Baca dan pahami secara perlahan 😉. Kalau ada kesalahan penyebutan istilah medis dll mohon koreksinya.
Saya sudah berusaha riset ke anak kesehatan langsung dan baca literatur di buku ataupun Google. Tapi ya tetap saja, pasti ada kekurangan.
Selamat Membaca
****
Lalu lalang kendaran terpampang jelas di pelupuk mata. Aku sedang berada di sebuah cafe outdoor tempat nongrkong anak-anak muda di kawasan Surabaya.
Kendati ini sama sekali bukan tempat yang menjadi seleraku, namun aku rela datang ke sini di jam istirahat jadi dokter residen di rumah sakit Surabaya demi menemui gadis di foto yang seminggu lalu diberikan Bunda.
Namanya Mentari Aulia Larasati, aku mengenalnya setelah mengiriminya pesan basa-basi, kalau bukan karena Bunda yang terus mendesakku, aku juga tak sudi menemui gadis yang baru saja ku kenal secepat ini.
Tapi lagi-lagi Bunda berhasil menempatkanku di posisi serba tak enak. Tari ternyata putri dari komandanku di batalyon, entah darimana Bunda kenal dengan Tari, yang pasti Ibu dari gadis yang menerutku sopan sejak perkenalan pertama kami adalah sahabat karib Bunda semasa kuliah.
Jadi tak heran jika Bunda mengenal gadis muda beroutfit kemeja formal yang sekarang sedang jalan terburu menuju kursiku.
“Maaf terlambat, Kak. Habis bimbingan mana diprank sama dosen lagi.”
Tari tersenyum tipis seraya menyeka keringatnya dengan tisue, lalu dia dengan sopan duduk di seberang ku.
“Mau pesan apa?” tanyaku sedikit canggung.
Bertahun-tahun hidup bagai biksu yang anti dengan wanita, duduk bersama Mentari seperti ini adalah sebuah tantangan. Aku takut salah ucap atau salah tindak. Menggelikan bukan hidup jadi dokter tuna asmara macam aku begini?
“Avocado juice, tadi Tari sudah makan di kantin bareng anak-anak.”
Mentari tersenyum manis yang sepersekian detik mampu meyentuh hatiku, namun tidak sampai pada bagian terdalam.
Aku mengamati interaski gadis berusia dua puluh dua tahun ini dengan seorang pelayan. Mentari memesan minumnya dengan bahasa yang kalem, khas perempuan Jawa yang sekarang mulai ditinggalkan remaja milenial.
“Skripsimu lancar?” basa-basiku.
di perkenalan singkat kami, aku sudah banyak tahu tentang gadis ini, dia masih mahasiswa semester akhir di universitas yang sama sepertiku dulu. Bedanya Mentari ada di fakultas ekonomi.
Menggelikan. Serius Bunda menyuruhku untuk membangun biduk rumah tangga dengan gadis muda ini? Tugas kampus saja masih keteteran, iyakah dia bisa menyelesaikan tugas rumah tangga?
Sepertinya Mentari lebih cocok jadi adik perempuanku, daripada jalasenastriku.
“Ya gitu deh, Kak. Namanya mahasiswa akhir, musuhan terus sama dosen gara-gara sulit ngatur jam temu,” senyum manis kembali terpancar di bibirnya yang terpoles lipstik warna soft.
“Kakak sendiri? masih sibuk di rumah sakit apa di kesatuan?” tanyanya seraya memainkan sedotan dari minumnya yang baru saja diantar.
“Keduanya. Tapi lebih banyak di rumah sakit.”
“Meski sibuk jangan lupa jaga kesehatan, Kak.” Ucapnya perhatian.
Aku tersenyum sekilas. “Kamu juga, mahasiswa akhir biasanya rawan stress.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Rindu (Series Dejanira)
Fiksi Umum"Akhir sejati dari penantian adalah pertemuan. Seperti aku yang menemukannya, meski melalui jalan kesalahan." ~ Pradipa Aksadaru Nugroho "Manusia punya keinginan, tapi semesta punya kenyataan. Seperti aku yang tak menginginkan, namun takdir pandai m...