part {19}

86 13 2
                                    

"Sebenernya aku tau mad kalo kang Irsyad udah nggak sama mbak Hilya"

"Hah ? Tau dari mana kamu fidz ?"
  Mereka berdua memulai pembicaraan sambil berjalan dibelakang asrama putra.

"Kemarin aku nggak sengaja denger pembicaraan kang Irsyad sama bapaknya mbak Zahro'"

"Bapaknya mbak Zahro' nemuin kang Irsyad ?" Tanya kang Ahmad dengan mata yang melotot

"Santai kang santai...kemarin di ruang sambang, nggak tau mbahas apa, tapi kayaknya hubungan kang Irsyad sama mbak Zahro' bakalan serius"

"Gimana sih si Irsyad ? Berarti selama ini cuma ngasih harapan tanpa kepastian dong sama Hilya ?"

  Berita tentang keseriusan kang Irsyad dengan Zahro' pun sudah direstui oleh keluarga ndalem, hanya tinggal menunggu waktu yang benar-benar tepat untuk mengikat hubungan halal kedua insan tersebut, keluarga mereka juga sudah dipertemukan.
Hari demi hari Hilya lalui dengan berita penyesalan orang-orang yang menyesali kegagalan hubungan antara Hilya dengan Kang Irsyad. Rasanya lelah setiap hari harus menghadapi riuhnya kata-kata orang.

"Udah packing-packing mbak Zahro' nya" ucap Isty sambil melipat baju yang baru saja ia angkat dari jemuran

"Emang iya ? Bukannya masih lama ya ijab qabul nya ?" Tanya mbak Husna mendekati Isty

"Sekitar 1 bulan an lagi deh mbak"

Hilya yang tadinya berada di pojok sudut ruangan sekarang berdiri dan berpindah tempat.
Semua teman-temannya menoleh dan diam tanpa berucap sepatah kata pun.
Setiap harinya tiada topik selain Zahro' dan kang Irsyad hingga kepala Hilya terasa pening.

"Kita ke kamar mbak Zahro' yuk ?" Ajak Asna

"Ngapain ? Udah kita disini aja, ntar juga mbak Zahro' pamit" mbak Husna melarang teman-temannya yang sudah hampir beranjak dari tempat duduknya.

Hari sudah mulai sore, Hilya duduk di koridor lantai 2 sesekali ia juga melamun, wajah merona Hilya tersorot oleh cahaya matahari yang hampir terbenam, bulu mata lentiknya semakin jelas, paras cantik nya sangat cocok dengan jilbab dusty pink yang sedang dikenakannya.
Hilya lebih suka sendiri menikmati indahnya sore hari, suasana tenang dan sorot matahari yang cukup menghangatkan.

"Fidz ada mbak santri noh" kata kang Ahmad menunjuk ke arah Hilya. Hafidz yang mengetahui bahwa itu Hilya hanya tersenyum tipis.

"Ya udah biarin toh kang, kita kesini mau benerin jemuran, jangan lihat kemana-mana"
Ucap Hafidz mengingatkan, ia hanya tidak ingin wanita yang diam-diam ia sukai dilirik oleh laki-laki lain. Memang tidak ada satu orang pun yang Hafidz beritau tentang perasaanya ke Hilya bahkan kang Ahmad, teman dekat Hafidz pun tidak pernah tau siapa wanita yang disukai oleh Hafidz.

"Itu siapa to Fidz ? Kok nggak jelas" ucap kang Ahmad sambil mengkucek mata nya agar tampak sedikit jelas

"Ndak tau kang, jauh soalnya nanti kalo ditebak salah orang lagi" Hafidz menjawab sambil menenteng kantong plastik yang berisi paku

"Ayo kang balik, mau sampek kapan disini ? Mau nungguin jemurannya mbak santri lumutan ?" Hafidz menarik lengan baju kang Ahmad

"Eh iya Fidz"

~~~

Malam yang cukup dingin, Hilya terbangun dan menoleh ke arah samping tidak ada satu orangpun didalam musholla Hilya baru sadar jika ia tertidur semalam, ia menoleh ke jam dinding diatasnya dan jam sudah menunjukkan pukul 03:05 mungkin ini cara Allah memanggil seorang hamba yang dirindukan curahan hatinya.
Hilya cepat-cepat melipat selimut yang ia kalungkan semalam di lehernya.

"Allah...dingin banget" gumamnya ketika tangannya menyentuh genangan air kolam yang luas itu. Tanpa ragu Hilya meneruskan niatnya untuk sholat tahajjud. Suasana hening dan cahaya remang-remang ini benar-benar menenangkan, suasana hati yang riuh dengan tangisan ini sudah tak tertahan, raka'at terakhir sholat witir air matanya sudah menetes, Hilya melanjutkan berdzikir dengan air mata berlinang, semua dosa-dosa dan kekhilafan terus terlihat didepan matanya, ia salah satu manusia yang Allah izinkan untuk menjaga firman-Nya tetapi Hilya merasa menjadi orang yang lalai. Bagaimana tidak ? Ia justru hanya memikirkan seorang laki-laki yang tidak ada ikatan apapun dengannya. Hilya merasa bahwa ini kesalahan besar dan inilah cara Allah mengingatkan, dengan memutus perasaan suka menjadi luka agar ia tersadar bahwa rasa itu tidak sepantasnya hadir. Setelah membaca bacaan dzikir sujud syukur Hilya mulai berdo'a dan mencurahkan semua isi hatinya
"Ya Allah maafkan hambamu yang telah lalai ini, maafkan hamba yang selalu menangis karena seseorang yang tidak layak hamba tangisi. Karena kuasamu hingga hamba memiliki perasaan cinta dan karena kuasamu hamba harus meninggalkan. Jika memang sudah ditakdirkan dengan orang lain berikanlah hamba keihklasan, berikanlah hamba kemudahan untuk menerima semua ini. Berikanlah hamba kemudahan dalam menjaga firman-Mu Ya Rabb...hilangkan segala sesuatu yang memberatkan fikiran hamba tentangnya...Aaminn"
Air mata itu membasahi pipi Hilya, mengalir deras tanpa hentinya. Hilya hanya diam dan membiarkan air mata itu mengalir tanpa mengusapnya, hatinya terasa berat namun ada rasa lega karena telah mencurahkan semua kepada sang pemilik hatinya. Dengan tidak mengubah posisi duduknya ia membiarkan air mata itu mengalir dan sesekali isak tangis itu terdengar karena saking sesaknya sambil terus berucap

"Hilya...kamu kuat kamu nggak boleh nangis, malam ini terakhir kalinya, besok kamu harus bangkit, kamu nggak boleh cengeng, ini memang nggak benar buat apa disesali ? Udah Hilya tolong berhenti nangis bentar lagi shubuh Hilya, buat apa kamu menangisi hal ini ? Air mata kamu hanya jatuh sia-sia" Isak tangis itu semakin memburu.

Kisah Cinta Santri Itu Indah(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang