part 8

225 10 0
                                    

Hari – hari berlalu terasa sangat singkat, sudah minggu sore lagi. Di ruang dokter jaga Igd, Nara tengah mengemasi isi backpacknya bersiap pulang. Ia berjalan seraya memperhatikan layar hape, berniat memesan ojol menuju Mall Teratai untuk mencari hadiah ulang tahunnya Ryu. Sebenarnya ia masih ingat dengan jelas kalau Aryan akan menemani,  tapi ia tak berani berharap banyak karena mau janjian ketemunya di mana? kontaknya saja tidak punya.

Andai saja Ria atau Hazel free aaahhhh sudahlah Nara mengeluh dalam hati. 

“Dok, diloby ada yang nungguin Dokter dari tadi!” Seru Eva,  perawat jaga Igd.

“Siapa Va?”

“Cogan Dok,  hehe”

“Hazel? Fachry? Delano?”

“Bukaaan mereka mah lewat haha, cepetan temuin aja!” 

Eva mendorong pelan pinggang kurus Nara.“Sofa ruang tunggu!” Lanjutnya seraya mengedipkan sebelah mata.

“Hahha thanks” Nara terkekeh, melambaikan tangannya. 

***

Kaki kurus Nara melangkah cepat menuju ruang tunggu tamu. Benar saja Aryan tengah duduk , menundukan kepala membaca brosur Rs.Husadatama.  Penampilannya fresh mengenakan kemeja putih berlengan panjang. Lengan tangannya yang digulung hingga sikut,  memamerkan otot hasil gym rutin. Kaki panjang dan kokoh pria itu, terlihat nyaman dibalut celana panjang koduroy berwarna coklat.  Sneaker putih menjadi pelengkap fashion stylenya sore itu.

Nara mendadak ragu ketika akan menghampirinya. Menatap ujung sneaker abu, di matanya mendadak saja berubah warna menjadi abu tua lecek.  Ah parah! meski harganya mahal, tapi ia sangat amat malas untuk sekedar melap sepatunya.  

Ck ck ck fix dah gue upik abu! keluhnya. Untung saja, dress abu kota – kotak selutut tanpa lengan menolong tampilannya. Perlahan tangannya melepas ikatan rambut, dengan gerakan tergesa jemari lentik gadis itu menyisir rambut panjangnya.

“Aryan?” 

Akhirnya Nara memutuskan untuk menyapa lebih dulu.  Lalu ia mendudukan dirinya, di sofa double berhadapan dengan Aryan.  Pria itu mengangkat wajahnya dari brosur, mata beriris hitam pekat  menatap lurus gadis didepannya.  Aryan begitu mengagumi wajah imut dan polos tanpa makeup milik Nara. Kulit wajah putih bersih, hidung mungil mancung, serta bibir merah muda tanpa lipstick. Pria itu sangat terpesona dengan  mata sipit bernetra coklat terang. Sorotnya seakan mampu menghipnotis orang didepannya. Mungkin ia sudah mulai terhipnotis.  

“Hey bro!”

Aryan mengerjap, memfokuskan matanya sehabis melamun tak karuan. Nara melambaikan tangan tepat dihadapan wajahnya.

Sableng! nih cewek nyapa gue dengan panggilan bro? pria itu menahan tawa.

“Ayok, lu udah siap kan?” 

“Ya langsung aja, kecuali lu ada keperluan dulu gue tungguin disini”

Nara masih bertahan duduk. Berasa ngomong sama tembok! gadis itu menggerutu dalam hati,  melihat muka datar minim ekspresi didepannya. 

“Gak ada. Haruskah gue manggil lu Kak Nay kayak si Ryu sama si Malik?”

Tanya Aryan sambil berjalan didepan Nara. Tanpa peduli gadis itu mengikutinya atau tidak.

No, just call me Nara!” Jawab Nara cepat.

Ia tersenyum masam, teringat celetukan ayahnya malam itu . Beliau memprotes ketika Aryan memanggil Nara dengan namanya saja tanpa embel – embel, padahal umur gadis itu lebih tua dari Aryan.

KEINARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang