M^ ||52

30 3 0
                                    

Rasa, raga, dan jiwa, apakah aku masih memilikinya?

________o0o________

"Punya lo udah jadi."

"Apa? Punya gue 'kan pada gede"

"Nih ambil punya gue juga. Mungkin tadi ketuker sama yang lain."

"Udah gak usah, kita makan aja. Gue ambil jus dulu ya."

Nino tersenyum

Kaki Sinta melangkah ke meja minuman dan mengambil dua gelas jus di sana lalu membawanya ke tempat ia dan Nino duduk. Sesekali Sinta mengedarkan pandangannya hanya untuk melihat suasana sekitar yang menghangat. Namun ada juga yang disibukkan dengan satu tragedi tadi.

Dari awal barbeque sudah siap, Sinta memang enggan beranjak. Alasannya karena tadi saat ia duduk dengan temannya, tiba-tiba maminya menelpon. Dan lagi-lagi sesuatu yang mereka bicarakan adalah hal yang membuat Sinta selalu merasa kecewa pada kedua orang tuanya.

Beberapa kali mereka bilang akan pulang ke rumah dan merawat Sinta walau hanya dalam waktu yang tidak lama. Namun selama itu pula mereka hanya mengucap janji semata. Entah karena apa, selalu banyak alasan yang mereka lontarkan atas tidak terjadinya hal itu. Lama kelamaan Sinta juga mulai muak dengan segala janji yang mereka ucapkan. Walau begitu Sinta belum pernah lepas dari rasa hormatnya pada mereka.

"Kok malah ngelamun 'sih?"

"Sin?!" Nino menyentuh bahu Sinta

Sinta tersentak dengan tiba-tiba.

"A-apa?"

"Lo ngelamun?" Sinta menggeleng

"Udah mendingan lo sekarang lupain tuh hal-hal yang bikin lo bengong kaya tadi."

"Apa sih? Gak ada."

"Apapun itu gue paham, kita sama-sama manusia."

Lalu pandangan keduanya teralihkan kepada suara bising yang kembali menggema di seluruh halaman. Keempat mata itu menangkap dua insan yang tengah saling melempar kata manis.

"Minggir!" Gertakan Rean membuat semua orang terkejut, Rean yang selalu tampak tenang kini tiba-tiba menggertak apalagi pada seorang perempuan yang notabenenya adalah orang yang dijodohkan dengannya. Mereka merasa aneh karena dari awal tahu bahwa Rean tidak mempermasalahkan Diana.

Diana menampilkan wajah cemberut yang langsung mendapat pandangan jijik Rean.

"Buka mulutnya!" Diana balas menggertak dengan canda

Rean menepis lengan Diana yang hendak memasukkan potongan sosis ke mulut Rean hingga sosis tersebut tergeletak di tanah.

"Sumpah demi apapun lo itu orang yang gak pernah bersyukur tau gak?!"

"Gue gak peduli!"

"Rean, ehehe kenAPA SOSISNYA LO JATOHIN!!" Nada bicara yang mulanya lembut itu semakin meninggi dan menekan.

Rean berdecak memutar bola matanya.

"Gak jelas." Rean mulai tenang

Lantas kemudian Rean melangkahkan kakinya menjauh dari perempuan yang terus menggelayutinya sedari tadi. Sebenarnya sudah sejak awal dia ingin menggertak, tapi ia masih bisa menahannya. Dan memang sekarang Rean bisa merasakan Diana kembali mengikutinya berjalan. Tapi kejadian selanjutnya membuat Rean sangat kesal.

Diana yang awalnya masih diam menatap kepergian Rean itu mulai menunjukkan senyum liciknya. Mula-mula Diana berjalan mengikuti dengan tenang kemudian hap!

M^Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang