by svrinai
part of zhkansas
...
"Byeee!" Arandra melambai dengan semangat melihat kepergian Orlando dengan mobilnya.
Di sampingnya Riri menatapnya sambil mengernyit. "Tumben?"
"Tumben apa?" Arandra menyambar lengan Riri dan memeluknya. "Nanti gue chat kalau udah mau pulang."
"Jangan terlalu malam...," kata Riri pelan.
"Iyaaa."
Hari ini, Riri lagi-lagi menjadi alasan untuk Arandra keluar malam. Tak mungkin dia mengatakan bahwa akan ke rumah orangtua Orlando. Riri selalu dipercaya oleh orangtua Arandra karena Riri tak pernah melakukan sesuatu hal yang buruk dan karena itu juga jadi Arandra memanfaatkan kondisi itu. Mama dan papanya selalu mengawasi Arandra karena tahu Arandra selalu keluar rumah setiap hari.
Masing-masing dari mereka mempersiapkan diri. Riri lebih dulu mandi, disusul Arandra. Arandra baru keluar dari kamar mandi bersamaan dengan Riri yang sudah siap.
Bukan hanya saat mandi, Arandra lama memilih pakaian. Puluhan pakaiannya sudah tergeletak di atas tempat tidur dan tak ada pakaian yang dia rasa bagus untuk dia pakai bertemu dengan keluarga Orlando.
Ketika dia meminta Riri memilihkannya pakaian, ujungnya pilihan Riri juga tak dia coba. Arandra semakin gugup ketika Orlando mengirimkan pesan bahwa dia sudah berangkat dari rumah untuk menjemputnya.
"Ya ampun. Tahu gini harusnya gue beli pakaian terbaik dulu, tahu!" seru Arandra panik. Ditatapnya Riri yang duduk tenang di tepi tempat tidur, di dekat tumpukan pakaian Arandra. "Gue harus pakai apa?"
"Pakai baju." Riri menoleh ke tumpukan baju Arandra. "Itu banyak."
"Maksud gue yang bagus."
"Semuanya bagus, kok."
"Aduh lo nggak ngerti. Udah diem aja."
Riri langsung merapatkan bibir.
Shinta muncul di ambang pintu kamar Arandra berpose ala model. Riri dan Arandra menoleh pada Shinta yang sebelumnya teriak.
"Gimana? Gimana? Outfit gue udah kece belum?" tanya Shinta sembari memegang rok bermotif bunganya. Dia memakai kemeja creme dan rambut yang dicepol.
"Kayak emak-emak," kata Arandra, lalu kembali fokus ke lemari.
Mendengar itu, Shinta naik pitam. Dia memasuki kamar Arandra dan melayangkan kaki yang terbungkus sepatu ke betis Arandra dari belakang.
"Bilang aja lo iri gue mau ketemu Bebeb Gafi. Dia bakalan manggung di kafe dan gue bakalan minta tanda cinta hehe," kata Shinta. Arandra membulatkan bibir dengan mata melotot sambil mengusap betisnya. "Apa lo?"
"Apaan, sih? Siapa juga yang demen sama bebek lo?"
"Lo ngatain Sayang gue bebek?"
"Lo sendiri yang ngomong gitu!"
"Bebeb bukan bebek! Makanya kalau mandi tuh jangan cuma daki badan yang diurusin sampai kinclong kayak piring, telinga lo tuh korek sampai kinclong. Banyak tainya!"
"LO KALI YANG MANDINYA NGGAK BERSIH! YANG SUKA BAU KETEK NGGAK USAH BELAGU! ARGH!"
"AW RAMBUT GUEEE!"
"LO YANG DULUAN!"
Riri hanya bisa menghela napas melihat kelakuan dua bersaudara itu.
***
Setelah mengantar Riri ke rumah temannya, Arandra akhirnya hanya berdua dengan Orlando di mobil. Tujuan mereka adalah rumah Orlando dan Arandra selalu mengambil napas, lalu mengembuskannya pelan di sepanjang perjalanan karena rasa gugup.
Pada akhirnya dia tidak membawa kue buatannya. Khawatir orangtua Orlando ada masalah dengan gula atau sejenis tepung. Arandra memutuskan membeli buah-buahan yang lebih sehat. Karena perubahan pikiran itu muncul saat Orlando sudah menjemputnya, alhasil dia harus membeli buah dulu sebelum menuju rumah Orlando.
Orlando sudah melarangnya, tetapi bagaimana pun Arandra merasa tak bisa datang ke sana tanpa membawa apa-apa. Arandra sebenarnya juga tak enak jika harus membuat Orlando menunggu, tetapi sekali lagi dia tak bisa datang dengan tangan kosong.
Kesan pertamanya kepada orangtua Orlando harus bagus.
Ini hari yang penting.
Mobil Orlando berhenti di tepi jalan yang sepi pengendara. Dekat dengan sebuah perumahan elit. Arandra menoleh bingung. Dilihatnya Orlando yang sedang memainkan ponsel dan mengetikkan sesuatu di sana.
"Kenapa?" tanya Arandra pelan. Ketika Orlando menoleh padanya dengan raut wajah bersalah, Arandra mulai merasa tak enak.
"Maaf. Orangtua aku tiba-tiba ada urusan kerjaan dan nunda makan malam bareng kita."
Arandra terdiam. Refleks dia tersenyum menyimpan kekecewaan. Namun, dia berusaha terlihat tetap tenang. Orangtua Orlando sibuk. Dirinya memang sedih karena momen yang dia tunggu-tunggu meski membuatnya gugup berakhir gagal seperti ini, tetapi Arandra berpikir pasti Orlando juga merasakan hal yang sama.
Raut wajah Orlando itu membuat Arandra jadi ingin memeluk Orlando. Arandra merentangkan tangannya sambil manyun. "Mau peluk."
Orlando mendekat. Dia mengusap punggung Arandra sambil mengecup puncak kepalanya. "Maaf. Orangtua aku memang sering sibuk tiba-tiba."
"Aku nggak apa-apa. Nggak usah minta maaf." Arandra menghela napas. "Kan bisa lain kali."
Arandra mengangkat wajahnya. Orlando tersenyum sambil memandang sepasang mata cewek itu.
Orlando tersenyum bukan karena rasa sayangnya kepada Arandra dan menenangkannya, tetapi senang karena tadi melihat wajah sedih Arandra.
Dia berhasil membuat Arandra percaya dengan sandiwara yang dia buat.
Sejak awal dia tak pernah menceritakan apa pun tentang Arandra kepada kedua orangtuanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Between The Devil and The Deep Blue Sea
Dla nastolatkówSELESAI ✔️ "Kalau aku hamil?" Arandra memandang Orlando dengan ragu. Orlando tersenyum menenangkan. "Aku bakalan tanggung jawab." copyright, 2021.