7# UNGKAPAN

133 138 111
                                    

Terima kasih sudah hadir, meski tidak pernah kupinta. Terima kasih sudah ada, hingga aku bisa bahagia (lagi)
-Len&Fad

"Waktunya tinggal lima belas menit lagi, ya, Anak-anak. Selasai nggak selesai, kertas ulangan kalian harus sudah ada di atas meja Ibu," Bu Helmi guru Fisika mengumumkan kepada murid-muridnya yang tengah ulangan. "Dan yang sudah selesai, bisa langsung pulang," sambungnya.

Semua murid yang berada di dalam kelas XI IPA 3 hening tanpa suara. Masih fokus mengerjakan soal-soal.

Lantas tiga menit kemudian, satu pemuda berdiri dari duduknya. Ia berjalan ke depan dan langsung meletakkan kertas ulangan di atas meja guru.

Seperti yang sudah diumumkan sebelumnya, usai menyelesaikan ulangan, bisa langsung keluar dan pulang lebih dulu.

Satu per satu murid pun mengantarkan kertas ulangan berisi jawaban mereka di atas meja guru dan langsung melesat keluar kelas. Disusul Alena juga yang baru akan mengantarkan kertas ulangannya.

Berhubung teman sebangkunya jadi siswa pertama yang mengumpulkan kertas ulangan dan pulang, kemungkinan Fadril saat ini sudah berada di jalan.

"Loh, kok Lo masih di sini?" Alena terkejut saat mendapati Fadril yang tengah duduk di bangku panjang depan ruang kelas mereka.

"Nungguin elo, Len," jawab Fadril enteng. Fadril pun berdiri dari duduknya. "Yok, pulang!" ajaknya.

Alena hanya diam lantas kembali berjalan beriringan dengan Fadril di sebelahnya.

"Oh iya, Fad. Entar kirim nomor rekening lo ya ke WA gue. Biar gue transfer uangnya. Nominalnya sesuai sama uang yang lo kasih ke Bapak ojol tadi pagi. Gue nggak mau punya utang sama lo."

"Gue ikhlas kok, Len."

"Tapi gue harus bayar." Alena memaksa.

"Kalo lo maksa, oke. Tapi, gue ngga mau dibayar pake uang."

"Terus?"

"Hari Minggu. Gue jemput lo. Kita jalan-jalan ke mana gitu. Dan gue, nggak mau denger penolakan."

•••

"Bisa nggak, sih, Mama jangann terus-terusan bohongin perasaan Mama sendiri. Alen capek lihat Mama kayak gini terus." Alena murka. Gadis itu sudah mulai lelah dengan semuanya.

"Maksud kamu apa, Alen? Mama nggak ngerti," ujar wanita paruh baya itu seraya mengusap pipinya yang basah.

"Mama kira cuma perasaan Mama yang sakit? Kalo Mama bersikap kayak gini terus, ini juga nyakitin perasaa Alen, Ma!"

Messy terdiam mendengar ucapan putrinya. Wanita itu sebenarnya juga tahu, bahwa Alena sudah mengetahui semuanya. Hanya saja, Messy tidak ingin membahas hal menyakitkan itu kepada anaknya.

Usai pertengkaran yang terjadi  di antara Ibu dan anak itu, Alena langsung pergi dari rumah. Ia tidak peduli Messy terus-menerus memanggil namanya.

•••

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Alena sudah duduk selama hampir 5 jam di taman dekat kompleks perumahannya.
Hanya di tempat ini, Alena bisa menenangkan diri.

Taman ini memang selalu sepi. Jarang sekali ada yang duduk di sini. Karena tiga tahun yang lalu sudah dibangun taman baru. Hingga orang-orang lebih senang berkunjung ke sana.

Berbeda dengan Alena. Semenjak ia dan keluarganya pindah ke daerah sini, gadis itu memang lebih suka duduk di taman ini. Tidak pernah berencana untuk pindah haluan ke sana.

Karena dirasa suasana sudah gelap, Alena berencana kembali ke rumah. Perasaannya sudah sedikit tenang. Mungkin mamanya juga tidak ada di rumah. Ini adalah malam Senin, sudah pasti Messy sedang berada di rumah temannya. Mengadakan arisan bergilir seperti biasa setiap minggunya.

Len & FadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang