Semua sulit diprediksi. Heerin tahu, Jimin sangat terkejut atas kedatangannya, sementara Heerin sendiri terkejut atas adanya Namjoon di ruangan ini. Heerin lihat pria itu memakai jas hitam mengkilap, kemeja hitam, dengan celana senada, rambutnya sudah sedikit panjang dari terakhir ia bertemu di Haneul park. Heerin tahu bertemu dengan Namjoon di luar kuasanya. Heerin rasa kepanikannya adalah reaksi yang wajar. Bagaimanapun ia harus mencoba tetap tenang dan mengambil satu-satunya pilihan untuk berpura-pura tidak mengenal Namjoon. Dan Heerin yakin sekali Namjoon juga akan melakukan hal yang sama.
"Kenapa tiba-tiba kemari? Apa ada masalah? Apa perutmu sakit setelah makan manisan persik itu? Apa kau tadi muntah lagi?" mengapa pertanyaan Jimin harus bertubi-tubi seperti ini. Membuat Heerin merasakan kebingungan yang berlipat ganda. Pertama untuk menjawab pertanyaan Jimin mana yang harus ia dahulukan. Kedua, mengapa ia harus bertemu Namjoon dalam kondisi yang tidak tepat seperti ini. Ya ya, Heerin tahu setidaknya rentetan tanya dari mulut Jimin dapat menyelamatkannya sementara waktu dari kepanikan. Heerin masih dibungkam berbagai macam kalut sampai Jimin meletakkan kedua tangan di kedua belah pipinya. Kehangatan tangan Jimin yang mengalir di pipinya menjalar ke tempat yang tidak seharusnya-hatinya, secara paksa.
"Aku mengantar makanan." tas bekal dalam genggamannya dinaikkan agar Jimin bisa melihat.
"Kenapa tidak memberi kabar dulu?" Jimin bertanya serta menyuguhkan tatapan penuh kepedulian. Heerin dapat merasakan dengan detail bagaimana ibu jari lelaki itu bergerak-gerak di bawah matanya, "Seharusnya kau memberi kabar jika akan kemari. Aku bisa menjemputmu di luar gedung agar mereka menyambutmu dengan pantas." perlakuan Jimin terhadapnya hingga detik ini masih sangat manis. Pria itu tidak berperan berengsek seperti biasanya. Heerin pikir, mungkin keberadaan Namjoon menjadi salah satu penyebabnya. Heerin jelas tahu, Jimin tipe pria yang menjaga citranya agar tetap gemerlap di kalangan yang sekelas dengannya. Kendatipun demikian, Heerin menyadari satu hal, mungkin ini salah satu cara tuhan untuk memperlihatkan pada Namjoon agar pria itu tahu bahwa dirinya baik-baik saja, seolah menerima banyak cinta, dan diperlakukan spesial. Sikap baik Jimin seperti ini bisa menghentikan telisik Namjoon terhadapnya dengan segera.
"Tolong jangan bahas itu lagi." Heerin mengeluarkan jawaban itu dengan mudah tetapi Jimin masih tak mudah menerima begitu saja istrinya diperlakukan seenaknya. Bukan hanya terkait status Heerin yang menjadi istri CEO, namun perusahaan besar yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak orang ini adalah perusahaan yang dibangun oleh kerja keras oleh ayah Heerin. Betapa menjengkelkan, pegawai yang seharusnya memperlakukannya bak ratu justru memperlakukannya dengan buruk.
"Berikan padaku." tas bekal dalam genggaman Heerin berpindah tangan dengan segera, Jimin meletakkannya di lantai terlebih dahulu. Sebab lelaki itu kini beralih melepas mantel wol coklat yang Heerin kenakan, kemudian diletakkannya di atas lengannya sendiri, lalu meraih kembali tas bekal di atas lantai, "Ayo duduklah dulu, aku buatkan teh." Jimin yang baru saja berbalik dan akan melanjutkan langkah menuju meja kerjanya terhenti begitu mendapati Namjoon yang sedang berdiri sedari tadi, "Oh, hyung. Maaf, aku melupakanmu." kedatangan Heerin adalah kejutan yang membahagiakan sampai-sampai Namjoon seolah menjadi sosok tak kasat, "Kau datang di pesta pernikahan kami waktu itu, tetapi aku belum memperkenalkannya secara pribadi. Ini istriku, Park Heerin."
KAMU SEDANG MEMBACA
JIMIN
Fanfiction[ON HOLD] [MARRIAGE LIFE] [MATURE] [BAHASA BAKU, DESKRIPSI DETAIL] Berapa banyak kepalsuan yang sedang di sembunyikan dalam-dalam. Semua sedang memakai topengnya masing-masing. Shin Heerin dengan topeng bahagianya, Jimin dengan topeng terbusuknya...