"Gini-gini, aku jago renang, loh." Arandra duduk di samping Orlando dan mengulurkan tangan yang sedang memegang topi renang. "Nih, pakaiin."
Orlando duduk menyamping. Arandra juga mengubah posisi membelakangi cowok itu sambil mengangkat rambutnya setelah menyatukannya dengan lingkaran ibu jari dan telunjuk.
Tanpa mengatakan apa pun Orlando mulai memasangkan topi itu. Arandra ikut terdiam menunggu Orlando bersuara. Namun, yang ditunggunya tak kunjung terjadi. Yang di pikiran Arandra, cowok itu terlalu serius memasangkannya topi.
"Udah."
"Cepet banget." Arandra memegang topi renang di kepalanya kemudian melihat Orlando yang kembali menceburkan diri ke kolam.
"Jadi lomba renang, kan?" tanya Orlando.
Arandra tertawa sambil merenggangkan otot-otot. "Iya, terus kamu ngapain malah turun duluan. Mau curang? Ayo naik."
Orlando bergerak ke ujung kolam, lalu naik ke atas sana dan berdiri tepat di samping Arandra dengan jarak yang sangat dekat sambil membuka kacamata renangnya. Arandra sampai menoleh bingung.
"Agak ke sana dikit. Nanti kebentur gimana?" tanya Arandra, kemudian bibirnya mengatup rapat ketika Orlando memegang kepala Arandra dengan lembut dan memasangkan kacamata renang miliknya kepada Arandra.
Orlando kemudian memberi jarak. "Kalau tahu lo nggak bawa kacamata renang, gue bawa dua."
"Haha." Arandra tertawa kaku. "Terus lo nggak pakai?"
"Iya, udah biasa kok. Siap, kan?"
"Siap!"
"Pertama, harus kayak gini." Orlando memosisikan diri bagaimana dia pernah memulai start dalam perlombaan renang. Siang tadi saat di mal Arandra yang antusias ingin diajari segala hal tentang renang. Bahkan ungkapannya yang ingin sekali-kali diajak berlomba langsung ditanggapi cowok itu.
Tak harus menunggu sampai waktu yang sangat lama. Orlando langsung mengajaknya malam ini juga. Arandra mengiyakan dengan cepat bahkan tak sabar dengan petualangannya yang baru, yang sangat berbeda dari perlakuan mantan-mantannya yang lain.
Arandra selalu mengaitkan hal itu. Selalu menganggap Orlando berbeda sampai Arandra bingung apa yang membedakan Orlando dengan yang lain. Secara tak kasat mata, semua cowok yang dia temui selalu sama mendekatinya karena wajah dan tubuhnya.
Arandra tak tahu apakah Orlando mengincar tubuhnya seperti mantan-mantan Arandra yang lain. Orlando memang sering memeluknya ketika di tempat umum, tetapi anehnya sekarang cowok itu bahkan tak menyentuhnya sama sekali di kondisi yang sangat memungkinkan Orlando untuk mengambil kesempatan.
Arandra sengaja memancing Orlando. Sengaja menyuruh Orlando memasangkannya topi renang agar ketika dia mengangkat rambut, sebagian punggungnya yang terekspos bisa menjadi fokus cowok itu.
Dia melakukan hal yang selalu sama. Memancing cowok untuk tertarik dengan tubuhnya, kemudian ketika mereka menunjukkan tanda-tanda ketertarikan untuk melakukan hal lebih kepada tubuhnya, maka Arandra akan memutuskan hubungan saat itu juga.
Jika Orlando berani berbuat lebih malam ini, maka malam ini juga dia akan memutuskan cowok itu.
Arandra berhenti dan mengangkat wajahnya dari air. Dibukanya kacamata untuk melhat Orlando dengan jelas. Cowok itu sangat cepat. Arandra tak bisa mengimbangi. Orlando sudah kembali ke garis sebelumnya dan dari jauh dia sedang menaikkan tangan.
"Kenapa?"
"Capek!" teriak Arandra. Dia mendorong dirinya dari dinding kolam dan kembali berenang. Hanya beberapa kali ayunan dia berhenti. Dipandanginya Orlando yang terdiam di balok start. "Orlando!" teriaknya panik.
Teriakan panik itu tak membuat Orlando bertanya dulu, tetapi dia langsung melompat ke kolam dan menghampiri Arandra yang tak bergerak sama sekali.
"Kaki aku kayaknya kram."
Orlando tak membalas perkataannya. Cowok itu memegang masing-masing tangan Arandra dan menariknya ke tepi kolam.
Tiba di tepi kolam, Orlando mengangkat pinggang Arandra sampai cewek itu duduk di tepi kolam. Kedua kaki Arandra ikit dia naikkan dan luruskan sebelum dia ikut naik dan memijat kaki Arandra yang terasa kram.
"Parah nggak?" tanya Orlando dengan pandangan fokus ke kaki Arandra yang sakit.
Arandra menggeleng tanpa mengalihkan pandangan dari Orlando. "Ini nggak parah. Nanti juga baikan kalau aku diemin. Kamu kalau masih pengin renang, renang aja. Aku nunggu kamu sambil nunggu kakiku normal lagi."
"Mau gue antar sampai kursi?" Orlando menoleh. Hampir saja Arandra terkejut karena masih memandang Orlando nyaris tanpa berkedip.
"Nggak. Aku di sini aja. Mau mainin air. Hehe."
"Oke. Kalau ada apa-apa teriak, ya?" Orlando berdiri bersiap untuk melompat kembali.
Tanpa sadar, Arandra tersenyum melihat Orlando kembali berenang. Sikap Orlando yang tak dia duga membuatnya semakin penasaran kepada cowok itu.
Barusan dia berbohong tentang kram. Dia hanya ingin melihat bagaimana perlakuan Orlando padanya.
Arandra tak punya alasan untuk memutuskan Orlando malam ini. Justru dia ingin melihat sejauh mana hubungannya dengan Orlando bertahan.
Atau tepatnya, sejauh mana Orlando akan mempertahankan hubungan mereka karena selama Orlando tak berbuat macam-macam kepadanya, dia tak akan memutuskan cowok itu.
Seseorang memasuki ruang renang membuat Arandra yang sebelumnya melihat sekilas segera menoleh. Arandra mengernyit. Saat mengenali siapa cowok yang masuk, dia langsung berdiri.
"Daniyal!" teriak Arandra sambil melangkah, mendekati cowok bernama Daniyal yang merupakan teman sekelasnya. Daniyal berhenti dan menoleh pada Arandra.
Orlando naik ke tepi. Dilihatnya Arandra menghampiri Daniyal dengan santai.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Arandra penasaran. Daniyal hanya melihatnya sekilas tanpa mengeluarkan kata-kata. Cowok itu memandang Orlando yang memasuki ruang ganti. "Oh, iya. Gue baru inget lo anak renang juga, ya?"
Arandra nyaris lupa pernah mencari tahu sedikit tentang Daniyal. Teman kelasnya yang sangat pendiam pernah membuat Arandra berniat untuk menjadikan Daniyal sebagai targetnya.
Hanya saja, Arandra langsung mundur karena Daniyal anak orang kurang mampu yang bisa bersekolah di STARA karena prestasi. Arandra tak ingin berpacaran dengan anak orang miskin karena dia masih memikirkan orangtua mereka yang pas-pasan menghidupi kehidupan sehari-hari.
"Halo." Arandra melambaikan tangan. "Lo kenapa, sih? Pantes aja dikatain kenebo kering."
Daniyal menyampirkan tasnya ke bahu. "Lo yang kenapa?" tanyanya dingin.
Arandra menggaruk tengkuknya. "Ya, nyapa doang. Emang salah?"
Daniyal berdecak. Dia segera ke ruang ganti bersamaan dengan Orlando yang keluar dari sana.
"Siapa?" Orlando berhenti di samping Arandra dan membuka handuk yang barusan dia bawa, lalu dipakaikannya kepada Arandra untuk membungkus tubuh cewek itu.
"Temen kelas. Kamu nggak kenal? Kan sama-sama di renang." Arandra mendongak. "Yang, kok bawain handuk?"
"Ayo pulang." Orlando menarik Arandra menuju ruang ganti perempuan.
"Hah? Kan baru bentar."
Orlando berhenti di depan ruang ganti, lalu memandang Arandra. "Lo nggak mau makan? Pasti laper, kan?"
"Iya, sih. Ya udah aku masuk, ya." Arandra melambaikan tangannya singkat.
"Gue jagain di luar." Orlando bersandar di dinding. Dia menoleh ketika Daniyal keluar dari ruang ganti lain dan berjalan menuju tepi kolam.
"Tumben mau datang latihan jam segini?" tanya Orlando kepada Daniyal yang tak jadi melompat.
***
thanks for reading!
love,
KAMU SEDANG MEMBACA
Between The Devil and The Deep Blue Sea
Teen FictionSELESAI ✔️ "Kalau aku hamil?" Arandra memandang Orlando dengan ragu. Orlando tersenyum menenangkan. "Aku bakalan tanggung jawab." copyright, 2021.