05

5.8K 818 151
                                    


pilih:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

pilih:

#isi part pendek, tapi rajin up

#part panjang, tapi lama up

*

Tadinya Arandra tertarik dengan model tas, tetapi setelah melihat harganya dia langsung terdiam.

Meski sudah berkali-kali memeras laki-laki, Arandra tak pernah senekat ini berdiri di depan sebuah tas dengan harga dua digit. Bahkan tabungannya tak cukup untuk membayar sebuah tas yang dia perhatikan tanpa berkedip saat ini.

Dia sudah memesan beberapa belanjaan sesuai uang yang dia punya, jaga-jaga menghindari malu jika Orlando tak punya inisiatif untuk membayar belanjaannya.

"Kenapa?" Suara pelan Orlando di sampingnya membuat Arandra menghindar dengan terkejut. Cewek itu kemudian menyengir sembari memeluk lengan Orlando.

"Enggak. Ayo ke kasir."

Orlando tak bergerak sama sekali dan hanya memandang Arandra yang terheran. "Lo suka?"

"Suka apa?" tanya Arandra bingung.

Orlando melirik tas yang tadi Arandra perhatikan. "Tas yang itu."

"Ya, tapi aku sadar diri jadi ayo." Arandra berusaha menarik cowok itu yang tak kunjung bergerak. "Sayaaang, kenapa sih?" bisik Arandra dengan nada yang sengaja dibuat manja.

Bukannya menjawab pertanyaan Arandra, Orlando justru memanggil pramuniaga dan mulai menanyakan perihal tas itu. Saat Orlando bertanya kepadanya, Arandra tak banyak bicara karena terkejut.

Seenteng itu?

Arandra yang panik setengah mati meskipun dia tahu Orlando yang sudah pasti akan membayar tas incarannya. Arandra hanya mengikut ketika Orlando menggenggam tangannya menuju kasir.

Saat Orlando bertanya padanya tentang masih butuh sesuatu atau tidak, Arandra hanya menggeleng lemah berusaha tersenyum.

Arandra hanya berdiam diri ketika Orlando membayar semua belanjaannya kepada kasir. Totalnya membuat Arandra tercengang. Pengeluaran Orlando puluhan kali lipat dari mantan Arandra yang paling loyal.

Mereka keluar dari tempat itu dan Orlando membawa semua tas belanja.

"Kenapa?" Orlando menatap Arandra yang kaget sendiri melihat tas belanjaan.

Cewek itu menaikkan pandangan dan melebarkan senyum. "Nggak pa-pa. Lapeeer."

"Ayo makan dulu?" tawar Orlando.

"Oke," balas Arandra dengan senyum semringah.

Dia terlalu bahagia sampai tak sadar memeluk lengan Orlando erat-erat. Sebuah sikap yang paling malas Arandra lakukan ke mantan-mantannya yang lain.

Sekaya apa cowok itu? Baru hari pertama pacaran sudah rela mengeluarkan uang yang jumlahnya tak sedikit. Arandra tak ingin naif. Orlando sudah pasti tahu kelakuannya kepada mantan-mantan sebelumnya. Bukannya cowok itu sudah memperhatikannya dari lama? Bisa saja Orlando ingin menunjukkan pandangan kepada dirinya bahwa Orlando bisa menyesuaikan diri di samping Arandra.

"Oh, iya. Lo tadi bilang mau pulang bareng sepupu, kan? Dia sekarang di mana?" tanya Orlando.

"Riri? Palingan masih di toko buku."

"Riri? Namanya simpel banget," kata Orlando.

"Sesimpel orangnya. Nggak neko-neko juga," balas Arandra.

Orlando menoleh. "Dia udah punya cowok?"

"Hem?" Arandra ikut memandang cowok itu. "Belum."

Tiba-tiba dia merasa malas untuk menceritakan cewek lain. Arandra kembali menghadap ke depan. "Kenapa nanya-nanya dia?"

"Mau gue kenalin ke adik gue."

Balasan Orlando membuat Arandra terkejut. "Kamu punya saudara?"

"Iya, masih SMA." Orlando tersenyum tipis. "Mau gue kenalin ke sepupu lo?"

"Enggak!" seru Arandra cepat. "Riri tuh masih keciiil. Nggak boleh pacar-pacaran."

Orlando mendengkus pelan. Diliriknya Arandra yang wajahnya sedang bosan. "Yang boleh pacaran lo doang, ya."

"Aku kan bisa jaga diri. Kalau Riri kenapa-kenapa, aku juga yang khawatir."

"Bisa jaga diri, ya?" Orlando tersenyum samar. Dia mengacak-acak rambut Arandra hingga cewek itu mengaduh pelan dan sedikit menjauh.

"Orlandooo!" serunya tertahan. Hampir saja dia berteriak jika tak sadar tempat.

"Kenapa?"

"Berantakan tahu." Arandra merapikan rambutnya dengan bibir manyun.

"Sini gue rapiin." Orlando mengaitkan semua tali tas belanjaan di satu tangan, lalu tangannya yang lain mulai merapikan rambut Arandra yang berantakan.

Cowok itu tersenyum memandang Arandra yang terdiam. "Berantakan juga tetap cantik, kok," bisiknya.

Arandra tak mengatakan apa pun. Hatinya berdesir ketika sebuah tangan menariknya mendekat. Orlando memeluk pinggangnya erat ketika mereka sama-sama menaiki eskalator.

***


thanks for reading!

love,

svrinai

Between The Devil and The Deep Blue SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang