2. Bawang

718 86 10
                                    

"Iya nanti Mama sampein ke Vino."

Tid!

Rere yang tengah memasak sembari telponan dengan Papa Vino menoleh ke arah pintu masuk.

"Pa, Mama matiin telponnya dulu. Sepertinya Vino sudah pulang."

Setelah mendapatkan persetujuan dari suaminya. Rere pun segera bergegas menuju ruang tamu yang sudah ada dua manusia yang duduk di sofa.

"Alin?"

Alin yang melihat kedatangan Mama Vino pun langsung bangkit dari posisinya dan menghampiri seraya memeluk Rere erat.

"Alin kangen banget sama Tante."

Rere menyubit hidung Alin pelan.

"Kenapa masih manggil dengan sebutan Tante? Harusnya manggil Mama, kamu kan sekarang calon istrinya Vino."

Kedua pipi Alin bersemu merah saat mendengar perkataan Rere. Rasanya ia masih malu apabila harus memanggil calon mama mertuanya dengan sebutan Mama.

"Udah, Ma. Kasian calon istri Vino pipinya udah kayak ke bakar," celetuk Vino yang sedang mengambil minuman kaleng bersoda.

"Apaan, sih!" elak Alin menyembunyikan rasa malunya.

Rere tertawa pelan. "Kamu sama Vino aja, ya. Mama mau lanjut masuk dulu."

Ah, kenapa sih Mama Vino harus memanggil dirinya sendiri dengan sebutan Mama? Kan Alin jadi salting.

"Biar Alin bantu, Tan—eh, Ma."

Rere terkekeh melihat Alin yang seperti salah tingkah.

"Engga usah. Kamu temenin Vino aja, Mama tau dia kangen sama kamu walaupun tiap hari kalian bertemu," ucapnya seraya berbisik di telinga Alin.

Alin mengangguk dengan malu-malu, kemudian Mama Vino berlalu pergi kembali ke dapur. Alin melirik ke arah Vino yang sedang menonton acara televisi menayangkan sebuah kartun dua bocah gundul dari negara Malaysia.

"Sini," ajak Vino menoleh ke arahnya yang masih mematung di tempat.

Alin menurut saja, dan langsung duduk di samping laki-laki itu sambil menyandarkan tubuhnya di dada bidang Vino.

"Mau?"

Alin menggeleng kala Vino menawarkan minuman kaleng bersoda yang tinggal tersisa setengah.

"Engga baik minum minuman kaleng, apalagi bersoda."

"Suka-suka gue lah," balas Vino sengaja, agar membuatnya kesal.

"Pas awal pacaran aja manggilnya aku-kamu, lah sekarang jadi gue-elo."

"Gak suka, Lin. Geli."

Alin mengangguk, setuju dengan ucapan Vino.

"Bener, sih. Gak cocok kalo Vino yang nyebelin pake panggilan aku-kamu."

"Pakenya nanti aja kalo udah nikah, ya?"

Vino sengaja menaik turunkan alisnya seraya menunduk.

"Ih, apaan sih!"

Alin segera menjauhkan badannya dari Vino. Membuat laki-laki itu tergelak.

"Kita kan mau nikah, Lin."

"Kata siapa?" tanya Alin sedikit nyolot.

"Tuh."

Vino menunjuk cincin yang melingkar di jari manis Alin dengan menggunakan lirikan matanya. Alin kelabakan, ia segera bangkit dari posisi duduknya.

Hiraeth 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang