"SETAN!"
"Balikin kulit ayam gue!"
Dengan tidak berdosanya dia malah melahap kulit ayam tersebut hingga tandas tak tersisa. Gadis dengan rambut sebahu melemparkan botol minumnya sehingga membuat orang itu meringis karena lemparannya mengenai kepala.
"Kasar banget lu jadi cewe!"
"Bodo! Salah siapa lo nyolong kulit ayam gue!"
Dia tergelak melihat dua manusia yang sedang ribut perihal masalah kulit ayam. Mereka berdua adalah sepasang kekasih, namun hobinya ribut setiap hari.
"Lin ... si Dhika ngeselin ...."
"Aduan lu!" celetuk Dhika.
"Dih? Siapa elo?"
Tak!
"Gua pacar lo bege!" ujar Dhika seraya menjitak jidat gadisnya yang bar-bar.
Alin terkekeh melihat Rima yang mencebik kesal akibat mendapatkan jitakan mendarat tepat di keningnya. Alin melirik ponselnya yang baru saja mendapat satu notifikasi.
"Gue balik duluan, ya."
Sepasang kekasih yang masih sibuk ribut menolehkan pandangannya ke arah Alin yang sudah berdiri akan beranjak pergi.
"Lo gak ada matkul lagi apa, Lin?" tanya Rima.
"Enggak. Hari ini gue cuma ada satu matkul."
"Mau gua anterin balik gak?"
Tak!
Kali ini Rima yang menjitak kening Dhika membuat laki-laki itu meringis.
"Fakboy lo gak pernah ilang walaupun udah jadi anak kuliahan, ya!"
Alin terkekeh. "Engga usah. Gue udah ada yang nunggu di depan."
"Yaudah, sini salim dulu sama gue."
Rima menyodorkan tangan kanannya, dan Alin menurut saja seraya tertawa pelan.
"Hati-hati lo di jalan."
"Siap!"
Alin bergegas pergi dari kantin, ia harus segera ke depan kampus karena sudah ada orang yang menunggunya. Senyumnya merekah saat melihat cowok yang duduk di atas motor, cowok itu memakai kaca mata hitam berlagak sok keren.
"Lama banget, ngapain aja?"
Alin tersenyum mendengar gerutuan laki-laki di hadapannya. Laki-laki yang selalu ada di hari-harinya.
"Alin abis dari kantin, sekalian nunggu Vino."
Laki-laki itu tersenyum, seperti biasa tangannya terulur mengelus puncak rambut Alin dengan lembut.
"Maaf nunggu lama, di jalan sedikit macet."
"Harus banget ya pake kaca mata item segala?"
"Ha?" tanya Vino tidak mengerti.
Alin tidak menjawab pertanyaan laki-laki itu, ia menarik kaca mata yang menghalangi kedua mata Vino. Alin tersenyum lebar.
"Nah, gini kan keliatan gantengnya."
"Balikin, Lin ...."
"Enggak!"
"Lo mau gadis lain ngelirik wajah ganteng gue?"
Bibir Alin mencebik. Dengan kesal ia menyerahkan kembali kaca mata tersebut, membuat Vino tersenyum penuh kemenangan dan langsung memakainya kembali.
"Kalo gini kan makin ganteng," ujar cowok itu seraya menatap pantulan wajahnya di kaca spion.
"Dih? Dasar narsis."
Vino terkekeh, dia melirik gadisnya yang tengah mencibir ke arahnya.
"Ayo pulang ... Alin udah laper ...."
"Lah? Katanya abis dari kantin."
"Iya. Tapi di kantin cuma beli minum doang."
Vino menggelengkan kepalanya. Ia memperdekat jarak dengan gadisnya. Benar, kan? Tidak salah kalau ia memanggil Alin dengan sebutan gadisnya?
"Ke rumah gue dulu ya? Mama katanya mau ketemu," ucap Vino. Kedua tangannya menangkup pipi Alin yang sedikit berisi.
Alin sumringah, senyum ceria terlihat di wajahnya. "Ayo! Alin udah kangen sama Tante Rere."
"Iya, sayang."
***
Sepanjang perjalanan, Alin melingkarkan kedua tangannya di perut laki-laki yang merupakan kekasihnya. Kepalanya ia sandarkan di punggung, membuat Alin merasa sangat nyaman.
"Mau mampir dulu gak?" tanya Vino setengah berteriak.
"Langsung ke rumah Vino aja."
"Siap!"
Vino kembali fokus ke jalanan, ia tidak mau kejadian yang sudah berlalu setahun kembali terulang lagi. Kejadian yang hampir memisahkan dirinya dengan gadis yang berada di belakangnya.
Gadis yang sekarang bukanlah anak sekolahan lagi, dan sudah menjadi mahasiswi di salah satu kampus yang ada di Jakarta. Alin tidak ingin berjauhan dengan keluarganya dan Vino, maka dari itu ia memilih salah satu kampus yang ada di sini, satu kampus dengan Rima dan juga Dhika-pacarnya Rima.
Vino melirik Alin dari kaca spion, lengkungan di bibirnya muncul saat melihat gadis itu tengah tertidur di bagian jok belakang. Ia memegang kedua tangan Alin agar tidak terjatuh. Tak sengaja matanya melihat sebuah benda kecil berbentuk lingkaran tersemat di jari manis Alin.
Vino lagi-lagi tersenyum. Ia tau cincin dari siapa yang dipakai oleh Alin. Dan ia juga tau, kapan gadis itu mendapatkan cincin tersebut.
Calon istri, gumam Vino kembali fokus ke jalanan, dengan senyuman yang tidak luntur dari bibirnya.
***
Jangan lupa follow wattpad Chatweetz18
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth 2
Teen FictionSetelah melewati beberapa rintangan kehidupan. Kini hanya ada aku, kamu, dan kisah masa depan yang menanti. Tapi, apakah benar mereka ditakdirkan untuk bersama? Start : 13 Agustus 2021 Finish : -