Solis pernah memanggil wanita itu dengan sebutan "Ibu" selama perjalanan, tapi tak pernah menyangka akan berbicara langsung dengan sang ibu setelah sekian lama.
Di sinilah ia, berlama-lama di ruang kemudi, menatap deretan Batu Tuireadh yang berpendar keemasan. Suara wanita di seberang sana terdengar lembut dan putus-putus, seperti desiran angin laut. Rasa hangat yang pedih mengisi hati Solis. Sang ibu berbicara padanya; sesuatu yang tak pernah terbayang akan terjadi.
"Maafkan kami, Solis sayang. Aku harus menjaga ayahmu sebagai... kautahu." Suara sang ibu terdengar ragu-ragu. "Aku dalam keadaan terikat oleh sesuatu sekarang. Jika kutinggalkan ayahmu dan tempat kami, bahaya akan lebih mudah menimpa."
"Jiwa ksatria, bukan?" Kata-kata lugas Solis menjatuhkan keheningan di seberang. "Ibu meninggal setelah melahirkanku, dan menjadi jiwa ksatria. Aku mengerti—aku membunuhmu, dan mungkin Ayah membenciku."
Solis mengerti tentang apa yang terjadi jika makhluk selain Dracaenus melahirkan anak dengan kekuatan sihir elemen. Ia pun mengerti jika Aiden dan Alev hingga saat ini masih berduka cita akan kematian seseorang yang mereka sayangi, sang ayah pun sudah pasti merasakan pedih yang lebih hebat. Aiden dan Alev tidak membenci Solis karena hal itu, tapi buruk sangka sering menghinggapi hati sang gadis Dracaenus—perasaan buruk sangka yang sama tumbuh di tengah pembicaraan soal sang ayah. Jika sang ayah memang membenci Solis, ia tidak akan heran.
"Itu salah!" Suara wanita di seberang terdengar pedih, sebelum dilanjutkan dengan lebih tabah. "Ayahmu tidak membencimu, Nak. Ia ingin bertemu denganmu, ia ingin menatap matamu seperti ayah yang normal. Hanya saja..." Ia tak mampu melanjutkan.
"Farrier dan Aiden juga berkata seperti itu padaku, berulang kali malah. Aku minta maaf karena sudah berburuk sangka pada Ayah. Aku juga berharap bisa menemuinya, tapi kurasa ia perlu menyiapkan diri," kata Solis. "Bagaimana keadaan di markas?"
"Masih baik-baik saja. Dua jiwa ksatria yang lain seperti biasa bersiap di kapal pengangkut para penyintas. Aku sendiri harus menjaga ayahmu yang tidak memiliki sihir. Kami bisa membuat kapal dan Batu Tuireadh yang lebih banyak, mengurus semua itu hanya dengan tiga jiwa ksatria pun tak menjadi masalah besar..." Sang ibu terdiam sesaat. "Mungkin memang sebaiknya ayahmu menemani kalian."
"Aku baik-baik saja. Alev keras padaku, tapi aku sudah lebih kuat... kurasa." Hati Solis semakin terasa dicengkeram. "Kalau Ayah ada di sini, mungkin aku hanya akan menjadi manja dan tidak mau bertarung."
"Apa Alev mengatakan itu padamu?" Suara sang ibu kini sedikit mendesak.
Tenggorokan Solis tercekat. Apa yang terjadi padanya sebagian besar adalah kemauan Alev—menjauhkannya dari markas, mencari jiwa ksatria sendiri untuk Clag an Latha, melatihnya dengan keras... semua dilakukan demi kelompok mereka. Jika Solis tetap di markas, para penyintas dan petarung akan lebih mudah menjadi target. Jika mereka mengambil salah satu jiwa ksatria di markas, kekuatan markas akan jauh berkurang dan lebih rentan ditaklukkan. Dan soal latihan, semua sudah tahu.
"Tidak. Hanya pikiran pribadiku," kata Solis, terdengar sedikit lelah. "Kuharap Ayah dan Ibu baik-baik saja. Aku dan Alev berbuat bodoh dengan membuka sihir kami di luar Clag an Latha, jadi keluarga Dracaena tahu kami masih hidup."
Tanpa melihat wajah sang ibu, Solis tahu ia juga tersenyum di sana. "Aiden juga berkata begitu. Kami juga tahu kalian mendapat orang-orang baru yang berharga dan mungkin tak diketahui oleh pihak Dracaena, jadi pertimbangkan sesuatu yang mengejutkan untuk lawan kalian."
"Mereka orang-orang kuat, Ibu tidak perlu cemas," kata Solis optimis.
"Kalau boleh jujur, aku takut keluarga Ebherseir tahu tentang kekuatan jiwa ksatria—sekuat apapun kalian, selalu anggap lawan kalian lebih kuat. Jangan meremehkan kekuatan lawan, tapi jangan meremehkan kekuatan kalian sendiri juga. Jika kau butuh perlindungan dan bantuan dari yang lain, Solis, jangan ragu untuk mengatakannya," ujar sang ibu. Nada bicaranya terdengar seperti sudah berulang kali mengatakan pesan yang sama kepada orang lain—mungkin ke Alev, terutama soal "jangan meremehkan lawan, tapi jangan meremehkan diri sendiri juga".
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Little Sun Strikes
Fantasía[Cerita medieval fantasy pertama] [WARNING! R18. NSFW CONTENT, DON'T LIKE DON'T READ.] [Jangan lupa meninggalkan jejak berupa vote dan komentar, kritik saran diperlukan] "Berhati-hatilah dengan matahari. Sinarnya menerangi segala bayangan, menidurk...