•5. Mereka

30 1 0
                                        


Perkataan yang dilontarkan Viktor tadi berhasil membuat Ezza terdiam dan kembali menghentikan langkahnya.

"Lo cuman orang yang bersembunyi di balik kata 'Ketua', padahal sebenarnya lo tuh bukan siapa-siapa." Sambung Viktor.

"Gue nggak punya kewajiban untuk selalu menjaga lo dari masalah apapun." Ujar Ezza tanpa sedikit pun melirik Viktor dan kembali melanjutkan langkahnya pergi keluar dari ruang tunggu.

"Dasar Ketua Bajingan!!" Sorak Viktor, "Gue pastiin setelah gue keluar dari sini, gue bakal hancurin dunia lo. Ingat itu Altezza!"

Ezza tidak terlalu memikirkan perkataan temannya itu. Walaupun Viktor merupakan sahabat lamanya, namun kesalahan tetaplah kesalahan. Ezza berharap dengan hukuman ini dapat menjadikan Viktor untuk mengurangi rasa dendamnya terhadap Geng BaraKuda. Meski Ezza sendiri masih belum bisa sepenuhnya memaafkan geng itu karena telah berhasil merusak kehidupan adiknya.

***

Sore ini Asha dan Vania sedang bekerja kelompok di rumah Asha. Awalnya Asha sudah meminta berulang kali untuk mengerjakannya di rumah Vania saja tetapi Vania justru mengancam akan bunuh diri jikalau Asha tidak mau menuruti kemauannya. Untuk itulah Asha harus terpaksa kerja kelompok di rumahnya sendiri.

"Sha." Panggil Vania sembari mengetik sesuatu di laptopnya, "Dagu lo udah nggak kenapa-kenapa kan? Udah nggak sakit kan?"

Asha melirik Vania, "Iya, untung aja cuman merah doang."

"Syukur deh kalau gitu, gue juga waktu tadi di sekolah panik banget tau. Masalahnya Ezza genggamnya dagu lo kuat banget."

"Nggak tau tuh, sama cewek kasar banget," geram Asha masih tidak terima dirinya tadi dibuat menangis kesakitan di sekolah.

"Hahaha, Ezza emang begitu, Sha." kata Vania, "Orangnya emang keras,"

"Keras?"

"Iya. Dia kan terkenal dengan jabatannya yang 'Ketua Geng Venom' itu. Lo tau kan kalau ketua geng motor pasti hobinya berkelahi. Nah sama kayak Ezza, dia juga suka begitu. Dan juga selama ini nggak ada orang yang pernah berani naikin nadanya saat ngomong di depan Ezza, baru lo doang yang berani." Jelas Vania.

Asha menghentikan aktivitas mengetiknya, "Emangnya semengerikan itukah, dia? Sampai semua siswa-siswi di sekolah segan sama dia."

"Iyalah jelas." Vania membalikkan layar laptop-nya ke arah Asha. "Liat foto ini,"

Dengan sedikit bingung Asha melihat layar laptop Vania yang bergambarkan foto tujuh orang lelaki dengan berjaketkan hitam dan garis-garis hijau di lengan kanannya. Di tambah dengan motor hitam di samping masing-masing dan wajah yang terlukis garang di antara mereka.

"Ini Geng Venom, itu?" Asha menaikkan alisnya.

"Yups!" Vania menjentikkan jari. "Ini adalah tujuh anggota utama Geng Venom."

"Yang ini," Vania menunjuk ke sosok gambar lelaki yang berdiri di paling tengah. "Namanya Altezza, panggilannya Ezza alias orang yang udah bikin dagu lo sampai masuk UKS tadi,"

Asha terkekeh, "Hehehe, ngeledek lo?"

Vania pun ikut terkekeh bahkan ia sampai terpingkal-pingkal sembari memegang perutnya karena terasa geli. "Iya-iya sorry, bercanda."

"Kalau empat orang di samping itu, siapa?" Asha menunjuk ke gambar tiga lelaki yang berdiri berderetan di sebelah kanan Ezza.

"Oh, itu namanya David, Berto dan Rakel." Terang Vania, "Mereka teman dekatnya Ezza, bukan cuman deket tapi sekelas. Lucunya itu, mereka seperti ekornya Ezza tau, kemana-mana Ezza pergi, mereka selalu aja ngebuntutin. Kayak kucing sama majikannya aja, hahaha.."

"Hahaha, lo kalo disini berani ngejek dia ya. Waktu di sekolah tadi malah kayak gini "Aduh, Za. Kita tunggu mereka pergi aja ya," hahaha, cupu banget tau nggak." Goda Asha sambil menirukan perkataan temannya kala ketakutan akibat tidak berani melewati Ezza dan teman-temannya.

"Dih, lo nyebelin Sha." Vania berkacak pinggang dengan wajah yang memerah malu. "Gue kan takut kalo dipergoki dan dicengkeram kayak lo tadi. Bisa-bisa gue pingsan di tempat tau nggak."

Asha tertawa dengan lepas melihat tingkah temannya yang selalu saja berhasil membuat ia kembali senang. Sejak pertama kali ia pindah ke SMA Bintara, Vania lah teman pertama yang mengajaknya berkenalan dan sampai sekarang mereka berteman baik. Duduk bersebelahan di kelas, mengerjakan PR bersama dan lain-lain. Menurut Asha, Vania adalah sahabat terbaiknya sejauh ini.

Di sela-sela mereka berbicara tiba-tiba sosok wanita paruh baya datang menghampiri mereka sembari membawa dua gelas sirup orange yang berdiri tegap di atas nampan.

"Wah..wah..wah," saut wanita itu membuat Asha dan Vania seketika berhenti berbicara. "Lagi pada ngomongin apa sih, kok kayaknya seru banget. Boleh dong, tante ikutan juga,"

"Eh, halo tante," sapa Vania. "Nggak kok lagi ngebahas hal-hal lucu aja,"

"Iya," timpal Asha. "Mamah ketinggalan berita sih jadinya nggak bisa ikut ketawa,"

"Oh iya deh," wanita yang disebut 'mamah' oleh Asha itu mengambil tempat di samping Asha yang duduk santai di atas karpet. "Terima kasih ya, Vania. Sudah mau menjadi temannya Asha."

"Iya, sama-sama kok tante,"

"Tante seneng karena Asha di sini sudah mempunyai temen barunya dan sudah kembali semangat sekolah." jelas Nia, ibu Asha. "Karena waktu di Surabaya, Asha itu anaknya pendiam. Jarang berteman dan lebih sering mandiri, ya kan?" Nia melirik putrinya.

"Hehehe," Asha menyeringai."

Asha Aurisstela Adhitama, anak kedua dari pasangan konglomerat yang bekerja di sebuah perusahaan yang terkenal memproduksi produk-produk kosmetik itu. Saat di Surabaya, perusahaan yang dipegang oleh ayah dan ibu Asha sangatlah meningkat pesat membuat keluarga itu akhirnya bisa membangunkan perusahaannya di daerah Jakarta Selatan. Saat di Surabaya sikap Asha sangatlah berbeda jauh dengan sikapnya yang di Jakarta. Waktu ia bersekolah di Surabaya, Asha terkenal  pendiam dan jarang bersosialisasi. Ia lebih memilih terus belajar dan lebih mengejar cita-citanya. Barulah di Jakarta ini, ia pun mengenal arti persahabatan dan kekeluargaan yang sesungguhnya.

"Ya udah, tante tinggal masuk dulu ya. Kalian lanjutin aja lagi belajarnya oke, tapi jangan sampai kemalaman ya," Nia beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Asha yang masih sibuk berbincang.

"Siap mah," Asha mengangkat telapak tangannya dan membentuk sikap hormat.

"Oke gue lanjutin ya," sambung Vania, "Kalau tiga orang yang di sebelah kiri Ezza ini namanya adalah Viktor, Rasya dan Abu."

Asha menatap Vania lekat-lekat. "Kok lo bisa tau banyak gitu sih, Van?"

"Ya iyalah, siapa sih yang nggak kenal sama Geng Venom di Jakarta Selatan ini? Mereka itu famous banget."

"Tapi, tiga orang ini gue nggak ngelihat deh di sekolah,"

"Iya, Sha. Mereka bertiga sekolah di SMA lain. Nah, denger-denger mereka bertiga inilah anggota geng Venom yang sifatnya paling berandal. Hobinya emang udah pasti balapan liar dan berkelahi. Bahkan..." kata-kata Vania sengaja ia panjang-panjangkan.

"Bahkan kenapa?" ucap Asha tidak sabar.

"Nungguin ya? Hahaha..." Kekeh Vania namun kemudian kembali hening setelah melihat reaksi seram yang ditampilkan oleh Asha. "Sorry-sorry. Bahkan Viktor ini, sekarang lagi dipenjara akibat membunuh salah seorang yang terlibat waktu tawuran 2 Mei kemarin,"

~•~

Happy Read...
My Peace...
Futaa...

ALTEZZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang