3

3K 370 10
                                    

Di temani sopir ayahnya, Raffi tiba di rumah Medina. Di depan rumah Medina sudah ada sebuah mobil ambulan dan empat orang petugas medis. Seperti yang diperintahkan ibunya, Raffi akan mengurus nenek Medina masuk ke rumah sakit.

Ketika nenek Medina di bawa keluar, Medina mengikuti dari belakang. Sebuah tas jinjing berisi pakaian ditenteng wanita itu.

Bukan tidak tahu keberadaan Raffi, tapi Medina tidak mau melihatnya. Untuk apa? Mengemis tanggungjawab? Jika dia memang laki-laki baik, tidak akan melakukan hal itu padanya. Medina tidak tahu apa anggapan laki-laki itu untuknya sekarang. Sampah atau barang pungut?

"Kamu naik mobil saya."

Medina tidak menjawab, ketika kakinya ingin masuk ke mobil ambulan, perawat meminta Medina untuk ikut mobil Raffi.

Tidak ada pilihan, jika harus naik angkot Medina tidak akan tiba tepat waktu. 

Karena yang menyetir mobil Raffi adalah sopir ayahnya, Medina memilih duduk di depan. Ketika Raffi menyuruh pindah ke belakang, Medina menulikan telinganya.

"Saya tidak akan menganggu. Duduk saja di sini," kata Raffi meyakinkan. 

Bagi Medina, kata ganggu tidak berguna lagi saat ini. Tubuhnya sudah lebih dulu diganggu oleh laki-laki itu.

"Nur!" nekad, Raffi membuka pintu depan agar Medina pindah ke belakang.

Medina tidak tahu kenapa Raffi berani melakukan hal hina itu padanya, namun tidak berani bertanggung jawab dan membuat Medina terlantung-lantang. Medina masih polos, terlebih keadaannya yang seperti itu membuatnya bungkam.

Saat Raffi mengatakan akan bertanggung jawab,  hari itu seperti ada harapan. Namun saat laki-laki itu mengatakan harus menikahi wanita pilihan ibunya, seketika harapan dan semangat Medina hancur. Medina bukan orang yang punya kuasa sehingga bisa merong-rong meminta pertanggung jawaban Raffi. Jika memang Raffi manusia, laki-laki itu pasti akan memikirkannya.

"Kamu marah."

Medina tidak ingin meladeni, karena itu dia tidak mengeluarkan note kecil yang biasa digunakan untuk berkomunikasi.

"Saya minta maaf."

Bayangan tentang akad masih menggantung di benaknya dan hati menjelaskan rasa sakit yang tak akan pernah hilang.

Sebuah amplop, sudah disiapkan Raffi sebelum datang ke rumah Medina. 

Medina tidak melihat dan tidak ingin tahu benda apa yang diletakkan Raffi di atas pangkuannya.

"Saya tidak akan melupakanmu."

Dan kata itu ditelan oleh Medina. Mungkin sama seperti anggapan Raffi untuknya maka kata itu juga akan menjadi sampah.

"Hiduplah dengan baik." Raffi memperhatikan wajah cantik Medina yang terlihat lelah. "Saya akan mencemaskanmu."

Tidak usah mencemaskan dirinya, karena Medina lebih merasa cemas jika laki-laki itu ada di sampingnya.

Dalam diamnya, Medina tidak ingin memaknai kalimat Raffi. Semua ditelan oleh Medina.

Tiba di rumah sakit, Medina membuka pintu mobil Raffi dan keluar dari sana. Sudah dikatakan, Medina tidak mau tahu apa yang diberikan Raffi untuknya. Alhasil amplop tersebut jatuh, dan Raffi-lah yang memungut amplop tersebut.

Raffi melihat Medina yang sudah berjalan jauh darinya. 

Aku tidak bisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang