10 - Bunda

442 47 14
                                    

Hara meraih lengan Jeongwoo untuk dia genggam. Matanya menatap Jeongwoo dalam, dia sangat menantikan jawaban pria itu.

Merasa Jeongwoo tidak akan menjawab pertanyaannya, Hara menyingkirkan lengan Jeongwoo dengan mata yang berkaca-kaca. Dia menidurkan dirinya membelakangi Jeongwoo yang masih terdiam.

"Ra.." Panggil Jeongwoo dengan lembut.  "Sini coba madep aku." Jeongwoo mengelus lembut pundak Hara. "Haraㅡ"

"Jeongwoo pergi aja deh." Lirih Hara.

"Dengerin gue dulu." Ucap Jeongwoo masih dengan kelembutannya.

"Gak mau. Jeongwoo sana pergi!"

Jeongwoo menghela nafasnya. Dia mengedarkan pandangannya kearah lain. Apakah ucapannya semalam sangat berdampak pada Hara?

Jeongwoo tidak pernah memikirkan dampak dari ucapannya itu. Baginya mungkin Hara hanya akan menganggap ucapannya hal yang biasa. Karena pada dasarnya, ucapannya itu tidak ada salahnya.

Dia terpaksa dan dia jujur.

Tapi dia sadar akhir-akhir ini dia merasakan hal yang aneh saat bersama Hara. Tapi dia belum paham, hal aneh apa yang dia rasakan.

Jeongwoo sedikit mengintip Hara yang masih membelakanginya. Melihat gadis itu menghapus air mata, Jeongwoo jadi merasa bersalah.

"Maaf." Ucap Jeongwoo pelan namun masih bisa didengar Hara.

"Gue gak ngerti akhir-akhir ini gue kenapa, Ra. Gue juga nggak ngerti kenapa selalu nama lo yang terus gue pikirin setiap mau tidur."

"Lo tau, gue emang terpaksa. Tapi lo juga harus tau kalo selama ini yang gue lakuin buat lo tetap gue lakuin walaupun terpaksa."

"Seterpaksa-nya gue, gue bahkan selalu nurutin kemauan lo."

Melihat pergerakan Hara yang perlahan berbalik menghadapnya. Jeongwoo tersenyum. Dia membantu gadis itu untuk kembali duduk.

Tak lupa dia juga ikut duduk disebelah Hara. Lengan Hara dia genggam dengan erat. "Lo yang harusnya jangan pergi."

Hara yang tidak mampu berkata-kata lagi melebur ke dalam pelukan lembut Jeongwoo. Sesekali dia merasakan Jeongwoo mencium keningnya.

Hara menenggelamkan wajahnya didada Jeongwoo. Dia bahkan bisa merasakan debaran yang sangat cepat itu.

"Jantung Jeongwoo kenapa disko?" Tanya Hara dengan polos.

______

Tok. Tok. Tok

Sudah lebih dari 3 menit pintu tak kunjung di buka-buka. Hara juga sudah menelpon Jaehyuk, berharap kakaknya itu mengangkatnya dan membukakan pintu.

Hara melirik Jeongwoo yang tampak kalem dan santai. Tidak seperti Jeongwoo yang biasanya. Jeongwoo yang selalu marah-marah hanya karena hal kecil yang dia minta.

Hara tersenyum tipis.

Menyadari dirinya daritadi ditatap Hara, Jeongwoo pun menoleh. Dia ikut tersenyum, bedanya dia tersenyum salah tingkah.

Ceklek

Pintu di buka dan menampilkan Irene yang tersenyum tipis, namun tangan kanannya sibuk dengan benda pipih yang dia ajak bicara. Ya, Irene sibuk menelpon.

Irene langsung kembali masuk dan duduk diruang tamu yang mejanya sudah penuh dengan berkas-berkas dan juga laptop.

Hara yang menyaksikannya saja lelah. Gadis itu menarik Jeongwoo masuk lalu mengantarkan pria itu ke kamar Jaehyuk.

Namun sebelum pintu kamar Jaehyuk tertutup Jeongwoo mengusak gemas puncak kepala Hara.

"Lo cantik." Jeongwoo menatap Hara. "Cantik."

Hara cukup terkejut dengan ucapan yang sangat tiba-tiba itu. Bibirnya sedikit membentuk lengkungan. "Oyaaa? Jeongwoo kemana aja baru tau?" Ucap Hara dengan pedenya.

Jeongwoo terkekeh geli. Tangannya dia taruh dipundak Hara, mengelusnya dengan lembut. "Iyaa, lo yang paling cantik deh."

Hara tertawa kecil. Melihat Hara seperti itu Jeongwoo tersenyum lega. Dia khawatir sekali Hara mendadak murung kembali, dia juga tau Hara menyembunyikan rasa sedihnya karena di-abaikan Irene tadi.

Jeongwoo jauh lebih mengenal Hara, dibandingkan dengan dia mengenal dirinya sendiri.

©tbc

fiancé | park jeongwoo [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang