Orang-orang di Meirtenlen hidup dari hasil alam. Berbagai jenis hasil petikan segar bisa ditemukan di pasar—tidak terlalu banyak yang dijual karena sudah siang, tapi cukup untuk diawetkan menjadi jatah sebulan perjalanan. Daging-dagingan yang dijadikan bahan pangan utama biasanya hanya domba atau babi, tapi selalu dijual dalam keadaan baru dipotong. Orang-orang juga bisa membeli tiga butir apel segar hanya dengan satu koin perak. Tidak ada kedai makanan di sini, sayangnya, jadi mereka langsung mencari toko peralatan menulis.
Evander menggerutu ketika penduduk lokal mengatakan kalau toko peralatan tulis juga tidak tersedia. Setidaknya masih ada toko loak di dekat pasar; agak berdebu, tapi kualitas koleksinya cukup bagus.
"Oh, ada perkamen vellum!" Evander meraih salah satu rak dengan hati-hati, dan mengumpulkan perkamen itu bersama dengan dua batang karbon, tinta tulis, dan pena bulu baru di tangan kirinya. Di Weilten, orang-orang awam lebih banyak menggunakan kertas dari bubur kulit kayu atau kapas daripada vellum untuk kegiatan menulis biasa, vellum hanya digunakan untuk membuat peta—seperti milik Eiche Emery. Yang bisa menggunakan vellum setiap saat hanyalah orang-orang seperti sekretaris para bangsawan. Perkamen yang terbuat dari vellum jauh lebih awet dan tidak mudah rusak daripada kertas biasa. Dengan barang jarahan mereka kemarin, sedikit berfoya-foya tidak menjadi masalah.
"Ada pelindung tangan dan sepatu kulit juga." Ivesia melihat-lihat di rak yang paling dekat dengan meja penjaga toko. Para pemanah butuh pelindung tangan; lecutan tali panah yang dilepas rasanya menyakitkan jika terkena kulit. Pelindung tangan yang dikenakan Evander dan Ivesia sudah agak usang sekarang.
"Pelindung tangan itu harganya lima koin emas, harga istimewa. Sepatu enam koin emas dan dua koin perak," kata si penjaga toko kepada Ivesia, lalu berbalik ke Evander yang berdiri di depan mejanya dengan barang-barang yang sudah dipilih. "Totalnya sembilan koin perak dan tujuh belas koin emas."
Evander menghitung uang di kantong kecil yang ia tautkan di ikat pinggangnya. Hanya ada enam koin emas dan delapan koin perak di situ. "Maaf, kami belum sempat menukar uang lebih banyak tadi. Apa ini cukup sebagai pembayaran?" tanyanya sembari merogoh saku di balik jubah kelabunya, mengeluarkan kantong lain yang sedikit lebih besar. Ada dua pendulum emas di dalamnya, juga sepasang anting perak, diambil dari barang jarahan para bandit kemarin. Ia memilih anting perak sebagai alat bayar.
"Oh!" Si penjaga toko terkesiap, lalu mengambil teropong kecil dan memasangnya di mata kanannya. Dengan wajah serius ia memperhatikan anting itu, membuat Evander sedikit gugup. Momen berikutnya, si penjual mengangkat kepalanya dengan kecewa. "Ah, ini tiruan perak Marelian. Berliannya pun tidak dipotong dengan benar. Dari mana kau mendapatkan ini, Nak?"
"Sebenarnya ini dari barang jarahan bandit, kami mengambilnya. Saya tidak paham soal perhiasan," Evander meringis sembari menggaruk belakang kepalanya. Untuk keadaan seperti ini, lebih baik berkata jujur.
Si penjual menggeleng, tapi tidak menolak. "Yah, ini bagus untuk dijual lagi, bentuknya sudah sangat mirip dengan yang asli. Ya sudah, ambil saja barang—hei! Hati-hati, bocah bodoh! Itu vas bunga dari Deilten yang hanya dibuat tiga tahun sekali! Sudah tidak diproduksi lagi sekarang!" teriak si penjaga toko; terdengar melengking tinggi hingga menyentakkan tubuh Evander. Pemuda itu segera tahu sebabnya—Corylus yang bertubuh pendek berusaha meraih benda-benda di rak teratas, dan sikunya nyaris menyenggol vas berleher panjang di meja pajang.
Corylus tersentak sedikit saat diteriaki seperti itu. "Oke, maaf!" Si Goblin muda mengangkat tangan dan menjauh dua langkah dari rak. Baru saja Evander dan si penjaga toko bernapas lega, dinding toko loak bergetar hebat. Getaran itu menjalar ke rak-rak dan meja pajang, menjatuhkan vas langka tadi hingga berkeping-keping. "Bukan salahku!" Corylus buru-buru membela diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Little Sun Strikes
Fantasy[Cerita medieval fantasy pertama] [WARNING! R18. NSFW CONTENT, DON'T LIKE DON'T READ.] [Jangan lupa meninggalkan jejak berupa vote dan komentar, kritik saran diperlukan] "Berhati-hatilah dengan matahari. Sinarnya menerangi segala bayangan, menidurk...