10

2.7K 506 21
                                    

Lagi,untuk ketiga kali Kabiru melihat Medina. Kali ini menjelang sore, Kabiru mampir karena ada keperluan dengan mami. Karena mami sedang tidak berada di tempat, Kabiru melangkahkan kakinya ke dapur dan melihat wanita itu. Tidak sendiri karena ada bi Kom dan bi Dijah bersama wanita itu.

Dari kacamatanya, bisa dilihat jika Medina adalah gadis desa yang polos. Satu jam mengawasi, sedikitpun Kabiru tidak mendengar suara Medina. Hanya senyum dan anggukan kepala. Sesekali, Kabiru melihat Medina menyodorkan buku kecil.

Tepukan di pundak membuat laki-laki itu menoleh.

"Kamarmu kurang mewah hingga dapurku jadi sasaran?"

"Aku menginginkannya," jujur Kabiru pada mami.

"Dia masih kecil." mami menarik Kabiru agar menjauh dari sana.

"Dia tidak akan kecewa denganku, Mi."

"Di Inggris banyak wanita lebih sempurna darinya." bahkan untuk menyebut nama Medina, sangat sulit. Mami ingin siapapun yang datang ke tidak tempatnya tidak ada yang tahu apalagi mengenal Medina.

"Aku menyuruhmu menunggu di ruanganku, kenapa kelayapan?"

"Tiba-tiba saja teringat," jujur Kabiru. Saat datang ke sana tujuannya memang bertemu dengan mami, namun saat tidak menemukan pemilik tempat itu, sontak saja pikirannya itu tertuju ke dapur mami di mana pertama kali ia melihat wanita yang tak lain adalah Medina.

"Ini," kata Kabiru meletakkan cek tunai yang dikeluarkan dari saku jas-nya. "Kurang cuan-mu?"

Mami tertawa bahagia. "Aku tidak hidup sendiri."

Tidak ingin membahas hal yang memang sudah diketahuinya, Kabiru kembali menanyakan tentang Medina.

"Namanya siapa?"

"Slip tanda jadi belum kamu kembalikan," sela mami.

"Cek email." kesal, Kabiru kembali menyebut tentang Medina. "Sepertinya masih SMA. Pasti segar."

"Handoko mencarimu, kamu sudah bertemu dengannya?"

Kali ini Kabiru tidak ingin pulang tanpa tahu tentang wanita yang dilihatnya di dapur.

"Tidak apa tidak memberitahu, aku akan mencarinya sendiri." Kabiru bangun. "Kamarnya tidak jauh dari dapur kan?"

"Kabiru!" 

"Ini tempat bersenang-senang, sejak kapan Mami memakai hati?"

"Aku menolongnya. Dia bisu! Hidupnya tak seperti gadis kota."

"Aku belum tahu sensasi bercinta dengan wanita bisu. Mungkin bisa dicoba." dingin sikap Kabiru sangat mengatakannya.

"Sekalipun kamu mengajaknya menikah, tak akan kuizinkan." kecuali jika memang Medina menginginkannya. Selama bisa, mami akan melindunginya.

"Profesional."

Mendengar satu kata dari Kabiru, mami tersenyum sinis. "Kamu eksekutif muda. Lebih dari dia bisa kamu dapatkan." lagipula semua wanita yang ada di depan, bebas untuk dipilih.

"Bukankah semua yang di sini adalah pemuas nafsu?"

"Pernahkah kamu melihat bi Kom dan bi Dijah dijamah pelanggan?"

"Mereka susah berumur," elak Kabiru. Dibandingkan Medina, sedikitpun tidak pernah lelaki itu memikirkan dua pembantu mami yang sudah dikenalnya untuk menjadi pemuas.

"Mereka tidak tahu cara merawat diri." bisa saja Kabiru lupa diri jika dua wanita itu mau menuruti gaya hidup wanita malam.

"Aku akan tahu siapa dia."

"Karena masih muda, itu alasanmu menginginkannya?"

"Normally." tidak perlu dijelaskan. Meski tidak dipoles, kecantikan Medina menguar berikut dengan pesonanya. Kabiru tahu hanya dengan sekali melihat. "Bisa jadi dia aset terbesar."

Mami tidak tahan lagi mendengar kalimat Kabiru. 

"Aku membelinya."

Seandainya bisa, mami pasti menampar Kabiru. Tapi, wanita itu sadar lelaki seperti apa yang dihadapinya saat ini.

"Anggap dia putriku." sulit, tapi mami akan berusaha membuat Kabiru mengerti.

"Aku memberi waktu satu bulan." karena selama itu, Kabiru akan kembali ke Inggris.

Diakui mami, jika Kabiru pandai memilih wanita. Pernah Kabiru memasukkan seorang wanita ke kamarnya, tidak lama laki-laki itu keluar karena mengetahui jika wanita tersebut tidak lagi perawan. Saat itu mami tertawa. Namanya juga wanita panggilan, adakah yang masih gadis? Tertipu dengan usia juga kepolosan, begitu yang dialami Kabiru.

Repot memang. Jika Kabiru memang ingin menjaga keperjakaannya, kenapa harus datang ke tempat itu?

"Tidak takut tertipu?" mami menyinggung pengalaman pribadi lelaki itu.

"Aku cuma memakainya. Bukan menjadikan istri."

Jika Kabiru tegas dengan tega memberikan jawaban itu, mami kebalikannya. Jika sampai Medina mengalami hal itu, mungkin mami tidak akan bisa memaafkan dirinya.

Kabiru pergi meninggalkan mami yang masih tertegun dalam diamnya. Kabiru punya cara melakukan segalanya. Kuasa lelaki itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Terkait perempuan, baru kali ini Kabiru memaksa. Diakui mami, jika paras Medina memang sangat cantik. Sengaja dirinya tidak menyuruh Medina melakukan perawatan, karena mata tajam lelaki tahu tanpa harus memoles. 

Sepertinya, mami harus mencari cara. Dia akan menemui Medina.

Dari dapur, Medina kembali ke kamarnya. Karena itulah denah teraman yang harus dipatuhinya. Mengunci pintu, Medina bersiap menikmati secangkir teh hijau.

"Selamat sore."

Hampir saja cangkir di tangannya jatuh. Keberadaan seorang lelaki yang tidak dikenalinya ada di kamar.

"Saya tahu kamu bisu." Kabiru menatap baik-baik wajah Medina. Alami dengan pesona yang cukup kuat.

Bukan darah bangsawan, hanya seseorang yang hidup di bawah naungan mami, yang tak lain adalah pemilik tempat khusus menampung nafsu pria. Namun, wanita itu memiliki wajah yang sangat cantik.

Saat Medina ingin membuka pintu, dengan cepat Kabiru menahan lengan wanita itu dan membawa ke dalam pelukannya.

Benar. Dia masih kecil. Tubuhnya perlu diberi asupan vitamin agar tumbuh seperti wanita pada umumnya.

"Kamu tidak mau memberitahu namamu?" memang apalah arti sebuah nama karena Kabiru sudah melihat secara dekat wanita itu.

Medina terkejut, kenapa notes kecilnya ada di tangan Kabiru? Kapan lelaki itu mengambil benda tersebut dari sakunya.

"Anda tidak sopan. Keluar." 

Marah yang menggemaskan. Kabiru menatap tajam wanita itu. "Saya memang akan pergi. Tulis saja namamu."

Medina menggeleng. 

"Baiklah." menjauh dari Medina, Kabiru kembali ke ranjang wanita itu. "Saya akan menunggu, mungkin kita bisa tidur bersama."

"Apakah anda akan keluar setelah mengetahui nama saya?"

Membaca jawaban nan polos itu, Kabiru mengangguk.

"Nur Medina."

Dan Kabiru terpukau melihat sebuah nama yang indah sesuai dengan rupa wanita itu.

Medina. Sepertinya bagus.

"Keluar dan jangan pernah kembali!" 

"Tentu sayang. Saya akan keluar." kali ini fokus Kabiru sedikit terganggu dengan bibir Medina. Kira-kira selain indomie apalagi yang pernah dilumat bibir tipis itu?

Sebelum pergi, Kabiru melihat sekali lagi wanita yang mengenakan piyama teddy bear. Lucu dan menggemaskan tanpa meredupkan aura seorang wanita.

Aku tidak bisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang