19. Aneh

90 15 0
                                    

Happy Reading ❤

***

Liana berjalan di koridor rumah sakit dengan sedikit kesusahan lantaran barang-barang yang dibawanya. Satu tas rangsel lumayan besar dan dua paperbag di tangannya, itu semua berisikan barang Liana dan Gilang yang akan mereka butuhkan selama di rumah sakit.

“TAPI INI NGGAK ADA HUBUNGANNYA SAMA MASA LALU AKU, MA!”

Liana teperanjat mendengar suara bentakan keras berasal dari kamar inap Gilang. Cewek itu membuka sedikit pintu kamar inap tersebut dan mendapati Gilang tengah berbincang dengan Hana––Mamanya.

Liana baru tahu jika mertuanya itu berada di Malang. Pasti beliau sudah mendengar kabar yang menimpa Gilang.

“Mama nggak suka, Gilang. Daridulu kamu selalu ngerengek ke Mama ngotot minta dateng ke sini lagi. Mama nggak pernah izinin atau nurutin kemauan kamu karena Mama tau, itu nggak baik. Mama nggak mau kamu kayak dulu lagi. Mama nggak bisa Lang, lalo harus lihat kamu kayak dulu lagi,” ucap Hana yang sama sekali tidak dimengerti maksudnya oleh Liana.

“Mama tau apa tentang aku yang dulu? Mama kan sibuk selingkuh. Mama mana ngerti penderitaan aku yang sebenernya, Ma. Yang Mama lihat itu cuma sebagian kecilnya aja.” Gilang tersenyum sinis pada Mamanya.

“Gilang Mama mohon jangan seperti itu. Mama cuma pengen yang terbaik buat kamu. Mama pengen kamu keluar dari lingkaran masa lalu yang menyakitkan itu. Sadar Gilang! Nara itu udah nggak ada. Untuk apa kamu masih terus mencarinya?”

“Ini nggak ada sangkut pautnya sama dia!”

“Tapi, Lang––”

“AKU BILANG NGGAK ADA SANGKUT PAUTNYA SAMA DIA!”

Liana terperangah mendengar kemarahan Gilang. Ini memang bukan pertama kalinya Liana melihat perseteruan sengit antara Gilang dengan Hana. Tapi ini pertama kalinya Liana melihat Gilang sampai berteriak pada Mamanya. Apalagi saat Mamanya menyebut nama Kara, raut muka Gilang seketika menegang dan dipenuhi amarah.

Nara? Nara siapa? Nama itu begitu familiar di telinga Liana tapi dia lupa dimana pernah mengetahui nama itu.

Liana berusaha keras untuk mengingatnya, sampai akhirnya nama Calvin sekelebat muncul di benaknya. Sekarang Liana ingat. Calvin dulu pernah menanyakan padanya apakah dia kenal Kara atau tidak.

Ini Nara yang dibicarain Mama Hana sama, kan, dengan Nara yang dimaksud Calvin? Tapi Calvin tau Nara darimana? Terus si Nara-Nara ini siapa, sih?

Liana terus bergelut dengan pikirannya sampai pintu didepannya terbuka lebar dan menampakkan Hana keluar darinya. Dapat Liana ketahui Mama mertuanya itu usai menangis, terlihat dari tangannya yang buru-buru mengusap bulir-bulir air mata.

Dulu Liana sudah pernah melihat Hana menangis saat mengunjungi Gilang yang di rumah sakit usai kecelakaan. Sekarang dia melihat hal itu terjadi lagi. Dan jujur Liana tidak suka dengan sikap Gilang yang suka membuat Mamanya menangis.

“Eh, Sayang. Ada kamu di sini ternyata. Mama kangen banget sama kamu, Na. Mantu Mama satu-satunya.” Hana bergerak memeluk Liana.

“Ah, Liana juga. Mama apakabar? Sehat aja, kan, Ma? Udah daritadi di sini? Dateng sama siapa?” tanya Liana beruntun.

Alhamdulillah, kabar Mama baik dan sehat, Nak. Mama baru sejam lalu sih ada di sini. Kemarin malem Mama dapet telpon dari Dean, katanya Gilang masuk rumah sakit karena ikut aksi. Terus tadi subuh Mama sama Papa langsung terbang ke sini, Nak, buat jenguk Gilang,” jelas Hana seraya menuntun Liana untuk duduk di bangku koridor rumah sakit.

Teman ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang