part 6

271 12 0
                                    

Setelah sholat subuh, seperti biasa Nara memanfaatkan sisa waktunya untuk kembali memejamkan mata tanpa melepas mukenanya terlebih dulu. Baru terlelap sebentar nada count on me dari hape sudah berulang kali membangunkannya.

“Aisshhh bisa kali yaaa lu bunyinya tar jam 10!”  Rutuknya seraya meraih hape diatas nakas. Gadis itu langsung menekan tombol hijau tanpa melihat terlebih dulu nama si penelpon.

“Hallo” 

“Beib Banguuuun! cepet bantu gue!”

“Azel?”

“Cepet beib, gue jaga sendirian nih ada yang OD lima orang keblenger gue!” Pekik Hazel.

Nara menajamkan pendengarannya, keributan melatar belakangi suara Hazel “Dok yang ini muntah darah!” Terdengar  pekikan seorang perempuan disambung dengan bunyi klontang benda jatuh.

“Shit!!” Umpat Hazel dari kejauhan.

Sontak saja Nara langsung bangun mendudukkan badannya dengan tegak , ketika mendengar lagi seruan pelan perempuan dan instruksi dari Hazel.

“Zel, ok tunggu gue ke sana!” Seru Nara.

Tuuut tuut tuuut.

“Aiiisshhh!”

Nara melompat menuju kamar mandi, menyempatkan cuci muka dan gosok gigi saja. Selanjutnya hanya terdengar suara grabak grubuk  dari pintu lemari. Pandangan pertama jatuh pada sepasang training dan jaket, untuk melapisi hotpan serta kaus oblong busana tidurnya. Tak lupa ia mencangklongkan backpack, karena dalam backpack itulah terdapat setengah perlengkapan dasarnya untuk seharian.

Nara menuju dapur, wangi kopi menyeruak menambah segar suasana yang sudah mulai meremang pagi. Benar saja Mommy Yumna tengah berada di area favoritnya.

Moom Nay ke rumah sakit dulu yaa mo bantuin Azel” Pamitnya seraya mencium pipi mamanya.

Tangan gadis itu dengan cekatan, meraih dua tangkup roti bakar yang sudah siap di meja makan.

“Sarapan dulu sayang!” Seru Yumna.

“Gak mmepet, Nay diamtar naddy”

Suara sahutan Nara tidak jelas terdengar,  karena mulutnya penuh dengan roti bakar. Yumna hanya menggelengkan kepalanya, seraya menatap kunciran rambut putrinya yang melambai – lambai. Gaya kuciran sembrono khas Nara, namun tetap membuat gadisnya terlihat cantik dan menggemaskan. Ia selalu berdoa yang terbaik untuk putri satu – satunya. Hatinya terasa hangat dengan rasa bangga, karena Nara putrinya yang cantik namun slengean itu memiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Nara benar – benar tumbuh menjadi gadis yang mandiri.

Ketika Nara tengah memakai sneakernya, terlihat ayahnya berlari kecil memasuki halaman rumah. Rupanya pria akhir empat puluhan itu baru selesai joging.

Daad anterin Nay ke rumah sakit yaaaa ayoook!”

Taka tak sempat protes karena punggungnya langsung didorong putrinya menuju garasi, mau tidak mau ia menuju hammer  kesayangannya.

“Kenapa buru – buru honey?” Tanya Taka disela fokus mengemudikan mobil.

“Azel lagi kewalahan Dad,  katanya ada pasien OD lima orang di IGD”

Gadis itu menjawab pertanyaan sang ayah tanpa menghentikan gerakan mulutnya, masih mengunyah roti bakar. Ditangan kanannya tersisa sepotong lagi.

“Woohh sampe gak nyempetin sarapan demi bantu Hazel”

Nara menatap sengit ayahnya yang tengah menyeringai, gadis itu mendengus mengerti arti seringaian diwajah ganteng Taka.

“Gak usah suudzon deeh, yeee daddy!” 

KEINARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang