6# SEDIKIT PENINGKATAN

142 143 101
                                    

Jangan tanya sejak kapan memiliki rasa, yang aku tahu, melihatmu dari kejauhan saja, itu sudah luar biasa.

- Len&Fad

"Fadril," lirih Alena seraya menarik pintu gerbang rumahnya. Gadis itu baru saja keluar rumah dan hendak berangkat ke sekolah.

Entah sejak kapan pemuda itu duduk santai di atas sepeda motornya.

"Fadril, lo ngapain di sini?"

"Eh, Len," sahut Fadril sembari tersenyum. "Mau jemput lo, lah."

"Ha?" Alena geleng-geleng kepala heran.

"Ayo, naik!" ajak Fadril sambil menyodorkan helm kepada Alena.

Entah apa yang membuat gadis itu justru menengadahkan kepalanya ke atas. Lantas ia angkat tangan kanannya sebahu. Setetes demi setetes rintik air membasahi telapak tangan juga wajahnya.
"Hujan," lirihnya.

"Loh, kok." Nyatanya, Fadril juga baru sadar akan hujan yang tiba-tiba saja turun tanpa diundang. Siapa sangka, hujan turun dengan derasnya.

Alena buru-buru lari dan kembali membuka pintu gerbang rumahnya.
"Fad, bawa masuk motor lo, ke sini. Buruann!" titah Alena.

"Ha?"

"Buruan, Fad. Hujannya makin deres!"

"Oh, eh. Iya." Fadril pun segera memasukkan motor ke halaman rumah Alena langsung menuju garasi.

Fadril turun dari motornya dan mendatangi Alena yang sedang berdiri sambil menunggu hujan reda.

"Yah, Len. Kalau tahu hujan tadi, mending gue bawa mobil. Kalau kita terobos naik motor, bisa-bisa sampai sekolah kita basah kuyup."

"Emangnya siapa yang mau berangkat sekolah bareng, lo!" tegas Alena. "Kan udah pernah gue bilang, jangan pernah dateng ke sini."

Fadril tersenyum ringan. "Iya-iya. Tapi hari ini bukan waktunya berdebat, Len. Kita harus buru-buru ke sekolah. Kayaknya, nih, hujan bakalan lama, deh berhentinya."

Fadril menoleh ke belakang. "Nah, itu mobil siapa, Len? Bokap lo? Kenapa kita nggak pinjem mobil bokap lo aja."

Tepat di mana motor Fadril terletak, ada mobil sedan berwarna silver di sebelahnya.

"Mobil Bokap dibawa kerja. Itu mobil Nyokap. Dan gue nggak pernah nyentuh mobil baru Nyokap sedikit pun," cetus Alena membuang muka.

Fadril terdiam sebentar. Lantas akhirnya memilih tersenyum. "Ya udah. Biar gue pesenin taksi online, ya."

•••

Benar, kalau saja tadi Fadril dan Alena menunggu hujan reda baru berangkat ke sekolah, bisa-bisa mereka tidak datang ke sekolah. Karena sampai detik ini, hujan masih mengguyur dengan damai di bumi.

Bunga, daun-daun, lapangan, pintu gerbang, atap, dan semua hal yang berada di luar ruangan, basah tanpa ada yang meneduhkan.

Bel istirahat berbunyi. Tidak biasanya gadis berambut cepol itu buru-buru merapikan buku-bukunya di atas meja. Dan segera berdiri dari duduknya.

"Lo mau keluar, Len?" tanya teman sebangkunya yang sadar akan hal itu.

Alena mengangguk.

"Ke mana?"

"Kantin."

"Hmm?"

"Fad, kok malam bengong. Minggir, gue mau lewat," ujar Alena.

"Tumben lo ke kantin?"

"Nggak ada larangan gue ke kantin, kan?"

"Oh iya. Gue ikut, deh, kalau gitu." Fadril pun berdiri. "Ayok!" ajak Fadril menggandeng tangan Alena.

Len & FadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang