5

2.6K 603 48
                                    

Bukan hanya bu Wira, ramai orang menunggu Raffi bicara. Sedang Medina menunduk dengan wajah takut. Waktu sholat Maghrib telah pun terlewati dan Medina belum kembali ke rumah sakit.

"Aku ingin menikahi Nur."

Pak Wira yang pertama kali bersuara. "Apa yang kamu katakan? Menikahi Nur dihari resepsimu dengan Lia?"

"Aku sudah menyentuh Nur. Aku memperkosanya."

Rasanya tidak layak jika kalimat itu harus di katakan di hadapan banyak orang. 

Sebuah tamparan dilayangkan pak Wira pada putranya.

Di tempatnya bu Wira syok. Beberapa orang ibu-ibu keluar dari kamar Raffi. Ini masalah keluarga, tak pantas mereka mendengarkan. Namun masih ada beberapa orang yang masih penasaran.

"Paling juga cewek itu yang gatal!" seloroh tante Raffi yang datang dari Jakarta dan sama sekali tidak mengenal Medina.

Medina menatap tak percaya pada wanita yang menuduhnya seperti itu.

"Aku harus menikahnya, Ayah."

"Bagaimana dengan Lia?!" tanya pak Wira. "Bagaimana image Ayah di depan keluarga mereka punya anak se-brengsek kamu?!"

Raffi menatap Medina. Ia tahu, jika wanita itu ketakutan.

"Kamu hamil Nur?" lemah suara bu Wira saat menanyakan itu. Bahkan bu Wira tidak sanggup melihat wajah Medina.

"Apakah dia harus hamil sementara kehormatannya telah kurenggut?" 

Lagi, Raffi mendapatkan tamparan dari ayahnya. "Siapa yang menyuruhmu melakukannya?" pak Wira jijik mendengar po pengakuan putranya.

"Artinya sudah lama kalian melakukannya."

"Aku yang melakukan Bu! Nur tidak tahu apa-apa!"

"Tante tidak percaya! Kelihatan banget muka melas gitu!"

"Bisa diam kamu?!" pak Wira menyuruh adik iparnya diam.

Pak Wira tidak bertanya pada Medina. Laki-laki itu tahu, Medina tidak akan bisa mengapit penanya saat ini. Bisa dilihat jika anak yang ditinggal oleh orang tuanya itu ketakutan dan  menangis.

"Ayah sudah membesarkanmu dan sekarang kamu sudah menikahi Lia, apakah tugas Ayah tidak akan ada habisnya?"

"Aku hanya akan menikahi Nur. Aku tidak akan merepotkan Ayah."

"Kamu pikir mereka tidak akan mencemoohkan Ayah? Kami menjodohkanmu, dan sekarang kamu akan menduakan putrinya?!"

"Lalu, aku harus meninggalkan Nur?" Raffi juga bersikeras. Ia tahu salah dan kesalahan itu sekarang sudah diketahui orang tuanya, apakah salah jika ia mengambil langkah baik?

Secarik kertas dirobek, dan diletakkan Nur di atas pangkuan bu Wira.

"Aku tidak akan menikah. Aku akan pergi. Maaf sudah membuat keluarga ibu malu. Terimakasih sudah baik sama aku dan nenek."

Medina tahu diri, juga sadar jika selama ini keluarga bu Wira banyak membantunya.

"Nur!" Raffi menarik lengan Medina.

Menggeleng dan menegaskan di raut wajah, jika dirinya baik-baik saja. Yang penting tidak hamil, begitu kan?

"Aku akan menikahimu. Aku akan melakukannya."

Medina menggeleng. Bukankah sudah sangat terlambat? Dua bulan, dan Raffi sudah menikahi wanita lain. 

Melepaskan genggaman tangan Raffi, Medina pergi. Hal yang pertama dilakukan saat tiba di rumah sakit nanti adalah Medina akan membawa pulang neneknya. Lebih baik dirawat di rumah ketimbang menerima bantuan orang lain jika harga diri sebagai bayarannya.

Medina pergi dengan isak tangis. Disaksikan warga, Medina pergi dengan wajah tangis dalam diam.

Ayah, ibu.

Kalian lihat nasibku?

Tidak ada yang menginginkanku.

Sama seperti kalian yang pergi meninggalkanku dengan sebuah nama.

Tiba di rumah sakit, kenyataan berat kembali harus dihadapi Medina. Neneknya telah berpulang. Medina masih belia, wajar kan jika dia meratap? Medina hanya punya nenek. Sejak masih bayi hanya wajah nenek yang dilihatnya.

Aku tidak bisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang