6.

185 25 7
                                    

Banyak yang mengira dokter adalah manusia paling menjunjung tinggi istilah sehat. Tidur tepat waktu, makan tepat waktu dengan gizi seimbang.

Padahal kenyataannya itu salah . Dari sejak pendidikan bahkan sampai dinas pola hidup dokter sudah berubah tidak sehat lagi. Jam tidur anak kedokteran itu berntakan kayak mood, jadwal makannya apalagi.

Sering telat sudah pasti, makan kalau pas longgar itupun dengan menu mie instan dan ceplokan terlur. Menu paling nikamt bagi kami mungkin bagi semua mahasiswa, khususnya anak kos.

Tapi semenjak aku masuk ALL, kebiasan buruk itu perlahan aku tinggalkan. Aku mulai menata hidupku, karena aku sadar sehat itu mahal, kesehatan juga investasi masa depan. Makanan yang kita makan boleh saja tidak berdampak saat ini, tapi kedepannya kita tidak tahu.

Ting!

Denting ponsel dalam saku menghentikan kegitanku memakai kaos kaki.

Aku sedang berada di teras masjid rumah sakit. Baru saja menjalankan ibadah sholat dzuhur sebelum kembali beraktifitas.

Mentari : Kakak dimana?

Saat aku membuka aplikasi Wa, ternyata ada pesan dari Mentari,

Me : Di masjid Tari, ada apa?

Mentari : Tari ada di taman RS, Kakak ke sini ya. Tari bawain makanan

Me: Siap, wait me

Setelah ku balas, aku langsung mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku. Segera ku pakai kaos kaki dan sepatu. Aku tidak mau Mentari menunggu lama.

Saat aku merapikan kemeja navyku, aku melihat Rindu keluar dari tempat wudhu perempuan dengan rambut setengah basah.

Seriusan Rindu sholat,” batinku sembari mengerjabkan mata.

Seorang Rindu dengan kemeja flanel dan celana belel eum maksudku robek di dengkul masuk masjid, belum lagi rambut blondenya yang membuatnya nampak seperti perempuan yang tak bertuhan.

Kendati kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari covernya, tapi sungguh mustahil seorang Rindu Laraayu bersujud di hadapan Tuhan.

“Peduli amat Sa,” batinku akhirnya.

Mau sholat ya syukur, berarti Rindu masih layak disebut manusia, di luar sifatnya yang menyerupai setan.

Aku bergegas pergi menuju taman, di mana gadis pujaanku sudah menunggu dengan membawa makanan.

Ah so sweetnya, sudah ada seminggu ini Mentari sering datang ke rumah sakit hanya sekedar mengantarkan makanan untuk ku, menunya pun sering ganti-ganti dan rasanya lumayan enak.

“Tari,” sapaku mengahmpiri Mentari yang duduk di kursi taman.

Gadis cantik bergamis syar’i itu tersenyum seperti biasa, senyum anggun yang mampu meluruhkan segala kepayahan dan kelelahanku.

“Kakak pasti belum makan, Tari bawain capcay sama ayam goreng,” dia megangsurkan paper bag yang tadi dia taruh di atas meja.

“Makasih Tari, tapi tidak perlu tiap hari begini. Kamu pasti capek kalau bolak-balik ke sini,” mengingat tempat kuliah Mentari dan rumah sakit ini yang berlawanan arah.

Aku tak tega, melihta dia kelelahan.

“Gapapa Kak. Tari tidak akan capek buat memastikan Kak Aksa makan,” ucapnya perhatian “karena Tari tahu Kakak suka lupa makan. Gimana mau nyembuhin pasien kalau dokternya sendiri sakit,” lanjutnya.

Mentari Rindu (Series Dejanira) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang