Kefan dan Mala sudah sampai di rumah sakit. Mala masih diselimuti penasaran, dia masih terisak juga. Memikirkan apa yang terjadi pun belum tentu benar. Kefan terlihat tenang tidak ada beban, namun matanya mengisyaratkan bahwa ada tanda bahaya. Maka dari itu Mala masih menangis.
"Sebenarnya ada apa sih?" Mala menarik tangan Kefan, mereka memasuki lift.
"Sudah tenang aja ya, jangan khawatir. Semuanya baik-baik aja...," lirih Kefan. Mala belum bisa tenang. Perasaan Mala tidak enak, dan ini bertujuan pada Refan. Ikatan batin Refan dan Mala memang kuat. Biasanya, apa yang di rasakan Mala tentang Refan memang benar-benar terjadi.
"Kita mau kemana?" Mala masih mengekor kepada Kefan. Kefan tidak menjawab hanya tersenyum tipis.
Mala sudah sampai di ruangan ICU. Perasaan Mala semakin campur aduk, tubuhnya melemas. Tidak tahu harus bagaimana lagi menahan tangisan ini. Kefan memeluk tubuh mungil Mala yang terus menangis.
"Bang Refan...."
—
Mala tampak memperhatikan pintu di depannya, menunggu kabar baik yang dapat memuaskan hati Mala. Kefan yang duduk di sampingnya hanya bisa diam. Kembarannya Refan seperti merasakan hal yang sama.
"Siapa yang melakukan ini semua?" Suara Mala bergetar, menahan bulir-bulir mata agar tidak jatuh lagi. Kefan hanya menggeleng, namun sebenarnya dia tahu siapa yang melakukan ini semua.
"Mala, jangan khawatir. Refan orangnya kuat. Operasi itu pasti berhasil, kita berdoa saja. Oke?" Kefan mengusap puncak rambut Mala. Dan Mala mengiyakan, sesegera dia berdoa untuk keselamatan Refan.
"Dia kenapa?" tanya Mala lagi masih penasaran. Karena Kefan tidak menjelaskan secara detail.
"Tadi kena pecahan kaca. Sudah, kamu berdoa saja. Tuhan pasti akan membantu kesembuhan Refan...."
Mala terbelalak, tangisannya pecah kembali. "Bagaimana bisa kena pecahan kaca itu?" isak Mala.
Mata coklat Mala menatap pintu ruang ICU yang masih menimbulkan tanda tanya besar. Rasanya, tidak pernah dia membayangkan bakal ada kejadian ini pada Refan. Sangat tidak mungkin di pikiran Mala.
Mala menunduk menumpahkan rasa bersalahnya dan emosinya. Bersalah karena mungkin ini ada kaitannya dengan dia, emosi karena tanda tanya besar yang masih belum ada jawaban.
"Maafkan Mala bang...," lirih Mala. Kefan yang mendengar hanya bisa mengusap punggung Mala agar lebih tenang.
Sudah satu jam lamanya Mala dan Kefan duduk menunggu dokter keluar. Akhirnya, penantian Mala tidak sia-sia. Dia mendengarkan penjelasan dokter yang menurutnya membuat kecewa. Refan belum bisa sembuh, lukanya serius. Robek dan harus dijahit. Jahitannya pun belum kering. Katanya ada 17 jahitan ke bawah dan 7 jahitan ke samping. Sebegitu parahnya kah luka Refan?
"Apa sudah boleh menjenguk dok?" tanya Kefan. Dokter menggeleng, Refan butuh istrirahat dan harus terhindar dari udara kotor. Jadi mungkin bisa di jenguk besok. Mala mendesah pasrah juga kecewa.
—
Flashback on
Refan POV
Aku sedikit lega setelah pisah bangku sama Rey. Aku tau, dia ngelakuin ini buat balas dendam. Itu basi! Basi buat balas dendam! Banci juga kalau dia nyelakain Mala karena balas dendam norak itu.
Beruntung Rezal baik, bukan gengnya Rey juga. Jadi, aku bisa duduk sama dia. Males banget kalau harus duduk sama anak itu. bukannya aku takut, males aja nanggepin cowok jablay gitu.
"Zal, gue ke toilet dulu. Kalau ada guru dateng bilang gue izin. Bye." Aku berlari keluar kelas.
Saat berjalan melewati gudang, aku seperti mendengar suara orang yang bisik-bisik. Dan sepertinya, aku mengenal suara itu.
"Rey, gue sayang sama lo. Jangan pernah lo suka beneran sama Mala...."
Aku terbelalak, "Disti?" lirihku, namun tidak terdengar sampai dalam.
"Tenang aja Dis, gue sayang sama lo. Gue 'kan udah bilang gue bakal bales dendam aja buat Refan. Lo nggak usah takut kehilangan gue ya."
'Kurang ajar lo!' batinku menjerit.
"Janji?"
Author POV
Saat Refan mendengar percakapan tersebut, emosi tersulut darinya hingga membuatnya memberanikan diri membongkar rahasia licik mereka.
BRAKK!!!
"Brengsek!"
BUG
"Refan?" Rey terkapar di lantai.
Refan masih mengepalkan kedua tangannya, menatap emosi pada dua manusia di depannya. "Cika nggak pernah suka sama gue! Dia adalah adik sepupu gue, justru dia yang sakit hati karena lo!"
"Ap-apa?"
Refan melemparkan bogem lagi untuk Rey, "Lo berani-beraninya nyakitin dua sekaligus adik gue! Brengsek lo ternyata, sahabat macam apa lo?"
"Fan! Stop nggak!" Disti menarik Rey yang hampir saja terjatuh.
"Diem lo! Kalian sama-sama iblis! Rey, asal lo tahu? Cika suka banget sama lo sampe-sampe dia niat bunuh diri. Apalagi coba? Beruntung dia sadar kalau cowok kaya lo nggak patut di perjuangin. Sekarang, lo pindah ke adik gue Mala?! Seberapa bencinya lo sama gue? Banci."
BUG
"Gue rasa, pukulan itu belum berarti buat lo, Disti keluar...." Rey berhasil membalas bogem kepada Refan.
"Tapi...," lirih Disti yang ngotot tidak ingin keluar. Akhirnya setelah menatap mata tajam Rey dia keluar dari gudang.
"Maaf, gue terlalu egois. Itu pukulan gue karena lo nggak jujur sama gue. Kalau lo jujur, gue gak bakal nyakitin Mala." Rey meninggalkan Refan yang sedari tadi hanya terdiam, meringis kesakitan padahal hanya di pukul satu kali.
"Rey! Tolong gue, argh...."
Ternyata, Refan jatuh di pecahan kaca yang tepat mengenai lengan kanannya. Sakit, sangat sakit. Bukan hanya satu, namun mungkin ada 3 kaca besar. Entah Rey mengetahuinya atau tidak. Dia pergi menghiraukan Refan yang terkapar berlumuran darah.
—-
Fashback off
—
Mala terpaksa harus masuk sekolah karena hari ini ada ulangan sejarah. Berita tentang Refan juga sudah menyebar, sampai Nia heboh di kelas.
"Mala! Kak Refan gimana kabarnya, udah siuman? Aduh kekasih gue...." Nia menangis alay.
"Nia! Diem deh, lo nggak tau ekspresi Mala?" Vino membisikkan kepada Nia. Nia sontak menutup mulutnya.
"Belum Ya, katanya nanti baru bisa di jenguk. Sadar atau belumnya gue belum tau pasti..., emang siapa sih yang ngelakuin ini pada abang gue? Lo tau?" Mala mulai serius. Nia dan Vino berpandang-pandangan. Menatap satu sama lain lalu menaikkan bahunya.
"Usut punya usut sih, katanya si Rey..., dia tapi baru tahu kalau Refan kena pecahan kaca. Padahal hanya balas satu bogeman aja loh. Tapi sialnya, Refan jatuhnya ke pecahan kaca. Rey baru tahu tadi pagi. Dia berhasil jadi bahan pembicaraan...." Vino sedikit ragu menjelaskannya.
"Apa, Rey?" seketika itu juga Mala segera bangkit dari duduknya dan lari entah kemana. Vino dan Nia pun ikut mengejar Mala, takut terjadi apa-apa.
Vino dan Nia kewalahan mengejar Mala yang sedang emosi. Larinya melebihi teleportasi. Dia sudah hilang entah dimana, dan akhirnya otak Nia sedang aktif jadi dia mengusulkan agar ke kelas Refan.
"Disti, Rey!!!"
-
Vomment please? thanks ;;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bubble Gum Mala
ChickLit[Completed] Dalam Revisi Aku telah salah mencintai dia. Salah karena dia mencintaiku atas dasar balas dendam. Tetapi, aku adalah gadis yang bodoh. Tidak menyadari orang yang telah mencintaiku dengan tulus menungguku agar dapat melihatnya. Inilah kis...