Jam makan siang telah usai sudah lima belas menit yang lalu. Jimin mendesah panjang duduk bersandar di atas sofa kulit dalam kantor PN corporation. Mendongak menatap langit-langit, entah kenapa banyak hal terasa begitu rumit sampai mengharuskan otak terus sibuk berpikir.
Harusnya hari ini Jimin bisa pulang lebih awal, ada terbesit rencana kecil untuk mengajak Heerin makan malam di luar sebagai permintaan maaf. Namun sepertinya mustahil, hari ini Jimin harus pulang malam seperti biasa.
Sebab ayah angkatnya besok akan pergi ke Jerman untuk urusan pekerjaan. Dan dirinya menjadi lebih sibuk karena harus merampungkan semua pekerjaan hari ini juga. Sebab mulai besok ia harus menggantikan sang ayah di PN corporation pusat untuk sementara waktu.
Namun sejatinya ini adalah kesempatan Jimin untuk memanfaatkan keadaan. Kebetulan kontrak pekerjaan Namjoon masih tinggal satu bulan, walau sebenarnya pekerjaannya telah terselesaikan jauh sebelum tempo yang diperkirakan.
Suara ketukan pintu dari luar memecah hening, Jimin melirik pintu yang dibuka oleh sekretaris Oh Hana. Namjoon di ambang pintu dengan wajah datar yang tidak biasa, sementara Jimin membenarkan posisi duduk dengan tegap.
"Silahkan duduk Namjoon-ssi." sekretaris Oh pergi meninggalkan ruangan setelah membungkuk hormat.
Namjoon masih berdiri di samping sofa dan membungkuk hormat pada tuan CEO. Geram dalam batin terpancar lewat air muka datar, tidak ada senyum ramah tamah seperti biasa. Namjoon muak setengah mati melihat pria yang telah menyakiti wanita pujaan yang sangat ia cintai.
"Silahkan duduk Namjoon-ssi." Jimin mempersilahkan, suara baritone berwibawa menunjukkan sikap ramah tanpa senyum. Jimin lelah sekali akibat banyaknya tugas-tugas kantor, terlihat jelas dalam raut wajah.
"Ada yang bisa saya bantu daepyonim?" Namjoon menaikkan salah satu sudut alis sembari beringsut duduk dengan menarik ujung jas hitamnya.
"Ne, tapi ini sedikit rahasia." Jimin sedikit ragu-ragu, ia menghela napas berat menatap Namjoon dengan mengernyitkan kening sendu, "Tapi, saya rasa saya tidak perlu meragukan anda Namjoon-ssi."
Begitukah? Jadi ini rahasia? Bagus! Namjoon mendengus kecil. Sedikit terkejut dengan ucapan Jimin, seharusnya ia bukan orang yang patut untuk diajak berbagi rahasia. Lebih-lebih Jimin belum mengenalnya lama, bahkan belum genap dua bulan. Harusnya Jimin lebih berhati-hati. Jelas posisi Namjoon adalah musuh, musuh dalam selimut.
"Saya percaya pada anda Namjoon-ssi, entah kenapa. Tapi hati saya berkata bahwa anda orang baik." Jimin menghela napas, menyugar rambut sembari membasahi bibir tebal kemerahannya dengan lidah. Sebelum kemudian menatap kosong ke arah jendela di balik punggung Namjoon.
"Saya punya dua sahabat yang sangat baik, tapi mereka sedikit kekanakan." Jimin terkekeh kecil memejamkan mata sejenak mengingat Taehyung dan Jungkook. "Mereka sulit untuk diajak berbicara hal serius. Dan saat berbicara dengan anda saya sangat merasa nyaman, seharusnya kita bisa lebih dekat. Maksudku kita bisa menjadi teman baik." Jimin menjeda kalimat sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIMIN
Fanfiction[ON HOLD] [MARRIAGE LIFE] [MATURE] [BAHASA BAKU, DESKRIPSI DETAIL] Berapa banyak kepalsuan yang sedang di sembunyikan dalam-dalam. Semua sedang memakai topengnya masing-masing. Shin Heerin dengan topeng bahagianya, Jimin dengan topeng terbusuknya...