2# KETIDAKNYAMANAN

161 176 129
                                    

Dia adalah ketidaknyamanan yang tidak bisa kutolak.

-Len&Fad

Sebenarnya, hari ini ada acara makan malam di kediaman rumah Alena. Karena proyek yang digarap oleh Galih-papanya Alena berjalan dengan lancar dan sukses. Itu mengapa, Galih mengundang rekan-rekan kerjanya untuk datang makan malam ke rumahnya.

Alena sendiri memilih untuk tidak turun karena di bawah masih sangat ramai. Lebih memilih berada di dalam kamar meski perutnya sudah mengajak demo sejak tadi.

Alena bangkit dari duduknya di ranjang tempat tidur. Mengambil benda pipih di atas meja rias lantas berjalan sedikit untuk membuka pintu transparan berlapis kaca menuju balkon kamarnya.

Di sana, Alena memilih berdiri dan kembali melakukan hobinya dari kecil. Memandangi langit malam yang biasa dipenuhi dengan taburan bintang dan ditemani cahaya bulan.

Tapi, tidak untuk malam ini. Bulan setengah itu hanya menggantung sendirian. Entah bintang-bintang itu belum datang, atau memang tak akan datang. Tapi lihat, bulan masih sanggup bertahan meski sendirian. Bukankah seharusnya kita belajar dari bulan?

Alena tersenyum simpul.

Drrrtt..

Alena langsung mengecek benda pipih yang sudah ada di genggamannya ketika tangannya mendapat getaran notifikasi.

Makan, yuk! Daripada bengong.

Alena bingung menatap layar ponselnya. Lantas segera mengecek foto profil milik nomor WhatsApp yang baru saja mengiriminya pesan. Karena nomor telepon tersebut tidak ada di dalam kontaknya.

"Fadril," lirih Alena.

Yeee.. malah diliatin mulu, bukannya dibales chat gue. Kebiasaan L

Alena masih bingung dan tidak tahu harus membalas apa.

Udah jangan bingung-bingung. Buruan turun. Atau gue yang masuk ke rumah lo, nih!

Untuk kesekian kalinya gadis itu bengong, sekaligus terkejut ketika baru meyadari kalau Fadril sudah ada di depan pagar rumahnya seraya melambaikan tangan. Tidak lupa dengan senyum khasnya. Itu terlihat jelas dari atas balkon kamar Alena. Hanya saja, karena sedari tadi Alena fokus menengadahkan kepalanya ke atas langit, membuat Alena sama sekali tidak menyadari ada sosok aneh yang tengah memerhatikannya.

•••

"Mau ke mana malam-malam begini Alen?" tanya Messy yang menyadari putrinya berjalan terburu-buru menuruni anak tangga.

"Keluar bentar, Ma," jawab Alena seadanya.

"Nggak makan dulu?"

Alena menggeleng pelan. "Alen pergi, Ma," pamit Alena dan langsung melengos pergi tanpa menunggu jawaban dari mamanya.

"Iya, Hati-hati Alen," ujar Messy meski kemungkinan Alena tidak lagi mendengar.

Sesampainya di luar, Alena langsung membuka pintu pagar dan menutupnya kembali. Gadis itu menatap bingung seseorang yang kini tengah berdiri di hadapannya sembari berusaha mengatur deru napasnya yang terasa berantakan.

"Yuk!"

"Lo ngapain di sini? Kok tahu rumah gue? Kok tahu nomor hape gue?"

"Alena, gue udah dari tadi, loh, di depan rumah lo. Udah laper, malah diinterogasi. Gimana, sih! Kan entar bisa wawancaranya kalo kita udah sampe di tempat makan."

Alena diam.

Sepertinya Fadril memahami situasi. Lantas Fadril segera menjawab. "Gue mau ajak lo makan. Itu jawaban pertama. Yang kedua, gue pernah nggak sengaja lihat lo masuk rumah ini waktu gue pulang sekolah. Dan yang ketiga, kita kan punya grup kelas. Jelas gue tahu nomor lo, dong," jelasnya.

Len & FadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang