17 • Lengkara

1.7K 142 13
                                    

tw : Mental health

~~~

Cuaca yang dingin menari-nari di bulan Desember ini, menghantarkan perasaan melankonis yang membuat jiwa anak adam di depan perapian itu terdiam. Mata hitam yang bersinar terang itu memandangi api-api kecil yang melawan gravitasi, bergerak ke atas lalu menghilang seperti ditarik oleh dinginnya malam. Anak itu meringis kecil saat buliran bening terjun bebas di pipi putihnya yang memerah. Ia menelungkupkan kepalanya di antara kedua belah paha yang didekap erat oleh tangannya. Bahu lebar itu bergerak naik turun, seirama dengan isakan yang keluar dari mulutnya. Lagi dan lagi, perasaan aneh kembali menyapa tubuhnya, menghantarkan rasa takut yang seakan tidak sirna di dalam jiwa. Angin dingin yang berhembus tiada berarti kali ini, dia tercekat, seolah tidak ingin menghantarkan udara dingin itu ke dalam dadanya.

Tangan besar miliknya mulai bergerak, memukul bagian tubuhnya yang saat ini berdetak dengan kencang. Beberapa kali, hingga berdebum, membuat pasokan udaranya bergetar, ia terbatuk-batuk karena sesak, mencoba untuk kembali menghirup udara lepas. Tidak lagi, tidak. Ia mencoba agar laju pernapasannya kembali normal, seperti yang penyembuh itu katakan. Tenang, hirup udara itu seperti laju air di sungai yang dalam, satu...dua...tiga... seperti itu , lakukan kembali.

"Hyunjin? Kau belum tidur? Ini sudah malam, nak."

Suara itu, ia segera berdiri dari duduknya, berlari kecil menuju pintu yang dibatasi oleh jeruji besi. Ia menatap kepada tangan yang bergerak membuka gembok, lalu segera memeluk orang itu saat pintunya terbuka. "Aku takut, sangat," ucapnya dengan bergetar.

Balasan yang didapatinya hanyalah sebuah senyuman.

"Jangan takut Hyunjin, aku membawa seorang teman untukmu."

-

Lengkara

-

Saat itu, pertama kali aku bertemu dengan Hyunjin, sosok rapuh yang akan selalu memandangi perapian dengan tatapan kosongnya, ketika musim dingin datang. Seorang pemuda yang akan menangis datang memelukku, ke dalam pelukan hangat dari hati yang dingin. Hyunjin yang akan berbicara panjang lebar ketika perasaannya tenang. Dan Hyunjin yang mengatakan kepadaku betapa beruntungnya dia memiliki tubuh kecilku ini di dalam pelukannya.

Aku bahagia, sangat malahan. Selama hidupku berlangsung, aku hanya hidup di dalam kesendirian yang menemaniku. Aku adalah sosok kutukan , dibawa oleh penyembuh itu ke sebuah rumah kecil yang disebut sebagai rumah penyembuh.

Pertama kali kakiku menginjak rumah ini, yang ku dapati hanyalah beberapa pasang mata yang memandangiku hampa. Ada beberapa dari mereka yang menangis mendekati penyembuh, mengatakan kepadanya bahwa rasa takut itu kembali menyerang.

Penyembuh beberapa kali membisikkan telingaku, mengatakan mereka semua adalah anak dengan kesehatan mental yang kurang.

Aku tersenyum tipis, merasa kagum dengan penyembuh yang dapat melakukan kegiatan positif dengan dirinya yang sebetulnya juga lemah itu.

"Felix, kau akan bersama dengan Hyunjin. Pemuda tampan yang akan bisa memikat matamu. Rambutnya sedikit panjang, rahangnya tajam, serta tahi lalat manis yang berada di ujung matanya. Anak itu ditinggalkan oleh orang tua di jalanan, pasien pertama yang aku terima di dalam rumah kecil ini. Dia anak yang baik, Felix. Sayang, dia akan selalu sedih ketika udara menjadi dingin, baik itu di bulan Desember, saat hujan turun, atau bahkan ketika malam datang. Kau hanya perlu menunggunya untuk memeluk dirimu, maka dia akan tertidur, seolah pelukan adalah hal yang ia butuhkan saat ini juga. Ku harap kau bisa cepat akrab dengannya, Felix, aku mempercayaimu."

Ya, itu cerita panjang dari penyembuh, sebelum akhirnya mataku bersirobok dengan manik hitam yang berkaca-kaca, memancarkan perasaan sedih bercampur takut yang entah kenapa dapat aku rasakan.

315 DAYS WITH HYUNLIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang