18. Dalam jangkauan

83 13 0
                                    

Happy Reading ❤

***

Seruan-seruan lantang dibarengi nyanyian lagu kebangsaan Mahasiswa saling bersahut-sahutan di tempat terjadinya aksi. Panasnya terik matahari sama sekali tidak menyurutkan sedikitpun semangat mereka untuk terus menyuarakan aspirasinya. Bahkan rasa haus dan lapar pun mereka tekan demi tuntutan mengenai penolakan atas revisi UU KPK, RKHUP, RUU pertanahan, dan beberapa RUU bermasalah.

Aksi gabungan yang digelar ini cukup melibatkan beberapa Mahasiswa dari berbagai kampus, sehingga membuat tempat lokasi menjadi sesak akan manusia.

Gilang berdiri di barisan depan bersama pengurus BEM lainnya dengan kain berlambangkan bendera Indonesia yang mengikat kepalanya. Mulutnya daritadi pun tak berhenti ikut menyuarakan aspirasinya meski pening tengah mendera sejak semalam. Mungkin efek beberapa hari ini dia sulit untuk tidur.

“HIDUP MAHASISWA!”

“HIDUP MAHASISWA!”

“HIDUP RAKYAT INDONESIA!”

“HIDUP RAKYAT INDONESIA!”

Kepada para mahasiswa
Yang merindukan kejayaan
Kepada rakyat yang kebingungan
Di persimpangan jalan

Kepada pewaris peradaban
Yang telah menggoreskan
Sebuah catatan kebanggaan
Di lembar sejarah manusia

Wahai kalian yang rindu kemenangan
Wahai kalian yang turun ke jalan
Demi mempersembahkan jiwa dan raga
Untuk negeri tercinta

“Totalitas Perjuangan”-Lagu kebangsaan Mahasiswa

Kobaran semangat terpampang jelas dalam manik mata mereka. Bersama slogan-slogan yang mereka bawa, mereka terus menyanyi dan menyuarakan aspirasinya dipandu oleh koordinator lapangan. Sesuai yang telah direncanakan, acara ini memang dibuat sepanas mungkin.

“Lang, mukamu kok kayak pucet. Nggak papa?” tanya Ilham yang kebetulan sejak tadi berada di samping Gilang.

“Nggak papa, Ham. Cuma pusing gue.”

“Udah sarapan tadi?”

Gilang menggeleng lemah. Mana sempat dirinya sarapan. Tadi saja bangunnya kesiangan. Sudah gitu dia buru-buru langsung ke kampus takut ketinggalan rombongan. Diam-diam Gilang menyalahkan Liana yang minggat dari rumah, membuatnya jadi tidak ada yang membangunkan.

Semprol arek iki! Cepet ke pinggir sana! Di sana ada warga yang bagi-bagi makanan. Mending makan dulu kamu,” sembur Ilham.

“Nggak ah. Ntar kalo mau balik ke posisi ini lagi bakal susah.”

“Tapi mukamu udah pucet banget.” Ilham menatap khawatir Gilang. “Tak terno ta, engkok ben onok barenge?” tawarnya.

Gilang menggeleng. “Gausah! Gue bisa sendiri.”

“Beneran? Iki aku serius loh nawarin?”

“Iya.”

Yowis, kalo gitu hati-hati.”

Gilang pun menuruti perintah Ilham. Ia berjalan ke belakang melalui cela-cela yang sangat minim.

Teman ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang