0.7 [Heerin Side]

3.4K 314 152
                                    


________________________________

Tampan, cerdas, kaya raya, berkelas dan berwibawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tampan, cerdas, kaya raya, berkelas dan berwibawa. Semua hal yang berpijar padanya selalu mengacu pada keunggulan. Kharismanya membuat semua orang luluh dan terpedaya. Namanya harum semerbak pun wujudnya yang indah mempesona. Bak hamparan bunga mawar di tengah taman. Yang tampak begitu indah terlebih jika ditilik dari kejauhan, tidak memiliki kecacatan sama sekali.

Tapi,

Seindah dan seharum apapun bunga mawar jangan lupakan soal duri-durinya yang melekat. Duri tajam yang siap menusuk tanganmu saat kau menggenggamnya. Seperti itulah Jimin di mataku. Harum dan indah jika jauh dari jangkauan namun akan melukai jika sudah terlampau dekat.

Aku tidak menyangkal sama sekali perihal kharisma dan ketampanan yang ia miliki. Hal itu memang sangat lekat dengannya. Bahkan terkadang aku juga sering tergelincir dalam pesonanya. Tutur katanya, aroma tubuhnya, sentuhannya semua memabukkan.

Dan aku benci itu, sampai-sampai aku membenci diriku sendiri sebab tak sanggup menolak. Dan Jimin seolah selalu memanfaatkan pesona yang ia miliki untuk menjerat lalu menikam di saat yang tepat.

Hingga di mataku tidak ada secuilpun kebaikan yang ada padanya. Segala sifat buruk manusia seperti terbenam dalam raga sempurnanya. Pongah, angkuh, egois, licik dan mesum menjijikkan, bagiku dia hanyalah seonggok kepalsuan.

Keunggulannya menutupi semua kebobrokan. Seperti iblis yang terperangkap dalam tubuh malaikat. Memanfaatkan untuk melancarkan aksi keji sebagai jalan mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri.

Dan pagi ini, iblis itu sudah berangkat bekerja sepertinya. Aku rasa belum ada setengah jam dia pergi berlalu. Aroma tubuhnya bahkan masih tertahan di kamar ini. Dan sungguh, wewangian ini membuat hidungku terasa tidak nyaman.

Karena aku sangat membenci segala hal yang menyangkut pria itu. Entah itu pakaian, perak-perak kecil yang melekat di telinganya, bahkan sampai dengan aroma segar maskulin namun lembut ini.

Aku baru saja selesai mandi. Berdiri menghadap cermin lebar, sedang mengenakan pakaian yang Jimin belikan semalam. Aku akui, seleranya cukup bagus untuk seorang lelaki, dres putih atas lutut berenda. Tapi tunggu, jangan kira aku terkesan, tidak sama sekali.

Aku hanya terpaksa memakai dres putih tanpa sentuhan kain di pundak ini. Hanya renda yang menutupi pangkal lengan melingkar ke bagian dada. Hingga aku dapat melihat kulit pundakku yang terhias oleh plester luka. Terekspos jelas berbaur dengan noda merah keunguan bekas-bekas hisapan mulut sialan. Kenapa juga tidak kunjung hilang? Ini membuatku muak.

Mungkin aku harus menutupnya dengan rambut tergerai. Dan aku mulai meraih sisir di atas meja rias untuk menyurai rambutku yang kusut terlebih dahulu. Sebab aku menjambakinya semalam, rasa frustasi membuatku tidak bisa mengendalikan diri.

Sudahlah, aku tidak ingin mengingatnya lagi, terus memikirkannya hanya membuatku sakit sendiri. Aku menghela napas panjang setelah meletakkan sisir di atas meja rias.

JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang