28. Melukis senja

100 16 0
                                    

“Karena senja itu istimewa. Kadang dia orange jingga, kadang hitam kelabu. Tapi apa pun warnanya, langit selalu menerima kehadirannya apa adanya

Happy Reading ❤

***

Jika ditanya kehilangan apa yang paling menyakitkan, maka Liana dengan cepat akan menjawabnya kehilangan orang yang kita sayangi untuk selamanya.

Sebulan lewat sejak kematian Regan, dan Liana telah mengalami banyak perubahan dalam kurun waktu singkat. Dia yang dulunya sangat ceria, kini untuk tersenyum saja rasanya sangat berat. Liana lebih banyak diam, menyendiri, dan berwajah murung. Dia juga merasa sangat malas bersosialisasi dan lebih memilih menghabiskan waktunya dengan mendekam di kamar. Hal itu tentunya menimbulkan simpati orang-orang terdekatnya.

Seperti sekarang, padahal tadi Nevan sudah menawarkan akan mengantarnya ke sekolah tapi Liana menolaknya.

“Abang anterin aja, Na. Kamu nggak usah naik bus.”

Liana tetap menggeleng. “Nggak usah. Aku lagi pengen naik transjakarta aja.”

“Nanti pulangnya aja, ya? Sekarang berangkatnya Abang anterin dulu. Lagian kan di luar juga gerimis, Na.”

“Nggak usah, Bang.”

Nevan mendengkus lantaran Liana yang kekeuh ingin naik bus. “Yaudah Abang anterin ke hal––”

“Bang!” bentak Liana seraya menghempaskan sepatu yang ia bawa. “Aku tuh lagi pengen berangkat sekolah sendiri, nggak dianter! Ngertiin aku dikut dong. Untuk saat ini jangan paksa aku. Aku lagi pengen sendiri!”

Teman ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang