13

2.6K 450 44
                                    

Sebuah bangunan megah adalah milik Kabiru yang tak lain suami Nur Medina. Iya, lelaki itu telah menikahi Medina dan sekarang telah membawa Medina ke kediamannya.

Ada sepuluh orang pelayan di sana. Mereka tidak diizinkan masuk ke ruang utama tanpa perintah. Tempat mereka telah ditentukan begitu juga dengan pembagian tugas.

Tidak ada drama atau kontrak, semua penghuni di sana tunduk kepada Kabiru. Tidak ada yang bisa melanggar karena akan mendapatkan sanksi yang tidak main-main.

Kini penghuni bertambah satu, yaitu Medina. Medina yang lemah dan polos telah masuk ke rumah itu dan akan melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Tanpa Medina ketahui jika Kabiru tidak lagi melihatnya dengan tatapan saat mereka pertama kali bertemu.

Kamar yang cukup besar dan lengkap dengan fasilitas ditempati Medina.

Menyodorkan note kecilnya pada Kabiru, Medina menuliskan pertanyaan. "Apa yang akan kulakukan di rumah ini?"

Kabiru menatap dengan dingin wanita di depannya. Jijik saat melihat raut polos Medina. "Diam dan layani aku." karena Kabiru tidak suka keributan. Ah satu lagi. "Jangan bersikap bodoh. Karena aku tahu seperti apa kamu."

Apa? Kenapa Kabiru bicara seperti itu? "Anda marah?"

"Istirahatlah." Kabiru menepis note tersebut, ia keluar dan membanting pintu kamar membuat Medina kaget ditempatnya.

Ini baru hari pertama dan laki-laki itu sudah marah, padahal Medina tidak membuat keributan.

Melihat lagi kamar yang besar, terlintas sebuah pikiran di benaknya. Apa yang akan dilakukan Medina di kamar besar ini?

Dan hal pertama yang dilakukan wanita itu adalah membuka koper dan menyusun pakaiannya ke dalam lemari. Itu sebuah pekerjaan dan Medina akan senang melakukannya. Sempat terkejut saat melihat baju lelaki di sana, apakah Kabiru akan menempati kamar yang sama dengannya?

Karena pakaiannya tidak banyak, pekerjaan itu cepat selesai. Berdiri di depan cermin bukan untuk melihat pantulan diri melainkan benda yang tersusun rapi di atasnya. Medina tahu benda itu terdiri dari skincare yang pernah dilihatnya di ponsel, parfum dan alat make up.

Mungkin ini milik seseorang. Sedikitpun Medina tidak melihat wajah dan penampilannya hasil make over suruhan Kabiru sebelum berangkat ke rumah ini.

Saat tidak tahu apa yang harus dikerjakan lagi, Medina naik ke atas ranjang. Ia tidak lelah tidak juga bosan. Hari pertama semua orang akan bingung jika berada di posisi Medina.

Hari belum terlalu sore, Medina akan tidur sebentar agar rasa lapar di perut hilang.

Satu jam berada di luar, Kabiru kembali ke kamar. Matanya menatap tajam ke arah seorang wanita yang sedang terlelap di atas ranjangnya. Kabiru menginginkannya, namun kecewa saat mengetahui Medina ternyata bukanlah wanita baik-baik dan lebih menyakitkan ketika ia tidak bisa menghentikan keinginannya untuk memiliki wanita itu. Memilih menikah untuk memenangkan ego, jika tak bisa menerima Kabiru akan menendang keluar wanita itu.

Kaki panjang itu melangkah hingga matanya bisa melihat dengan dekat Medina. Duduk di sampingnya Kabiru menatap lagi wanita itu. Patras yang rupawan dengan hidung mancung dan bibir menawan sungguh mempesona.

Tiba-tiba, Kabiru mendengar suara yang berasal dari perut Medina. Wanita itu meringkuk bukan menahan dingin melainkan lapar karena rautnya yang menawan menjelaskan sakit.

******

Medina tahu itu pasta dan teman-temannya yang elit. Hanya saja, saat ini wanita itu ingin makan nasi, tidak apa tidak ada lauk. Persoalannya adalah kepada siapa dia akan meminta makanan itu?

Mau tidak mau, Medina meletakkan note di hadapan Kabiru. "Maaf. Tidak ada nasi putih?"

"Itu makanan berat di malam hari."

Medina tidak mengerti. "Sedikit saja," tulisnya lagi.

Karena memang tidak ada menu itu saat malam hari di rumahnya, Kabiru membawa Medina makan di luar. Medina merasa tidak enak, tapi ia tidak bisa menikmati mie di saat perutnya kosong lain hal kalau dirinya sudah makan nasi. Medina takut sakit di rumah orang.

Sebuah restoran yang tidak jauh dari kediaman, Kabiru membawanya ke sana. Ada beberapa pasangan di restoran itu dan beberapa pasang mata lelaki menatap takjub pada Medina. Bagaimana tidak? Malam itu Medina mengenakan dress polkadot berwarna hitam selutut dengan lengan panjang. Rambut panjangnya tergerai indah. Wanita itu masih muda ditambah aura kecantikan kuat dan sayangnya, Kabiru tidak terlalu memperhatikan suasana di restoran itu.

Makan malam dihidangkan. Sepiring nasi putih lengkap dengan lauk ditata di atas meja. "Ini malam terakhir kamu makan nasi." karena makanan itu hanya akan disantap pagi dan siang.

"Insyaallah." Medina memperlihatkan jawabannya. Setelah meminta izin, wanita itu mulai menikmati makan malamnya. Nasi tidak banyak, syukurnya ada sayur yang bisa membuatnya kenyang.

Selesai Medina makan, Kabiru tidak langsung mengajak pulang Medina. Ia menikmati hidangan sebagai makan malamnya. Namun makanan itu tak lagi nikmat ketika seorang pemuda menghampiri dan meminta nomor telepon Medina.

"Anda tidak tahu etika?"

"Saya hanya ingin mengenal dekat adik anda, bolehkan?"

Apa? Adik?

Suasana hati Kabiru memang sedang tidak baik ditambah pemuda itu maka waktu yang sempurna melampiaskan kemarahannya.

"Dia bukan lagi gadis perawan. Kamu paham?"

Beberapa orang berlari menghentikan Kabiru. Pemuda yang menghampiri mereka hampir mati di tangannya.

Di tempatnya, Medina mematung. Wanita itu tidak tahu harus berbuat apa, juga pernyataan Kabiru yang menjelaskan statusnya pada pemuda tadi.

Mengatakan dia istriku, apakah sulit? Lagi, Medina menelan asa yang tak akan pernah tersambung lagi.

Aku tidak bisuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang