•4. Video

31 1 0
                                    



Di Kantor Polisi, Ezza langsung menghampiri salah satu petugas yang berjaga di area depan pintu. Tak bisa dipungkiri bahwa namanya jadi ikut terseret dalam kasus pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Delon ini. Jika saja waktu bisa diulang, lebih baik Viktor saja yang Ezza pukuli bukan Delon.

"Pak, izin saya ingin dimintai keterangan dalam sebuah kasus." Ujar Ezza ramah.

"Baik, ikut saya."

Ezza dibawa oleh petugas itu ke dalam sebuah ruangan yang di sana sudah terdapat satu polisi yang tengah sedia bersama satu komputernya. Bahkan tak hanya polisi tadi yang didapati Ezza, melainkan Rasya dan Abu juga berada di sana duduk di depan hadapan polisi itu. Tak lama Ezza di persilahkan duduk di salah satu bangku di antara Rasya dan Abu.

"Anda, saudara Altezza?" tanya polisi itu.

"Benar, Pak." balas Ezza sopan.

"Saya Letnan Wirya. Hendak saya menyuruh kedatangan anda ke sini untuk meminta sebuah keterangan lebih jelasnya terhadap kejadian pemberontakan yang terjadi pada tanggal 2 Mei kemarin." Pak Wirya mengedarkan pandangannya ke layar komputer, "Di mana keberadaan saudara kala terjadinya peristiwa itu?"

"Saya berada di tempat kejadian. Bahkan saat itu saya tengah berhadapan dengan korban,"

"Baik. Lantas apa yang terjadi pada korban sehingga beliau tewas akibat kekurangan darah?" kata Pak Wirya mulai serius.

"Saat itu ketika saya tengah berselisih paham dan beradu mulut dengan korban. Tiba-tiba saja salah satu teman saya yang bernama Viktor, ia berlari mengarah ke korban dan langsung menusuk korban dengan sebilah pisau di tangannya." terang Ezza.

Entah apa yang dipikirkan Viktor saat itu, yang jelas seingat mata Ezza melihat bahwa Viktor kala kejadian tawuran itu memang sudah berlagak aneh. Untuk asal-usulnya, Viktor merupakan salah teman dekat Ezza. Bukan hanya teman dekat melainkan Viktor juga merupakan salah satu dari tujuh anggota utama Geng Venom. Lelaki itu sebenarnya sudah lama menyimpan dendam dengan Geng BaraKuda semenjak keluarganya dipukuli habis-habisan oleh salah seorang anggota Geng BaraKuda, bahkan mengakibatkan kakak satu-satunya itu tewas akibat benturan keras di kepalanya. Dari sanalah semua berawal.

"Baik, saya rasa mungkin cukup data yang anda berikan." Pak Wirya menyelesaikan obrolan di antara mereka.

"Tunggu, Pak. Potong Ezza. "Saya bingung, bagaimana bapak bisa tahu bahwa pelaku penusukan itu adalah teman saya yang bernama Viktor?"

Pak Wirya tersenyum, "Itu karena kami sudah memiliki bukti yang kuat,"

"Bukti yang kuat?" Ezza mengernyitkan dahinya.

"Ya, bukti yang berupa video amatir saat kejadian pemberontakan itu." Pak Wirya membuka salah satu file di komputernya lalu menampilkannya kepada Ezza dan dua orang yang berada di sampingnya.

Ezza semakin dibuat kaget. Bagaimana bisa video yang menampilkan kejadian waktu tawuran itu dimiliki oleh polisi. Dan juga, menurut Ezza saat itu tidak ada seorangpun dari anggota Geng Venom yang merekamnya. Atau mungkin justru anggota Geng BaraKuda lah yang merekamnya. Tetapi, untuk apa kejadian itu mereka rekam?

"Dari siapa video itu, Pak?" Ezza melirik Pak Wirya.

"Itu privasi. Saksi tidak ingin menyebarkan identitasnya kepada orang lain." Pak Wirya tersenyum, "Terima kasih sekali lagi untuk informasinya, jika tidak ada kepentingan lagi anda sudah bisa dipersilahkan untuk keluar."

"Pak, apakah saya diperbolehkan untuk menjenguk teman saya, Viktor?"

"Tentu. Saudara Viktor ada diruang tahanan sementara,"

***

Ezza berjalan menyusuri bilik-bilik ruangan ditemani Rasya dan Abu di sampingnya. Letnan Wirya berada di depan guna mengarahkan ke arah ruangan yang di mana terdapat seseorang yang ingin Ezza temui, Viktor.

"Sya, lo dipanggil buat di mintain keterangan juga?" kata Ezza memecah kebisuan di antara mereka.

Rasya melirik Ezza, "Gue awalnya cuman mau nengokin Viktor doang. Tapi malah tiba-tiba dimintain keterangan juga, ini semua gara-gara Abu."

"Lah?! Kok gue?" Abu yang dari tadi diam mendengarkan lekas mengeluarkan kata-kata pertahanan. "Bukan gue, Za. Tuh anak emang suka nuduh-nuduh gue."

"Gue nggak mau lihat orang berantem." ketus Ezza langsung membuat kedua temannya itu kembali hening bak batu.

"Ini dia ruangannya," Pak Wirya menunjuk ke salah satu ruangan dengan tiang-tiang besi yang melindunginya. Bukan hanya itu, melainkan di dalamnya terlihat sesosok pria dengan wajah pucat dan rambut yang acak-ajakan sedang tersungkur lemas di bawah lantai.

"Ezza?" sahut pria itu selepas menyadari kehadirannya Ezza dan yang lainnya. "Za, tolongin gue Za. Gue nggak salah apa-apa, polisi-polisi ini sudah salah nangkap orang kan?"

"Vik. Tenang dulu," Ezza menghempaskan nafasnya berat, "Kita bicara di kursi ruang tunggu."

Viktor mengikuti perkataan Ezza, kini kedua cowok itu sedang duduk berhadapan di sebuah ruang tunggu. Dua lelaki dengan sikap pemikiran yang sama, yakni sama-sama teguh akan pendiriannya masing-masing.

"Za. Kenapa gue ditangkap polisi sih?!" Sudah sejak tadi Viktor tak henti-hentinya menutupi kesalahannya yang sudah terlihat jelas kali bahwa dialah pelakunya. "Lo bisa kan keluarin gue dari sini, pasti bisa kan. Lo kan ketua gue,"

"Viktor." Panggil Ezza serius, "Buka mata lo. Sekarang lo harus terima nasib ini, nasib karena telah membunuh seseorang,"

"Membunuh?! Gue nggak nganggep yang gue lakuin itu adalah membunuh. Melainkan itu adalah keadilan." Tangkis Viktor.

"Vik, gue tau lo punya dendam sama anak-anak Geng BaraKuda. Tetapi bukan berarti lo juga harus bikin dendam juga kan ke mereka,"

"Za! Lo nggak tau betapa menyedihkan hidup gue. Kedua orang tua gue mengalami cacat hidup, dan kakak gue harus meninggalkan dunia ini. Lo pernah ngerasain itu nggak?!" Viktor menggebrak meja.

"Gue pernah ngerasain kehilangan orang yang tersayang, Vik." Ezza menatap lekat-lekat mata Viktor, "Tapi gue nggak bisa apa-apa, gue nggak bisa ngebangunin ibu gue untuk hidup lagi,"

Viktor terdiam sembari menundukkan kepalanya.

"Dan sekarang, lo cukup ngakuin aja kesalahan lo dan ikuti hukuman yang tertera. Jadikan semuanya menjadi pelajaran,"

"Hehehe," Viktor terkekeh sinis, "Apa?! Jadikan semuanya pelajaran? Sejak kapan lo jadi naif gini, Za?"

"Lo tau nggak apa arti dendam?!" Viktor menarik kerah baju Ezza hingga membuat lawan bicaranya itu tertarik ke atas.

"Bajingan lo," Ezza memberikan sebuah bogem mentah tepat berada di pipi kanan Viktor hingga membuatnya jatuh terkapar di lantai. "Gara-gara lo, adik gue harus banting tulang sendiri buat ngurusin anaknya. Seharusnya kalau lo nggak bunuh Delon, gue masih bisa nyuruh dia untuk tanggung jawab ke adik gue."

"I Don't Care, Ezza." Viktor kembali menegapkan badannya. "Yang gue butuhkan sekarang, adalah tolong keluarin gue dari sini."

"Sorry Vik. Tapi sekarang tempat ini akan menjadi rumah lo untuk sementara," tutup Ezza lalu segera pergi meninggalkan Viktor yang masih terdiam kaget akan ucapannya.

"Ketua Geng darimana nya lo?"

~•~

Happy Read....
My Peace...
Futaa...

ALTEZZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang