Prolog

291 38 7
                                    

Happy Reading ❤

***

Dua belah pihak keluarga itu sedang berkumpul di ruang tamu yang cukup besar. Hampir setengah jam mereka duduk di sana, namun belum ada satupun percakapan serius yang keluar dari mulut mereka.

"Ekhem."

Deheman Nevan mampu membuat semua orang terdiam, mengalihkan fokus padanya.

"Saya nggak mau basa-basi. Tujuan sama ke sini untuk membicarakan masalah perjodohan Liana dengan Gilang. Dan saya dengan tegas menolak itu terjadi. Saya mau perjodohan ini dibatalin."

Hamam selaku pemilik rumah yang tidak tahu alasan keluarga Liana mendadak datang, lantas menatap sahabatnya––Brian. Sedangkan Brian sendiri sama halnya dengan Hamam, ia tidak tahu alasan Nevan menelpon menyuruhnya mendadak datang ke rumah Hamam di tengah kesibukannya di kantor.

"Kenapa harus dibatalin?" tanya Hamam.

"Karena adik saya masih terlalu muda untuk menikah. Masa depan dia masih panjang, dan tidak sepantasnya anak seusia dia berumah tangga. Saya nggak mau dia tertekan karena perjodohan yang tidak dia harapkan ini."

Semua mata lantas tertuju pada Liana yang wajahnya tidak menampilkan persetujuan atas ucapan Nevan, namun tidak juga penolakan. Wajah Liana hanya diam, tidak berekspresi. Mereka semua tahu, Liana yang sekarang telah berubah. Dan perubahan itu cukup mengundang simpati orang di sekitarnya.

Nevan menatap Brian yang duduk di sebrangnya. "Masalah uang yang Liana pinjam untuk biaya operasi Mama saya dulu, anda tidak usah khawatir. Saya akan mengembalikannya."

"Nevan, Papa sudah tidak mempermasalahkan uang itu. Papa sudah ikhlas."

"Saya tidak peduli. Saya akan tetap menggantinya."

"Tidak usah, Nevan. Papa beneran ikhlas. Anggap saja itu sebuah kewajiban Papa, karena bagaimanapun Mamamu dulu masih adalah istri Papa."

Senyum miring tercetak di bibir Nevan. Ia menatap Mamanya yang hanya diam sambil menggenggam tangan Liana. "Kewajiban? Terus kenapa anda dulu minta sebagai gantinya adik saya harus mau di jodohkan?"

"Nevan, maafkan Papa. Papa menyesal karena dulu Papa––"

"Berhenti menyebut diri anda Papa di hadapan saya, dan berhenti membicarakan penyesalan. Tujuan saya kesini untuk membatalkan perjodohan adik saya. Bukan mendengar penyesalan anda." Nevan sudah tidak tahan lagi. Sedaritadi dia terus menahan diri untuk tidak bersikap bruntal pada Brian. Selanjutnya ia berdiri. "Saya nggak mau tau, pokoknya perjodohan itu harus batal. Ma, Na, ayo kita pulang."

Diana mengangguk. Ia menuntun Liana untuk berdiri. Liana sendiri hanya menurut saat Diana dan Nevan menggandengnya hendak pergi. Sebelum itu, ia melirik cowok yang sedaritadi hanya diam sama seperti dirinya––tidak terlalu peduli dengan tujuan pertemuan ini.

"Tunggu!" Suara berat milik Gilang menghentikan langkah mereka. Nevan berbalik menatap cowok bertubuh jakung yang kini berjalan menghampirinya.

"Izinin gue nikah sama Liana." Pernyataan Gilang cukup membuat semua orang di sana tercengang, terutama Nevan.

"Lo abis mabuk, ya, makanya ngelantur?!"

"Enggak, Bang, gue nggak pernah mabuk sama sekali. Gue seratus persen sadar ngajak Liana nikah," balas Gilang.

"Lo nggak denger barusan gue batalin perjodohan kalian?"

"Ini bukan tentang perjodohan. Tapi ini tentang keinginan gue untuk menjaga dan menyelamatkan hidup Liana. Lo nggak lupa, kan, kemarin apa yang terjadi sama Liana?"

Teman ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang