part 42

404 57 21
                                    

Tama sudah terbawa emosi. Ia sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya, tak peduli walaupun ini di tempat umum. Tama pun menghantam muka Regan dengan beberapa pukulan, sampai Regan tak berdaya.

"Tama stop." pinta Anggi dengan suara bergetar layaknya orang ketakutan.

Tak lama dua satpam datang melerai perkelahian antara Tama dan Regan. Anggi tak bisa berkata apapun. Hatinya sakit. Pikirannya kacau. Anggi benar-benar tak habis pikir dengan Regan, laki-laki yang telah Anggi percaya sepenuhnya ternyata telah memgkhianatinya.

Namun di sisi lain, Anggi juga merasa kasihan kepada Regan karena seluruh mukanya lebam karena pukulan dahsyat dari Tama.

"Regan, kamu gapapa?"

Tama menghembuskan napasnya kasar mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Anggi. Sudah jelas Regan mengkhianatinya, masih saja ia merasa khawatir terhadap kondisi Regan. Sahabatnya satu ini memang terlalu bucin.

Tama mengangkat kerah kemeja Regan. "Urusan lo sama gua belum selesai."

Tanpa pikir panjang, Tama merangkul Anggi untuk membawanya pergi dari trans studio. Tempat yang seharusnya menebarkan kebahagiaan untuk orang yang datang, namun kini kondisinya berbalik.


Sesampainya di mobil, Tama menyalakan AC kemudian duduk di jok belakang menemani Anggi yang sedang larut dalam kesedihannya.

"Udah nangis aja."

Anggi bersandar di pundak Tama. Tama pun memeluk tubuh Anggi erat sembari mengusap punggungnya, memberinya kekuatan.

Tangisan Anggi tak tertahankan dikala ia mengingat semua kenangannya dengan Regan. Saat Regan selalu berusaha membuatnya jatuh cinta dan saat Anggi berusaha menaruh hati pada Regan.

"Lo harus putus. Semua masalah di hubungan bisa dimaafin kecuali orang ketiga, Nggi."

Anggi menggelengkan kepalanya. "Gua belum dengerin penjelasan dia, Tam."

"Lo sendiri yang bilang ga perlu ada yang dijelasin kan?"

"Tapi takutnya ada salah paham."

"Salah paham apa sih, Nggi? Udah jelas. Sekalipun itu temennya, mana ada temen pegangan tangan waktu jalan."

"Gua salah apa sih, Tam?" lirih Anggi diikuti dengan isak tangisnya.

"Ngga ada."

"Kalo ngga ada, Regan juga ga mungkin duain gua, Tam."

Tama menghela napas. "Nggi.... gua gasuka lo nyalahin diri sendiri kaya gini."

"Lo mau tau sesuatu tentang Regan yang mungkin lo belum tahu ga?"

Anggi menatap Tama. "Apa?"

"Gua dikasih tahu sama Nara, mereka dulu satu SMP. Dulu Regan itu posesif ke pacarnya. Kalo pacar dia ga turutin apa yang dia mau, dia ga segan buat main tangan ke pacarnya. Temen deket Nara pernah jadi pacar Regan. Kata Nara dulu temennya sampe trauma, kalo ada orang angkat tangan kaya mau mukul, dia langsung jaga-jaga buat lindungi diri gitu, Nggi."

"Lo.... serius?" tanya Anggi dengan mulut terbuka, ada terbesit rasa tak percaya kepada Tama. Bisa saja Tama mengarang karena ia membenci Regan.

"Seriusan."

"Ngga mungkin, lo boong."

"Demi Tuhan gua serius. Buat apa gua boong buat jelekin orang lain?"

"Bukannya ga percaya, Tam. Tapi selama pacaran dia ga pernah main fisik ke gua. Lo yakin yang diceritain Nara itu bener Regan pelakunya?" tanya Anggi kemudian membenarkan posisi duduknya menjadi tegak dan berhadapan dengan Tama.

JUST FRIEND?? || MarkNatama × AnggiMaritoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang