0.6

3.4K 317 157
                                    

______________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______________________________________

Mulutnya lirih menggeram frustasi, satu tangan menggenggam gusar namun kakinya terus menjejaki lantai menyusuri koridor panjang di gedung perusahaan P.N corporation. Langkah yang membawanya hampir sampai menuju pintu kaca lebar yang telah dibuka sempurna oleh petugas keamanan sambil tersenyum ramah. Jimin melewatinya begitu saja, enggan menimpali senyum. Seperti biasa pria itu hanya menampakkan kesan dingin dan angkuh. Sorot matanya kesal menatap cuaca buruk di luar gedung, namun bukan kesal terhadap cuaca.

Langit mengabu di sore hari, beriring sengatan kilat, gelegar petir dan gemerencik hujan menyambut tapakan kakinya tiba di teras luar gedung. Denyutan nyeri dalam batin akibat suara perintah keji tuan Hyubin tak henti terngiang ditelinganya walau sudah dimakan waktu beberapa jam berlalu.

"Sakiti dia dan buktikan padaku nak, kau mengerti jelas tujuan utamaku bukan mengenai harta warisnya. Tapi aku sangat ingin menghancurkan gadis itu sehancur-hancurnya seperti ayahnya Shin Jung Hae yang menghancurkanku dulu. Aku ingin dia sangat hancur sebelum dia mendatangi kematiannya."

Entahlah, tidak bisa di pastikan bagaimana buruknya, tapi rasanya rumit dan sakit sekali. Bagaimana bisa menyakiti gadis tidak bersalah yang kini berada di rumahnya. Sejujurnya menyakiti wanita, sangat bertolak belakang dengan sifat lembut Jimin yang terpendam. Terlebih gadis itu adalah Park Heerin.

Sedih, bingung, takut, gusar, campur aduk seperti berdiri di ujung dinding atap bangunan tinggi. Di depan sangat curam sementara di belakang punggung sulut kobar api menyala-nyala. Apapun jalan yang di pilih akan sama-sama berakhir mengenaskan.

Sorot mata terhias kerut geram di kening Jimin mengabur ketika melihat pria tinggi sedang berdiri sibuk dengan ponsel yang ditempelkan di telinga. Sepertinya Kim Namjoon tengah mencoba menghubungi seseorang. Sesekali pipinya menimbulkan lesung saat satu sudut bibirnya naik untuk berdecak. Pria itu tampak sedang kesal, terlihat dari caranya meremas ponsel dengan bibir yang merapat geram.

"Ada apa Namjoon-ssi?" suara dari pertanyaan Jimin yang berjalan ke arahnya seketika memburaikan amarah. Menggantinya dengan memamerkan lesung pipi yang tenggelam karena dibuat tersenyum setelah membungkuk sopan terlebih dahulu.

Sopan santun adalah yang utama. Tidak ingin memberi kesan tidak punya etika, tangan Namjoon bergerak memasukan ponsel ke dalam saku celana, "Ah, daepyonim. Saya mencoba menelepon taxi tapi sulit terhubung, saya rasa jaringannya buruk akibat cuaca sekarang."

Senyuman ramah yang Namjoon tampilkan perlahan menggait bibir tebal Jimin untuk ikut tersenyum tipis sebelum menarik sebelah alis keatas sebagai tanda heran, "Bukankah anda biasanya membawa mobil sendiri?"

"Mobil saya mogok, entah kenapa tiba-tiba mesin tidak mau menyala. Satpam juga sudah membantu namun sepertinya memang harus dibawa ke bengkel." Namjoon melirik sekilas ke belakang bersamaan dengan menaikkan satu jempolnya ke atas mengarah ke belakang, "Dan sekarang masih berada di garasi."

JIMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang