Mala, Refan dan Nia keluar dari café tersebut lalu menuju mobil Refan. Namun, Mala sedikit curiga dengan seseorang yang berdiri di sana. Bukan, namun sepasang manusia. Mala mengernyitkan matanya, dia tahu siapa itu. Mala menampakkan raut wajah yang sangat sulit diartikan. Marah iya, sedih iya.
"Mala ayo naik cepet," ucap Nia.
"Dek, lo liat apa sih?" Refan menatap mata Mala yang tertuju pada kursi sebelah sana.
"Bentar bang...." Mala berjalan menuju kursi yang di tempati dua orang itu.
Mala menghentikan langkahnya, dia mengurung niatnya untuk mendekati sepasang manusia tersebut. Mala mengintip, dan benar. Dugaan Mala benar. Mala menahan butir-butir air matanya yang ingin sekali menerobos keluar. Mala menahan semua rasa kesalnya. Akhirnya, dia memutuskan untuk pergi dan kembali ke mobil Refan.
"Lo habis dari mana sih?" tanya Refan saat mendapati Mala duduk dan memasang sitbeltnya.
"Toilet. Yo bang jalan," ucap Mala dengan nada kesal.
"Lo kenapa sih?" Refan menatap Mala yang sedari tadi mengarahkan pandangannya ke luar jendela. "Emang ada apa di luar sana?" Refan menatap luar jendela.
"Jalan bang," ucap Mala masih dengan nada kesalnya.
"Kaya ojek aja, iya nih jalan." Refan melajukan mobilnya meninggalkan tempat parkir café itu dan meninggalkan sepasang manusia yang sedang berkencan.
--
Semenjak kejadian malam itu, Mala tidak lagi seceria dulu. Sekarang lebih sering melamun. Refan yang melihat perubahan Mala itu merasa ada yang aneh. Refan menatap wajah adiknya itu dengan sedikit penasaran.
"Wayo lo! Ngapain bengong gini? Gak seperti biasanya." Refan mencoba mengejutkan Mala.
Mala hanya terdiam dan hanya hembusan nafasnya yang terdengar. Reaksi kejutannya Refan pun tidak berhasil.
"Lo cerita sama gue. Kali aja gue bisa bantu," Refan duduk di samping Mala.
"Nggak ada apa-apa bang!" Mala mengambil permen karetnya di meja.
"Yakin? Terus lo ngapain galau mulu?" ucap Refan sembari mengunyah cemilan.
"Galau? Haha." Mala tertawa. "Nggak." Mala kembali ke raut mukanya yang ditekuk itu.
"Lah ni bocah, serah lo deh. Ganti horor aja filmnya." Refan mengambil alih remot tv itu.
"Nggak takut horor," ketus Mala.
"Yakin?" Refan mengganti saluran tv yang terdapat film horornya. Mala memang ikut menonton tapi, dia tidak takut dengan hantu dan pembunuhan itu. Salah. Maksudnya belum takut.
Mala merasakan bulu kuduknya merinding. Mala mengalihkan pandangannya ke ponselnya. Namun, suara itu masih mengusik pikiran Mala. Suara hantu dan jeritan seseorang di dalam film.
"Takut kan? Haha, lo tuh kalo liat ginian pasti takut!" Refan tertawa terbahak-bahak.
"Bang itu, ihhh....!" Mala berlari menuju kamarnya yang berada di samping tv.
"Dasar! Sebenernya. Gue, takut juga kalo sendirian. Matiin aja deh." Refan mengedikkan bahunya.
--
Mala POV
Malam itu, sepertinya malam yang sangat suram bagiku. Malam di mana aku melihat dengan kedua mataku ini, menangkap bayangannya yang sedang berkencan. Hatiku sakit, sakit!
Jangan bilang kekagumanku padamu, hilang semenjak malam itu. Karena, rasa kagumku mulai hilang jika aku melihatmu dari balik jendela kelasku. Dulu, waktu kau berjalan melewati lorong kelasku. Hatiku senang, jantungku berdegup kencang. Tetapi, kali ini biasa saja. Aku lebih tidak merasakan itu lagi.
Kau membuatku terluka. Aku akan menjauhimu. Sampai, rasa ini hilang. Hilang untuk selamanya. Aku akan move on darimu. Aku akan meninggalkanmu, namun tak dapat membencimu. Oh aku terlalu gila memikirkan ini! Rey, kau membuatku gila!
--
Author POV (normal)
"Mala, gue seneng pake banget!" Nia menjerit di telinga Mala. Mala hanya bisa mengelus telinganya yang sakit karena suara cempreng Nia.
"Mala? Lo kenapa? Yah gue senengnya gak jadi deh...." Nia menatap Mala dengan muka sendu.
"Lo akhir-akhir ini, jarang senyum. Sering diem terus asik sama permen karet lo. Dan gue sadar, lo kayak gini setelah kita pulang dari café itu," sambung Nia lagi. Mala hanya mendengus.
"Ceritaaaa!" Nia menggoyangkan tubuh Mala.
"Niaaa, stop deh!" Mala membuka mulutnya untuk bicara.
"Ya tapi cerita yayaya!" Nia memohon.
"Ya. Gue liat Rey sama cewenya malem itu. Dan, itu yang ngebuat gue kayak gini. Dah itu cerita gue." Mala menundukkan kepalanya di atas meja.
"Ha? Demi apa?! Ternyata dia plyaboy. Ih idih, lo salah kagum!" Nia memegang bahu Mala.
"Bener. Gue salah kagumin orang playboy macam dia." Mala masih menundukkan kepalanya.
"Iyap. Mending kita ke kantin yuk! Lapeeer!" Nia merengek.
"Oke, gue juga laper." Mala tersenyum. Mereka kini pergi ke kantin.
"Mala, lo ambil tempat duduk dulu deh. Biar gue yang pesen." Nia pergi ke warung mie ayam. Sedangkan Mala mengiyakan saja dan segera memilih bangku kosong.
Hanya ada satu, tersisa satu. Mala berjalan mendekati meja dan bangku yang masih kosong itu. Mala meraih bangku dan duduk dengan tenang menunggu Nia yang masih memesan makanan.
"Boleh gabung?" tanya suara laki-laki itu yang masih berdiri di depan Mala. Mala menatap siapa yang bersuara.
"Oh, gue udah sama temen gue," elak Mala.
"Kan masih ada dua kursi," ucap suara itu dengan nada paksaan.
"Oh, iya. Ya udah. Sekalian bawa pacar lo kesini kak." Mala menyindir.
"Pacar?"
"Hey, eh..., ada kak Rey," sapa Nia sembari tatapannya menuju Mala.
"Mana pesenan gue Ya? Laper." Mala mengambil mangkuk mie ayam lalu langsung dia makan tanpa basa-basi.
"Mal, maksud lo pacar apaan?" kata suara laki-laki itu, Rey.
"Kak, Mala nya lagi makan. Jangan diganggu dulu ya. Ntar dia keselek." Nia terkekeh.
"Udah kenyang. Gue ke kelas dulu ya Ya, Byee." Mala berjalan menjauhi Nia dan Rey yang sedari tadi bingung dengan tingkah Mala.
"Nia, ada apa dengan Mala?" Rey menatap Nia yang sedang asyik memakan mienya.
"Ha? Nggak tau. Mungkin patah hati." Nia keceplosan.
"Patah hati? Sama siapa?" Rey semakin penasaran.
"Lo." Nia menutup mulutnya. "Aduh keceplosan!"
"Gue? Kapan? Emang gue ngapain dia?" Rey bertanya-tanya.
"Kak, kata Mala, dia liat lo lagi kencan sama cewek di café. Ya itulah." Nia mengangkat bahunya.
"Kencan? Café? Makasih Nia jawabanmu!" Rey berlari meninggalkan Nia dan mangkuknya sendirian. Nia mengangkat bahunya acuh.
--
Rey : Mala, gue pengin ketemu sama lo.
Mala melihat kotak masuknya, terdapat pesan dari Rey. Mala tidak memperdulikan pesan dari Rey.
"Males!" Mala merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Mala merasakan hatinya teriris-iris. Sakit. Sangat sakit. Mala menatap atap kamarnya membayangkan malam itu lagi. Seperti film yang terus diputar-putar. Mala menutup matanya hingga tertidur pulas.
----------------------
Maaf kalau kurang puas -_- jangan lupa vote dan komentarnya yaa ! ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubble Gum Mala
ChickLit[Completed] Dalam Revisi Aku telah salah mencintai dia. Salah karena dia mencintaiku atas dasar balas dendam. Tetapi, aku adalah gadis yang bodoh. Tidak menyadari orang yang telah mencintaiku dengan tulus menungguku agar dapat melihatnya. Inilah kis...