Sebagai pemuas nafsu? Mungkin, Medina ingin protes atau keluar dari sana tapi ia dikawal ketat oleh penjaga dalam gedung besar tersebut. Tidak ada alasan untuk sekadar keluar karena privasinya dikekang Kabiru semua kebutuhan disediakan, pelayan sigap membantunya.
Dia bukan wanita penantang dunia yang keras dan penuh sandiwara Medina bukan juga sosok perempuan yang telah dilatih ketegarannya tapi dia orang biasa, terlahir dari keluarga tak berpunya harus melewati rintangan hidup yang cukup berat.
Digauli dengan kasar dengan lontaran kalimat menyakitkan tanpa tahu wanita itu terluka. Fakta Medina tidak lagi perawan membuatnya marah, Kabiru sudah menganggapnya bukan wanita baik sejak bertemu di tempat mami sekarang bukti itu terjelaskan.
Ia terpaut dengan wajah cantik Medina, diakui kenapa dirinya berani menikahi wanita itu tapi kalian harus percaya semua ini bukan tentang cinta melainkan keinginan nafsu semata.
"Meski mengenakan pakaian dari emas, bau sampah tetap tercium."
Medina tidak berencana menjawab, dibiarkan note kecil tergeletak di nakas sedang dia duduk di depan cermin dengan tidak berdaya.
"Kamu akan melihat saja benda-benda itu?"
Benda yang dimaksud Kabiru adalah peralatan rias untuk Medina, sore menjelang Maghrib pria itu ingin membawa Medina ke sebuah acara tidak terlalu besar tapi di sana berkumpul hampir semua pengusaha ternama.
"Kamu bisa memolesnya untuk menutupi kebusukanmu."
Kata-kata Kabiru menyakitkan tapi ada yang lebih menyakitkan yaitu sentuhannya. Seandainya bisa Medina berharap tidak disentuh lagi, lebih baik dia dipekerjakan di rumah itu.
"Jangan khawatir perlahan akan kuperkenalkan kamu sebagai pelacur."
Dibandingkan hati ada satu bagian tubuh yang paling sakit namun ditahan agar tidak terlihat oleh Kabiru.
Kabiru marah ketika bibir melontarkan kebencian, birahinya malah bangkit hanya dengan melihat wajah Medina. Jelas-jelas ia membencinya tapi kenapa ada yang berontak?
"Usia masih muda tapi sudah se-kotor itu, dasar sampah."
Sungguh Medina tidak ingin peduli pada kata-kata Kabiru, ia hanya perlu memilih benda yang mana dulu yang akan digunakannya. Wajahnya sudah putih tapi tidak mungkin dia menghadiri acara laki-laki itu dengan wajah pucatnya itu.
Bedak tabur dengan sedikit lipstik mungkin bisa, jika menggunakan semua ia tidak yakin dengan hasilnya karena masih awam dengan peralatan itu.
Dari sofa Kabiru memperhatikan Medina namun wanita itu tidak tahu, ia hanya perlu menyelesaikan riasannya dan pergi de suruh kau dekngan laki-laki itu.
"Kamu merasa diri sempurna?" Kabiru tersenyum sinis. "Aku yakin seandainya cermin bisa bicara dia akan menyuruhmu enyah dari hadapannya."
Menurut Kabiru polesan itu bisa menutupi kebusukannya sedang untuk Medina dia bisa melihat dirinya yang palsu sehingga membuat anggapan sendiri bahwa ketika riasan menyentuh wajahnya maka masa depannya juga berbeda.
******
Sesal pertama adalah membawa wanita itu ke acara koleganya, lirikan maut nan menggoda terus mampir bukan pada orang-orang itu Kabiru marah melainkan pada Medina.
Genggaman tangan mungkin tampak seperti perlakuan romantis tapi percayalah Medina merasa sakit belum lagi selangkangannya.
"Ini pertama kalinya, seseorang?"
"Istri."
Bukankah dia akan mengenalkan Medina sebagai pelacur?
"Selamat datang."
Medina tidak diizinkan membawa note kecilnya, Kabiru tidak ingin wanita itu berinteraksi dengan orang lain karena dia sudah membelinya. Ia tidak menerima keluhan dan Medina tidak menyampaikan keberatannya.
Ketika Kabiru menoleh ia marah melihat Medina tersenyum pada laki-laki yang menyapanya. Tanpa basa-basi dia menarik Medina dari hadapan pria tersebut.
Dari semua tamu hanya beberapa orang yang membawa pasangannya padahal bisa dikatakan ini salah satu acara resmi.
"Merasa jadi perhatian?"
Medina menggeleng, ia tidak merasa seperti itu apalagi di saat bagian intinya terasa sakit.
"Jangan lupa, kamu sampah. Mereka tertarik karena belum tahu bau yang menyengat."
Hinaan Kabiru sudah mulai terekam di benak Medina dan wanita itu tidak berpikir untuk memintanya berhenti melontarkan kalimat menyakitkan.
Kabiru memilih sebuah meja karena sejak dari tadi mereka berkeliling, tanpa dipersilakan Medina langsung menarik bangku dan duduk di sana. Sesuatu amat menyakitkan seandainya tidak ada riasan dan pewarna bibir bisa dipastikan wajah pucatnya dilihat oleh semua orang.
"Jangan bangga, mereka cuma tergiur untuk membawamu ke ranjang tidak lebih dari itu."
Medina tidak merasa diperhatikan tidak juga melihat tatapan orang-oraang padanya, lebih banyak menunduk karena tidak tertarik dengan acara ini. Seandainya Kabiru tidak mengajaknya ia bisa istirahat.
Di lahirkan untuk ditinggal, lantas beranjak besar mengalami kesulitan hidup hingga diperkosa dan sekarang dibeli oleh seorang pria kejam, naas sekali hidupnya.
"Murahan." usia se-muda itu sudah menjual diri. "Mereka berani menawarmu tapi tidak akan bisa mengambilmu dariku."
Medina bisa merasakan keringat mengalir di punggungnya, sakitnya bertambah ingin mengajak pulang tapi note kecilnya sengaja ditinggalkan Kabiru seandainya pun ia meminta apakah akan dikabulkan?
"Kamu sedang mengundang?"
Medina menatap pria itu, apa maksudnya?
"Kenapa menggigit bibir?" dingin dan sangat menusuk ditambah tatapan tajam. "Kamu ingin mencari perhatian?"
Medina meneguk ludah bukan karena kalimat Kabiru, tapi sedang menahan sakit. Kepalanya kembali tertunduk tak lagi menggigit bibir, menahan rasa sakit yang kian menyiksa.
Kabiru tidak sanggup lagi melihat tatapan liar para lelaki yang tertuju pada Medina, menarik wanita itu ia keluar dari sana tanpa pamit pada tuan rumah. Pelajaran seperti apa yang pantas diberikan pada Medina?
******
"Boleh aku istirahat?"
"Istirahat, aku sudah membelimu maka lakukan yang kuperintahkan!"
Note yang dibuang Kabiru kembali diambil Medina. "Aku sakit," tulisnya cepat tapi pria itu kembali merebut dan melempar dengan kesal.
"Puaskan aku." karena kali ini dia ingin Medina yang memulainya. "Lebih dari yang pernah kamu puaskan."
Medina tidak yakin sanggupkah dia kali ini, nyeri dan sakit tak kunjung hilang wanita itu juga demam.
Kabiru melempar tubuh wanita itu ke ranjang, awalnya tidak apa-apa tapi saat tubuh dihempas dengan kasar matanya mulai kabur. Sejak kecil tidak memiliki sandaran beranjak dewasa masalah hidup semakin rumit. Tidak ada orang atau sanak saudara yang bisa diminta belas kasih saat dirinya dalam kondisi seperti ini.
Sentuhan itu mulai menyakiti bak direnggut nyawa dengan tangan tidak berdaya ia meminta Kabiru berhenti tapi hentakan itu semakin keras dan ia tidak sadarkan diri karena saking sakitnya.
Merasakan sesuatu Kabiru menarik diri dan terkejut melihat darah yang keluar dan ia baru tahu bahwa Medina tidak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku tidak bisu
RomanceNur Medina, siapa wanita bisu itu? Ada yang tahu derita hidupnya? Jika semua orang layak memperlakukannya seperti wanita hina, bagaimana jika saat dia kembali membawa dunia di telapak tangannya? Yakin, akan ada maaf darinya?