15. Because of jealousy

105 18 0
                                    

Aku tersenyum, bukan berarti aku terlihat baik-baik saja. Aku hanya sedang menutupi luka yang sampai saat ini belum juga menemukan penawar”

Happy Reading ❤

***

Liana menatap layar handphone yang mati sekali lagi untuk melihat apakah wajahnya benar-benar sudah fresh dan tak terlihat usai menangis. Ia mengusap hati-hati bulir air mata yang masih tersisa di pelupuk supaya tidak memberantakkan maskaranya.

Sejam berlalu sejak dia meninggalkan Gilang tadi. Dan selama itu dia mendekam di kamar mandi kampus untuk menangis.

Tadinya Liana memang ingin bolos dan kembali pulang seperti ucapannya ke Gilang. Tapi mengingat dirinya sudah sering sekali membolos kuliah, membuat Liana membatalkan niatnya tersebut. Dia takut nantinya dia tidak lulus sesuai target lantaran tidak memenuhi SKS. Jadinya Liana memutuskan untuk masuk meskipun dia tau dirinya sudah terlambat.

Setelah dirasa penampilannya sudah oke, Liana mengetuk pintu kelas dan membukanya dengan takut lantaran terlambat. “Permisi, Pak.” Ia menunduk. “Maaf saya terlambat.”

Seketika fokus semua mata tertuju padanya, tak terkecuali dosen yang sedang menjelaskan pun menghentikan ucapannya. Dosen itu menatap Liana dengan tatapan datar.

“Siapa nama kamu?” tanya dosen tersebut.

“Anindira Liana,” balas Liana masih tidak berani menatap dosen tersebut.

“Rumah kamu dimana? Kenapa bisa terlambat?”

“Rumah saya di Jakarta, Pak. Di sini ngekos karena kuliah. Saya terlambat karena ketiduran, Pak.”

Liana memang sengaja tidak jujur jika dia tinggal di apartemen karena tidak mau Lika, Syakilah, dan Alya bertanya-tanya. Ia memang tidak memberitahu kepindahannya pada ketiga temannya tersebut lantaran takutnya mereka memaksa ingin bermain ke apartemen Liana. Nanti bisa-bisa mereka tahu jika dirinya tidak tinggal sendiri tapi dengan Gilang yang berstatus sebagai suaminya.

“Jauh-jauh merantau dari Jakarta dengan alasan kuliah, tapi sesampainya di sini malah terlambat karena ketiduran?” Dosen itu mengangguk-angguk. “Saya tidak masalah kalau tidak bisa menghormati saya yang rela jauh-jauh datang kesini untuk mengajar. Tapi apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan orang tua kamu jika tau kelakuan kamu di sini seperti itu? Kamu pikir kuliah itu bayarnya murah sampai kamu bisa seenaknya gini?”

Liana merutuki kebodohannya dalam hati. Harusnya tadi dia tidak usah masuk saja daripada harus menanggung malu dimarahin di depan banyak orang seperti ini.

“Sudahlah. Saya tidak mau jam pelajaran saya habis hanya karena kamu yang terlambat. Maka dari itu saya perintahkan kamu keluar dari kelas saya.”

Mata Liana membulat. “T-tapi, Pak––”

“Kamu yang keluar atau saya?”

Liana menghela napas. Tak mau membuat masalah semakin runyam, dia pun akhirnya memutuskan untuk keluar kelas. Namun, baru saja dia memegang gagang pintu, seseorang meneriaki namanya.

“Liana tunggu!”

Liana menoleh pada orang tersebut. Itu adalah Calvin yang tengah menyampirkan tas di bahu dan menghampirinya dengan terburu-buru.

“Mau kemana kamu?” tanya dosen tersebut menatap tajam Calvin.

“Ikut temen saya keluar, Pak.”

Teman ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang