1# RUANGAN IMPIAN

174 179 156
                                    

Untuk pertama kalinya aku melihatmu, menatapmu, juga mengenalmu.

-Len&Fad

Saat bel masuk kelas tengah menggema, buru-buru Fadril dan Hariz menghabiskan minumannya masing-masing. Karena keasyikan mengobrol tentang kelas baru mereka, keduanya tidak menyadari waktu istirahat pertama sudah berakhir.

"Fad, entar gue nebeng lo, ya, sampe bengkelnya Pak Jamil. Motor gue di sana. Mogok tadi," ujar Hariz sebelum hendak menuju kelas.

"Oke. Gue tunggu di gerbang."

•••

"Alena."

Alena mendongak. Hanya dengan panggilan lembut saja, Alena sudah mengerti tanpa harus diminta. Gadis itu segera menggeser sedikit tubuhnya untuk mempersilakan Fadril masuk dan duduk di bangkunya.

"Diminum, gih!" pinta Fadril sambil menyodorkan sebotol minuman dingin di atas meja tepat di hadapan Alena.

"Kayaknya lo yang lebih butuh minum," sahut Alena lembut.

"Gue?" Fadril menunjuk dirinya sendiri.

Alena mengangguk. "Lo pasti tadi lari-lari, kan, waktu ke sini. Ngos-ngosan gitu. Lagian gue bawa minum, kok." Sambil menunjuk botol minum tupperware berisi air mineral di sudut meja dengan dagunya. Karena dari dulu, Alena tidak pernah absen membawa minuman sendiri dari rumah.

Tanpa permisi kepada pemiliknya, Fadril meraih air mineral tersebut dan menghabiskannya tanpa tersisa setetes pun.

"Eh." Alena terkejut dan bengong.

Setelah habis. Fadril kembali meletakkan botol minum yang kini sudah kosong itu di sudut meja. "Gue udah habisin minuman lo. Berarti lo nggak punya alasan, dong, untuk nggak minum minuman yang gue bawa buat lo."

"Fad."

"Udah. Minum aja. Nggak gue suruh bayar, kok," ucap Fadril sambil tersenyum.

Alena pun hanya menghela napas pasrah. Lantas kembali ke aktivitasnya tadi sebelum kedatangan Fadril, menulis sesuatu di buku catatannya. Sementara cowok itu menopangkan dagu seraya memerhatikan Alena tanpa rasa bersalah.

"Alena," panggil Fadril pelan. "Lo tadi nggak ke kantin? Emang nggak laper? Atau lo bawa bekal?" Rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Fadril pun hanya mendapat respons helaan napas panjang dari Alena. Lelah dengan tingkah anak satu itu. Padahal mereka berdua baru mengenal beberapa jam yang lalu.

Bel masuk kelas memang sudah berbunyi. Tapi sejak Fadril datang dari kantin, belum ada satu pun guru yang masuk ke kelas XI IPA 3.

Aktivitas Alena pun berhenti mendadak. Karena tiba-tiba saja dengan usilnya Fadril menarik bolpoin yang sedang menari-nari di jari Alena.

"Fad!" pekik Alena lirih.

"Makanya, kalo diajak ngomong, tuh, jangan diem aja."

"Gue kan lagi nulis. Balikin pulpen gue," titah Alena sembari berusaha mengambil pulpennya dari tangan Fadril. Tapi Fadril masih belum mau mengalah dan menyerahkan pulpen Alena.

Karena tidak berhasil. Alena lebih memilih mengalah dan menutup buku catatannya, serta memasukkannya ke dalam tas.

"Nah, gitu, dong. Kita ngobrol. Jangan nulis terus," ucap Fadril. "Oh iya Alena, besok elo yang duduk di sini, ya. Takutnya gue sering telat masuk kelas. Nggak enak juga, kan, tiap menit lo harus geser-geser begitu. Susah orang ngaret kayak gue kalo duduknya deket tembok begini."

"Iya."

"Singkat banget jawabnya. Lo marah sama gue, karena pulpen lo gue ambil? Atau marah karena minuman lo gue abisin."

Len & FadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang