4. Masalalu

3 2 0
                                    

~Happy Reading💞~

Pagi ini Adel berangkat lebih awal ke sekolah. Dia berjalan menelusuri koridor kelas. Di sini tampak sangat sepi, tidak ada seorang pun di sana selain dirinya. Ya, Adel sadar dia memang terlalu cepat datang.

Adel berjalan di koridor dengan berpegangan pada tembok. Satu tangannya yang lain terus saja memegangi kepalanya yang terasa sakit. Kepalanya pusing, wajahnya pucat dan tubuhnya juga lemas. Tetapi Adel tetap saja memaksakan diri untuk bersekolah. Walau dia tau kondisi tubuhnya sangat tidak stabil.

"Hay," sapa seseorang.

Adel sangat kaget. Spontan ia berdiri tegap. Adel tak lagi berpegangan pada tembok. Bukan apa-apa, Adel hanya tak mau dipandang lemah oleh orang lain. Lagi pula siapa yang datang sepagi ini selain dirinya? Atau jangan-jangan ... ah tidak, tidak, mana ada hantu pagi-pagi begini. Karena penasaran Adel menoleh untuk melihat siapa yang telah menyapanya.

Wajahnya seketika datar seperti biasanya. Ternyata orang ini! Ck ... bikin kaget saja, batin Adel.

"Maaf, bikin lu kaget," ucap Daffa nyengir, Adel hanya menatapnya saja.

"Kenelin gua Daffa," lanjut Daffa sembari menyodorkan tangannya. Adel menatap tangan Daffa lama, tak berniat untuk menjabatnya sama sekali.

Melihat Adel yang tak bereaksi. Daffa mendenggus kesal dan dengan tidak malunya, ia menarik tangan Adel agar berjabat tangan dengannya.

"Lo Adel kan?" tanyanya. Adel menarik tangannya kasar.

"Kalau lo udah tau, buat apa kenalan?" ucapnya dingin. Daffa tersenyum, akhirnya Adel mau bicara juga.

"Emangnya gak boleh, ya?" Adel tidak merespon, ia meneruskan perjalanannya yang tertunda karena Daffa. Daffa mengikutinya dan berjalan bedampingan dengan Adel.

"Btw, muka lo pucat amat. Tangan lo juga dingin."

"...."

"Lo sakit, ya?"

"...."

"Lo udah sarapan?"

"...."

"Sarapan dulu gih, kayaknya lo beneren sakit deh."

"...."

"Hey! Lo deng---"

"Diamlah!" potong Adel, suara Daffa mampu membuat kepalanya pusing. Adel terus saja memegangi kepalanya yang terasa sakit, sesekali dia meringgis kesakitan.

"Ya, maaf! Lo juga sih, gua ngomong tapi gak di---"

Bruk!

Adel ambruk, untung saja Daffa dengan sigap menangkapnya. Jika tidak, mungkin kepalanya akan pecah dihantam teras sekolah.

"Adel? Lo gak papa?" tanya Daffa khawatir sembari menepuk pipi Adel pelan, namun tak ada jawaban. Daffa mendenggus, dia menggendong Adel dan membawanya ke uks.

***

"Mama ... jangan tinggalin Adel. Hiks ... kakak, Adel mau ikut hiks ... maaf." Adel terus saja merengek pada ibunya. Matanya sudah bengkak, tenggerokannya juga terasa sakit.

"Enggak! kakak gak bakal ninggalin Adel! Kakak sayang Adel," ucap anak laki-laki yang berumur delapan tahun itu. Ia memeluk adiknya sembari menghapus air mata gadis itu.

"Ma, bawa Adel juga! kalau Mama gak bawa Adel, Indra juga gak mau ikut Mama!"

"Diamlah Indra! Cepat masuk ke dalam mobil!" bentak Rena.

"Enggak! Indra gak mau, Indra mau sama Adel aja."

"Jangan keras kepala! Mama bilang masuk!!"

"Enggak!!!"

Ice GirlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang