Ai, kalau tiba-tiba nanti aku menghilang wush kayak Spider-Man. Jangan dicari ya,
-Nathan🍒🍒🍒
Aku bergegas cepat melewati jalanan setapak yang membawaku ke halaman belakang sekolah. Hari ini ada kelas mural, dan Nathan mengikutinya.
Aku tidak sabar selalu saat kelas ini datang empat bulan sekali. Aku ingin melihat hasil karya Nathan Jevantara yang selalu mengejutkan. Dia pernah membuat siluet wanita indah dengan mahkota bunga di kepalanya dan saat kutanya siapakah itu, dia hanya menjawab dengan tersenyum.
Kata guru mural, Anak-anak mural bebas mengekspresikan jiwa mereka. Kelas ini pun semacam kelas terapi seni. Tidak banyak anak yang mau masuk ke kelas mural.
Nalendra dan Ravindra termasuk juga yang mengikuti kelas ini.
Kelas mural lumayan sepi peminatnya karena mereka pikir hanya orang-orang gila atau kejiwaannya terganggu karena saat demo kelas ini berlangsung, guru mengatakan kelas ini sebagai terapi.
Oke, kita skip saja bagian kelas mural dan tetek bengeknya.
Sekarang, aku berlari kecil saat melihat Nathan yang ternyata juga tau kedatangan ku.
Senyumnya..Ya Tuhan..
Senyum indah yang selalu saja membuatku jatuh cinta. Namun sekarang, aku merasa sesak saat melihat senyumnya. Teringat kemarin saat dia masuk ke dalam restoran dan menjadi badut maskot resto tersebut.
Kenapa.
Kenapa dia menyembunyikan hal sepenting itu padaku?
Aku memang bukan siapa-siapa. Namun aku juga berhak tau atas apa yang dia lakukan. Bukankah aku juga penting dalam hidupnya? Ataukah hanya aku yang selama ini menganggapnya berharga secara sepihak?
"Ai~!" Dia melambaikan tangan seperti anak kecil. Memang benar ya, kelas mural itu seperti terapi. Ia seperti habis mencurahkan semua suara batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akara || Lee Jeno
Teen Fiction-𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐏𝐚𝐫𝐭 𝐨𝐟 𝐀𝐊𝐒𝐀 𝐮𝐧𝐢𝐯𝐞𝐫𝐬𝐞- Dia, sosok yang aku kasihi sepenuh hati. Tentang Pertanyaan yang selalu timbul dan mengapa. Tentang kepercayaan yang diuji oleh coba dan luka. Sering aku bertanya, luka di wajahnya itu. Siapa ya...