part 17

157 8 0
                                    

Kalau boleh jujur, Nara lebih memilih balik kanan masuk lagi ke ruang jaga Igd, dari pada melihat drama recehan yang tengah dilakoni oleh Davina. Cemburukah Nara? melihat Davina si model yang molek itu, meringis manja dengan kedua tangannya yang tak lepas merangkul lengan kiri Aryan. Boro - boro cemburu, Nara sih lebih merasa konyol dan tak hentinya terkekeh mengolok wajah Aryan yang terlihat malas dan suntuk.

Kali ini giliran Perawat Doni yang menjadi asistennya. Perawat Ari dan Ratih sudah tak terlihat disekitaran Igd, kemungkinan besar mereka langsung membawa Zico yang sudah boleh dipindahkan ke ruang rawat inap. Artinya ia harus melakukan visit nanti setelah Isya menjelang jam pulang.

"Diagnosa awal Don?" Tanya Nara santai.

Doni tak langsung menjawab, Pemuda sembilas belas tahun itu berdehem sejenak lalu menekan ujung tes pen ke area engkel kaki kanan Davina yang terlihat sudah mulai membiru.

"Sprain tidak spontan Dok!"

Nara melirik sekilas wajah manis Perawat yang lumayan sering menjadi asistennya ini. Aslinya Doni ini perawat orthopedi alias asisten tetapnya dr. Kemal, namun karena sedikit sekali perawat yang bersedia sukarela ditugaskan di Igd jadinya Doni sering dipinjamkan oleh dr.Kemal untuk membantu Nara. Doni terlihat diam saja menarik bibirnya kedalam, menggedikan bahunya.

"Gak kena ligamen kan?"

Doni menggeleng, kepala mungil Nara terlihat bergerak miring sedangkan sepasang mata sipitnya memicing serius mengamati memar yang tengah ditekan oleh tespen mulik Doni.

"Dokter, cedera kakiku parah kan?"

Suara melengking penuh kekhawatiran keluar dari mulut mungilnya Davina, Nara tidak langsung menjawab malah menatap sesaat wajah cantik Davina yang berurai air mata dengan sebagian eyeliner yang sudah meleber dibawah kelopak mata.

"Maunya kamu parah gak?" Nara malah balik bertanya.

"Dokter kenapa sih? malah sinis gitu?"

Sontak saja roman kaget tergambar diwajah berantakan itu, setelah mendengara pertanyaan Nara bahkan dengan nada yang santai. Aryanpun meirik dokter yang tengah berdiri dihadapannya itu.

"Maksud lu gimana Nay?" Tanya pria itu dengan gigi terkatup.

Nara malah lebih melebarkan senyumnya, menjulurkan lidahnya sebentar.

"Kita perlu pindah rumah sakit aja yuk Mas! dr.Nara main - main mengobatiku" Terdengar aduan suara manja Davina yang masih menggelendot dilengan kiri Aryan.

"Gak usah masuk ke rumah sakit juga gakpapa kok Dav, Aryan bisa tuh ngobatinnya" Ucap Nara.

"Nay!" Seru Aryan agak keras.

"Bentar, gue suruh Doni ngasih cooler aja sepuluh menit yaa, tar diresepin anti nyeri sama pereda lebam"

Dengan cekatan Doni segera meluruskan kedua kaki jenjang Davina lalu ia menjepit kapas cooler dari mini canister tank (tabung stainles), lalu ia tekan tekan disekitar memar tersebut.

"Serius?"

Kali ini sorot mata Aryan terlihat antara tak percaya dan sebal bercampur menjadi satu. Nara mengangguk tanpa menoleh karena tengah berdiri seraya menuliskan resep di kertas resep yang ia rogoh dari kantong jas snellinya.

"Sprain tak spontan dan gak kena ligamen, besok udah bisa loncat. You know what I mean Yan"

Nara mengakhiri kalimatnya dengan mengedipkan sebelah mata, lalu menatap tajam ke arah Davina.

"Gak usah dirawat yaa, lain kali hati - hati! saran aku kalo kaki kejerepok atau keseripet jangan bengong aja tapi harus langsung berdiri tegak lagi jatohnya tuh otot cuma pada kaget doang"

KEINARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang