Yudha menyadari kehadirannya.

Yudha mengernyit saat melihat Atha menghampirinya. "Kenapa Tha?" Tanyanya.

Atha meletakkan setumpuk kertas itu di atas meja Yudha. "Ini dari Bu Ani, katanya di suruh bagiin. Harusnya gue kasih ke Fadil sih, tapi dia kan lagi nggak ada, jadi ke lo. Katanya lo wakilnya kan? Jadi nih" jawab Atha menjelaskan.

Yudha mengangguk, "oke. Ada lagi?"

Menggeleng, Atha menjawab. "Nggak ada. Gue balik"

Atha membalik tubuhnya dan seketika wajahnya menabrak dada bidang milik seseorang. Ia mengerutkan keningnya merasakan hidungnya agak sakit.

"Uh, sori. Nggak lihat" ucap Atha tanpa melihat siapa pemilik dada bidang itu. Lalu dia segera kembali ke kelasnya.

Setelah Atha keluar dari kelas, anak kelas 10-3 mulai berbisik bisik.

"Huft, syukur deh Nathan nggak ngapa ngapain Atha"

"Untung Nathan nggak marah"

"Atha hebat ya, dia nggak bereaksi sama sekali setelah lihat wajah cowok ganteng"

"Ya kan abangnya udah ganteng. Gibran sama Rahmat kan juga ganteng. Tiap hari lihat orang ganteng, pasti dia udah kebal"

"Enak ya jadi Atha"

"Iya"

Pembicaraan di kelas 10-3 berputar di sekitar Atha. Tidak terlalu lama karena tiba tiba Yudha berdiri di depan kelas dan mulai memanggil nama mereka satu persatu untuk mendapatkan kertas hasil ulangan.

Sementara itu, Nathan duduk di bangkunya. Dia sudah mendapatkan lebih dulu kertas hasil ulangan itu. Jadi dia tidak perlu maju ke depan.

Nathan menatap kertas itu, diam. Tapi yang ada di pikirannya bukanlah kertas dengan nilai sempurna itu. Melainkan Atha, cewek itulah yang mengisi pikirannya.

'jadi dia Atha? Lumayan cantik sih, pantesan banyak yang suka sama dia' batin Nathan.

"Than, lo udah tau kan siapa Atha? Itu ceweknya. Jadi, gimana?" Leo bertanya mengawali pembicaraan.

Nathan tidak merubah raut wajahnya saat bertanya, "apanya yang gimana?"

"Ya soal yang kapan hari kita omongin" jawab Leo.

Nathan diam sejenak, berpikir. Lalu dia mengangguk. "Oke"

Leo bersorak riang, "yey. Deal kalo gitu. Kapan lo mulai?" Tanya Leo.

Nathan menatap kertas di tangannya, tersenyum kecil dan menjawab. "Secepatnya"

••••

Atha kembali ke kelasnya, dan untungnya kelasnya masih kosong, belum ada gurunya.

"Kok lama?" Tanya Gibran heran.

Atha duduk di bangkunya, lalu menghela nafas lelah. "disuruh Bu Ani bawa kertas ulangan ke kelas 10-3" jawabnya.

Gibran mengangguk, lalu tidak banyak bicara lagi. Jika dia melihat dari aura Atha yang acuh tak acuh itu, sepertinya dia sedang dalam mood yang buruk. Dan jika Atha sedang dalam mood yang buruk, lebih baik untuk tidak mengganggunya. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan Gibran adalah, apa yang membuat Atha dalam keadaan bad mood?

"Bran, gue mau tidur dulu, bangunin kalo ada guru" ucap Atha lalu menenggelamkan wajahnya di antara tangannya yang terlipat di atas meja. Segera, Atha memejamkan matanya.

Tapi, dia tidak tidur, ia hanya sedang berpikir sambil memejamkan mata. Dan maksud dari membangunkan yang dikatakan Atha tadi, dia meminta Gibran memberitahunya jika ada guru. Itu karena Atha yang berfikir keras, biasanya tidak menyadari apa yang terjadi fi sekitarnya. Dengan kata lain, dia terpisah dari dunia nyata.

Atha POV

Dia Nathanael Dirgantara, lumayan. Walau gue pernah lihat dia dari jauh, tapi ketemu langsung emang beda rasanya. Tekanan cowok itu, bukan tekanan orang biasa. Paling nggak, dia pasti pernah ngelakuin itu. Baunya juga, aneh.

Gue punya firasat buruk soal cowok itu. Emang bener kalo gue menjauh dari dia. Harus, jangan pernah deket sama dia. Gue nggak pernah tau apa yang bakal terjadi kalo gue ketemu dia lagi nanti.

Baunya, auranya, tatapan matanya, semua yang ada di cowok itu mirip. Udah pasti, gue nggak boleh deket deket sama Nathan. Dia tipe orang yang nggak mungkin bisa kalah. Cowok yang bakalan melakukan apa aja asal bisa menang.

Nathan itu orang tipe agresif.

Inget hal ini Athaya Azalea, bahkan kalaupun sekarang lo bukan lagi Athaya tapi Athalla, lo nggak boleh deket sama cowok itu. Lo nggak mungkin bisa menang dari dia.

Atha POV end

Gibran menatap Atha yang menelungkupkan wajahnya di antara tangannya, ia tersenyum kecil. Tapi tiba tiba senyum hangat itu menghilang saat Gibran ingat kalau Atha pergi ke kelas 10-3.

'sebenarnya kenapa disana? Atha, dia nggak dapet hal buruk kan?' batin Gibran bertanya tanya.

Gibran menatap Atha lama, lalu menghela nafas pasrah. Biarkan saja dulu, nanti kalau ada sesuatu Atha pasti akan cerita. Biarkan saja dia dulu, jika Atha tidak cerita mungkin bukan hal serius.

'udahlah, biarin aja' batinnya.

Setelah itu, guru datang, dan Gibran membangunkan Atha seperti yang dipesan cewek itu.

FIGURAN:)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang