Sebelas

8 7 7
                                    

Malam itu menjadi malam yang paling membahagiakan bagi Cahaya. Dia berhasil menghidangkan berbagai macam makanan tradisional seperti; tempe orek, tumis pare, sambel solen, pindang tongkol, serta aneka masakan lainnya. Gadis mungil satu ini selain mampu mengurus rumah, berjualan sayur keliling, pun bisa memasak-masakan tradisional. Ya, cukup sempurna untuk para kaum adam menjadikannya calon istri idaman. 

Selesai makan malam bersama, Bintang berniat membantu Cahaya mencuci piring dan membersihkan meja makan tersebut. Bagi Bintang, ini adalah makan malam terindah yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. 

Alih-alih berganti hari, tak terasa sekolah libur padahal bukan weekend. Hanya saja, guru yang mengatakan seperti itu saat kemarin. Mungkin ada rapat atau entahlah. Lautan memanfaatkan libur tersebut untuk mengajak kawan lamanya berbincang sesuatu, pemuda itu meminta bantuan kepada temannya. Dia  membisikkan sesuatu yang membuat sahabatnya tercengang. 

"Lo serius mau gue lakuin itu, Tan? Cuma buat pacar lo yang sok kecentilan itu, wah gila! Otak lo kenapa jadi kriminal begini, sih?" tanya si pemuda masih dengan matanya melotot bagai hendak keluar. 

"Iya, kenapa enggak? Gue pengen bahagiain cewek gue lah, Bar! Lo mau, kan bantuin gue? Pokoknya tar malem lo harus lakuin rencana ini, jangan sampe gagal, paham lo!" perintah Lautan mengingatkan. 

"Gila, lo pengen cewek lo bahagia? Tapi, lo juga pengen tu cewek gue ***. Sumpah, kalo cantik sih, gue sanggup! Ya kalo biasa-biasa aja mah males gue," sanggah Pria bernama Bara itu. 

Entah apa yang Lautan perintahkan kepada Bara. Di sini, Bara merupakan tipikal anak yang berandalan, tidak sekolah dan hidupnya pun terlunta-lunta di jalanan. Tak tahu dari mana Lautan memiliki teman seperti itu, dulu dia mengenalinya karena tak sengaja bertemu di dekat komplek perumahannya. Hingga saat ini keduanya menjadi teman. 

Usai memberi peringatan pada Bara, Lautan pergi. Sementara pemuda berandalan yang dikenal adalah teman Lautan,  mengirimkan pesan untuk gadis sasarannya. 

Sepulang dari jualan sayur sore ini, Cahaya tidak langsung masuk ke rumah. Dia duduk di depan sembari menikmati senja yang begitu indah sore ini. Senja yang mungkin akan menjadi hari terakhirnya untuk dia yang  tengah berbahagia. Rasa senang sisa-sisa kemarin masih terasa sampai sekarang  ini. Gadis itu mengambil ponsel yang berada di dalam tas kecilnya. Sedari tadi benda elektronik miliknya berulang kali berbunyi tanpa henti. 

Cukup banyak pesan yang masuk ke aplikasi WhatsAp, sedangkan belum 1×24 jam dirinya mematikan ponsel sudah sangat bejibun kiriman pesan dari teman-temannya. Tak terkecuali dari ibu-ibu yang meminta dikirimi sayuran segar untuk esok hari. Akan tetapi, di sela-sela menunggu aplikasi tersebut selesai berhenti. 

Ada satu nomor yang tak di kenal olehnya mengirimi 4 pesan padanya, meng-atasnamakan teman masa kecilnya dulu. 

087349××××× : Hai, Cahaya! Apa kabar? Kamu sehat, kan?

087349×××× :  Cahaya ini gue, Bara. Teman kamu waktu kecil dulu, masih inget gak? Nanti malam kita ketemuan yuk? Di taman dekat masjid Alun-Alun Bandung. 

087349××××:  Abis Isya gue jemput deh, ya! Lo harus dandan, tapi pake pakaian mini, ya! 

087349××××:  Dah Sayang. 

Si pengirim pesan yang bernama Bara menambahkan emoticon ngiler. 

Matahari  tenggelam, berganti malam. Dinginnya malam itu tak membuat Cahaya mengurungkan niatnya pergi menemui orang bernama Bara. Seharusnya dia sadar, tidak semudah itu mengikuti kemauan seseorang. Apalagi dia bukan siapa-siapa, hanya 'mengaku' sebagai kawan lamanya. 

Cahaya & Bintang  [ Telah Terbit☑ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang