"Lo nggak pulang? Emang si mas pacar kemaneee? Biasanya baru lima menit pisah perasaan hp lo nggak pernah berhenti goyang." Lisa menumpu lengannya di bahu sofa, kakinya ia julurkan ke atas meja.
"Ssssst! Diam! Gue lagi pusing!" Rose memberikan isyarat untuk diam kepada sahabatnya itu. Kepalanya terasa pening sepulang dari kampus.
Lisa mengunyah batagornya dengan santai. Mengendikkan bahu, tidak ingin semakin mengorek kisah cinta sang sahabat-yang jika dibukukan, mungkin bisa berjumlah lima jilid.
"Ada masalah apa di kampus?" sambil mengunyah batagornya, Lisa bertanya menatap Rose yang kini tiduran di karpet bulu.
"Gue berantem sama Chaeyoen," jawab Rose lesu.
Lisa menegakkan punggungnya, "Lah kenapa bisa?? Itu cewek buat gara-gara lagi?? Aelah! Lo nggak bosen apa, berantem melulu sama cewek tukang cemburuan macem dia! Gua kalo jadi lo, udah enyah gue jadi manager olahraga!" dengusnya kesal.
Rose turut menghela nafas lelah, "Mau gue mundurpun, nggak bisa. Lo tau 'kan kalo manager olahraga tuh udah ganti sebanyak tiga kali? Dan gue udah di target penuh sama Pak Adam buat yang terakhir."
Suara hentakan karena Lisa membanting remot ke meja membuat Rose tersensak.
"Lo mau nggak, kalo gue gampar Chaeyeon?" tanya gadis itu penuh aura kegelapan, yang sayangnya membuat Rose muak.
"Lo yang gue gampar," ketus Rose.
Lisa menggaruk dahinya. Memundurkan punggungnya dengan rileks, wajahnya nampak berpikir.
"Tiga orang yang lo maksud itu, mundur gegara nggak tahan sama sikap cemburuannya si Chaeyeon. Bingung gue, tuh cewek macem punya obsesi sama pacarnya apa?" gerutu Lisa.
"Udahlah Lis. Nggak usah di bahas. Bikin gue makin eneg." Rose meraih remot yang semula dibanting Lisa. Membenarkan tutup baterainya yang hampir copot. Rose sangat tau, tabiat sahabatnya itu sudah seperti cacing yang diberi garam.
"Ya iya sih. Gue juga eneg. Denger namanya aja gue udah muak. Tapi yaaa, sikapnya itu udah kelewatan! Terus, kenapa juga, manager olahraga tuh harus cewek?? Ketidak adilan macam apa iniih??" Lisa menampilkan wajah berlebihan.
Rose meliriknya sekilas, "Lagian, Eno juga nggak anggap gue ada. Bahkan gue udah mirip kunti di siang bolong kayaknya sangking nggak pernah keliatan di mata itu cowok. Gue juga bingung, kenapa dari sekian banyak cewek yang deketin Eno, harus gue yang terus-terusan di labrak Chaeyeon?? Padahal 'kan dia tau pacarnya aja nggak pernah peduli sama eksistensi gue. Sinting itu orang." Rose menggelengkan kepalanya.
Lisa bertepuk tangan satu kali, punggungnya kembali tegap.
"Yap! Udah nggak waras dia!"
Rose bergidik. Menggonta-ganti channel tv saat obrolan mereka berhenti di tengah jalan. Lisa yang tentu saja sibuk dengan makanannya dan dirinya yang pusing karena kejadian di kampus tadi.
"Lis," panggil Rose.
Rose berdecak saat Lisa tidak menyahut.
"Lis!"
"Apasih?! Nama gue bukan Lilis! Emak gue namain Lisa bagus-bagus lo ganti nama kampungan kayak gitu!"
Rose mencebik, ia mengubah posisi dari tiduran menjadi menyandar ke sofa. Menumpu kedua lengannya di sofa, kepalanya mendongak menatap Lisa.
"Lo sama Tendra gimana?" Rose terkekeh saat Lisa menampilkan wajah masam.
"Gini yaw! Gue sama dia udah putus-tus! Nggak ada hubungan sama sekali! Lagian, buat apa cowok tukang selingkuh kayak dia dipertahanin?? Buang tenaga aja!" gerutu Lisa penuh emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Longtemps
FanfictionHanya saja ... Rose merasa Bastian selalu tau di mana dirinya berada.