Kalau ku katakan Nathan adalah kesempurnaan mungkin terlalu berlebihan, tapi bagiku Nathan Jevantara benar-benar sebuah keajaiban.
— Anonym
🍒🍒🍒
Sesuai perjanjian semalam, aku bertemu dengan Nathan hari ini di lapangan sekolah karena bertepatan dengan lomba memperingati kemerdekaan.
Aku mencari dengan mata tajam, dan seolah memiliki lensa khusus. Mataku dapat dengan cepat menemukannya, disana.
Bersama dengan tiga semprul lainnya, Nathan sedang tertawa.
Aku tidak berteriak juga tidak memanggilnya. Yang kulakukan hanya berlari kecil dan ingin mendekapnya.Namun..
Grep!
Nathan jauh lebih cepat dari dugaanku, dia menoleh sedetik sebelum sempat ku peluk dan tangan kekar nya menggenggam tanganku.
Pelukan diantara kami tidak terjadi. Aku mendengkus kesal, "Selalu aja kamu ih. Nggak mau ya kalau aku peluk." rajukku sebal sambil mempoutkan bibir.
Nathan terkekeh, memainkan jari-jariku pelan lantas mengacak poni ku. Aku bergumam marah, dia ini suka sekali bagian itu. Padahal sudah berkali-kali ku ingatkan aku menatanya sangat lama sebelum berangkat ke sekolah.
"Bukannya nggak mau, ada jomblo disini nanti kalau mereka iri." katanya melirik Hema, Nalendra, dan Ravindra yang langsung memasang pose muntah.
Nathan tertawa kecil lalu pamitan dengan kawan satu gengnya itu untuk duduk di pinggir lapangan. Tentunya dengan menggandeng tanganku.
"Gimana semalem? Bobo nya nyenyak?" Dia mulai membuka topik sambil mencari tempat yang kosong. Agak jauh dari tengah lapangan, kami memutuskan duduk di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akara || Lee Jeno
Teen Fiction-𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝐨𝐟 𝐀𝐊𝐒𝐀 𝐮𝐧𝐢𝐯𝐞𝐫𝐬𝐞- Dia, sosok yang aku kasihi sepenuh hati. Tentang Pertanyaan yang selalu timbul dan mengapa. Tentang kepercayaan yang diuji oleh coba dan luka. Sering aku bertanya, luka di wajahnya itu. Siapa ya...