Delapan Belas

8 7 7
                                    

|| Kini aku mencarimu dan aku pun tidak menemukanmu || 

 Menyesal adalah salah satu kesalahan terbesar yang setiap orang pasti pernah melakukannya. Sesungguhnya dia sendiri mengetahui tentang kebenaran masalah sang kekasih. Akan tetapi, entah mendapat pikiran dari mana sampai dia harus melakukan hal yang membuat gadis itu semakin menderita. Bersikap dingin dan menganggapnya sebagai gadis panggilan, merupakan sikap yang tak pantas dia lakukan. 

Tidak ada yang mengetahui bagaimana isi hati seorang manusia salju satu ini, kadang kala dia dingin, kadang pula bersikap romantis layaknya sang penyair. Namun, selebihnya dia selalu bersikap acuh pada apapun itu.

Walaupun dia memahami betul masalah sang kekasih hatinya saat ini, tetapi tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk langsung memaafkan. Sebelum menemukan bukti kuat, manusia salju ini tidak akan pernah berubah. 

Ada yang berbeda dengan kemarin dan hari ini. Mentari tak bersinar seterang biasanya, sinar di atas sana terhalang oleh awan hitam yang entah mengapa tampaknya enggan untuk menghilang. Memori Bintang  mencoba mengingat setiap kenangan yang telah dia ukir bersama gadis pujaan, begitu banyak bayangan indah yang melintas di pikirannya. 

"Sampai kapan, ya bakalan kek begini terus. Gue rindu elo, Cahaya," gumam Bintang sambil menggaruk-garuk kepalanya. 

Seseorang datang di saat Bintang sedang duduk seorang diri di depan kelas, menunggu guru mata pelajaran siang ini datang. Namun, alhasil penantiannya tak membuahkan hasil. Menurut kabar anak-anak, Pak Tama dan seluruh guru sedang mengadakan rapat untuk ujian nasional yang akan dilaksanakan dua minggu ke depan. 

Akhir-akhir ini, kelas dua belas jarang belajar. Setiap guru hanya memberikan evaluasi dan beberapa tugas untuk mereka, membuat mereka merasa sedikit bosan lantaran tak pernah putus dengan kata 'tugas'. 

"Ikut gue sekarang," katanya. Dia memegang tangan Bintang dan menariknya cepat-cepat, kemudian mengedarkan pandangan seperti tengah mencari-cari sesuatu. 

Wajah Bintang kecut, dia tak melontarkan sepatah kata pun. Dia menuruti kemauan orang tadi dan berjalan mengikutinya dari belakang hingga tiba di atas gedung sekolah. Seseorang  yang tak lain adalah Lautan Cakrawala, beberapa waktu lalu sempat mendatanginya dan berniat memberikan ponsel, namun Cassandra berhasil membuat Lautan mengulurkan niatnya. 

"Lo ngapain sih, pake ngajak gue ke sini? Udah ya, males ada di sini. Apalagi harus berdua-duaan sama elo. Idih, ogah banget," ketus Bintang sembari bergidik. 

"Apalagi gue, ogah banget!" balas Lautan. Sejenak pria berkacamata ini mengembuskan napasnya pelan, lalu melanjutkan kembali ucapan. "Kalau kagak kepaksa, males juga narik lo ke sini dan ngobrol berdua sama orang sombong kek lo ini." Lautan memberikan ponsel tersebut kepada Bintang setelah dia memutar vidio di galerinya. 

Namun, Bintang malah pergi. 

"Apa lo nggak mau lihat siapa pelaku yang telah menyebabkan Cahaya sampe dijebak begitu? Bukannya lo masih sayang sama dia, Bintang?" teriak Lautan. 

Teriakan Lautan berhasil menghentikan langkah kaki Bintang, manusia salju ini lantas membalikkan badannya kembali menemui Lautan. Dia merebut ponsel dari genggaman tangan pemuda itu dan melihat isi rekaman di sana. Dilihatnya vidio berdurasi kurang lebih satu menit. Mendadak kepala Bintang mengalami rasa panas yang tiada terkira, bukan karena sengatan matahari. 

Setelah memberikan ponsel milik Lautan, Bintang meninggalkan Lautan. Dia berlari kecil mencari seseorang. Entah siapa. Tidak peduli jika Bintang menabrak teman-temannya, sesekali dia bertanya kepada mereka yang ditemui dan salah satu dari mereka menunjuk ke arah kantin. 

Cahaya & Bintang  [ Telah Terbit☑ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang