"Eh?! itu kertas apaan, Sha?" tanya Vania tanpa menunggu perintah, langsung saja menyambar secarik kertas dari genggaman Asha."What?! Konser?! Besok?!" seru Vania lantang setelah membaca habis isi kertas yang sekarang sudah berada di kawasan tangannya
"Van!!" Teriak Asha membuat Vania lekas mengatup mulutnya rapat-rapat bak toko yang sudah tutup. "Bisa nggak sih biasa aja, berisik tau. Bikin malu gue aja di depan orang-orang."
Vania segera melihat sekelilingnya yang tak lama ia pun menyengir, "Sorry, kebiasaan. Ya maaf-maaf,"
"Kebiasaan lu ngerugiin orang di sekitar," ucap Asha tak habis pikir. Bisa-bisanya ia mempunyai teman yang hobinya teriak-teriak gajelas seperti ibu-ibu menyambar baju diskonan di mal.
"Ini seriusan besok ada konser?"
"Iya," Asha melirik wajah Vania yang sedari tadi sibuk menatapi dirinya dengan tatapan curiga. "Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu?"
"Apa jangan-jangan," Vania menutupi mulutnya dengan tangan, "Lo sama Ezza tadi lagi ngebahas konser besok? Ya ampun, Sha! Gue nggak nyangka kalo gerakan lo lebih cepat daripada yang gue duga."
"Astaga." Asha mengatur napasnya kuat-kuat, berusaha mengumpulkan segala kesabaran untuk menghadapi seekor betina lelet di depannya. "Ngaco lo! Ngapain gue bahas gituan sama Ezza. Dia nya aja yang nggak sengaja berada di sekitar sini."
"Udah lah, Sha. Jangan bohong sama gue, dari awal gue juga tau kok kalo lo emang ada rasa sama Ezza. So ya! Ini kemajuan yang bagus." Vania mengacungkan jempolnya.
Asha membuka pupil matanya lebar-lebar. Entah apa yang ada dipikiran temannya itu sekarang, yang terpasti, satu hal yang penting. Ia sama sekali tidak ada rasa satupun terhadap serigala sekolah itu. Hati Asha bukan untuk sembarang orang, melainkan khusus untuk seseorang yang ia anggap berharga saja baginya.
"Udah ah, ngomong sama lo malah makin ngaco. Gue mau pulang aja, mobil gue udah nungguin tuh di depan. Bai!!" ujar Asha kemudian pergi berjalan mendahului Vania.
"Eh-eh Asha. Jangann!! ayo temenin gue nontonin drakor-nya!!" rengek Vania mengejar.
***
Sore hari di depan halaman parkir sirkuit Tandear, Ezza dan teman-teman gengnya lengkap sudah siap berdiri menunggu tanda-tanda kehadiran Geng BaraKuda.
"Mana nih anak-anak BaraKuda, lama banget anjir!!" Kesal Berto memecah keheningan di antara mereka. "Kesabaran gue udah habis, mana perut gue laper lagi sekarang."
"Jangan pingsan di sini, Ber." Saut Rakel lekas menghampiri Berto yang sudah terduduk lemas di bawah pohon mangga. "Tahan, Sobat. Sedikit lagi kita akan mendapatkan kebebasan," goda Rakel.
"Kebebasan hidung lo! Ini aja belum mulai-mulai." Gerutu Berto, "Gue mau ke warung masakan Padang aja dah, perut gue udah nggak bisa ditahan."
"Kayaknya bukan ke warung masakan Padang sih ini, Ber. Tapi ke rumah sakit, soalnya bayi kandungan lo udah mau lahiran tuh hahaha," gelak Rakel kemudian anggota lainnya pun ikut tertawa melihat mereka.
Berto lantas mengacungkan jari tengah, "Sialan lo, Kel."
Ezza masih setia berdiri di atas motor hitam kebanggaannya itu. Sudah sangat lama mereka menunggu di sini dan tak kunjung mendapat kabar dari geng BaraKuda. Apakah mereka hanya ingin main-main? Jikalau itu benar terjadi, Ezza bersumpah tidak akan mengampuni geng itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEZZA
Fiksi RemajaMereka mengenalnya Altezza atau biasa dipanggil Ezza. Sesosok pria yang masih duduk di bangku SMA namun sudah bisa menjadi pemimpin dalam suatu geng motor terbesar di kota itu. Geng Venom. Nama yang ditakuti dan disegani oleh seluruh geng-geng motor...