Dua Puluh Tiga

19 8 5
                                    

Detik itu juga Cahaya memaafkan Bintang sepenuh hati. Dia sadar, terlalu berlama-lama menyimpan kekesalan hanya akan membuat hatinya semakin resah dan gundah gulana. Salah satu pelayan yang melihat kejadian antara Cahaya dan Bintang, mengucapkan selamat kepada mereka. Pelayan tersebut, berharap supaya majikan mudanya ini bisa tersenyum kembali dan hubungannya bersama Cahaya segera membaik. 

Tak ada satu pun dari mereka yang menjawab, hanya seringai manis yang mereka torehkan untuk si Pelayan. 

Sebelum pulang ke rumah, Cahaya memberitahu Bintang kalau nanti malam pemuda itu harus datang ke kafe Love Story, jam tujuh. Dia tidak memberikan Bintang alasan, seandainya nanti dia telat.

"Ingat! Waktu sangat berharga. Jadi, jangan sia-siakan itu! Aku gak mau sampai telat atau harus terima alasan klasik dari kamu lagi," ancam Cahaya sembari memasang wajah cemberut. 

Di sela-sela perbincangan mereka, Diandra datang menghampiri Cahaya dan Bintang. Keduanya masih dalam keadaan saling peluk dan tatapan penuh kehangatan tercipta di sana. Mengetahui hal itu, Bintang melepaskan pelukan Cahaya, berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa. Kala Diandra mendekati Bintang, pemuda itu malah hendak pergi. Seperti tak menyukai keberadaan wanita itu. 

Cahaya menahan kepergian Bintang. Lewat pandangan matanya, dia memberikan kode agar Bintang tidak mengacuhkan ibunya. Dia sendiri pernah merasakan betapa ingin bertemu dengan orang tuanya. Sedangkan Bintang? Pemuda dingin satu ini masih saja bersikap cuek. 

"Mami ganggu kebersamaan kalian, ya, Bintang? Sampe kamu mau pergi gitu? Kapan kamu mau baikan sama Mami sih?" tanya Diandra. Nada suaranya terkesan memelas, menyimpan penuh harap kepada Bintang. 

"Sayang! Sampe ketemu nanti malam, ya. Jam tujuh, kan? Oke, nanti kita ketemu di sana, ya!" ucap Bintang. Entah kali ke berapa lagi, pemuda itu menghindari sang ibu. 

Cahaya menoleh pada Bintang dengan tatapan sedikit mendelik, lantas dia mengajak Diandra untuk duduk di kursi dan menenangkannya. Tak lama setelah itu, dia berpamitan pulang, ketika hari sudah menjelang malam. 

"Hati-hati di jalan, ya, Nak! Sampai ketemu nanti malam," seru Diandra. 

***

Azan Isya telah berkumandang di mana-mana, semua umat muslimin berbondong-bondong melaksanakan salat berjamaah di masjid terdekat. Berbeda dengan Cahaya. Gadis itu hanya bisa di rumah, sambil menuntun sang ayah salat. Pelan, tetapi pasti. Selesai memandikan sang ayah, dia membantu Dito untuk berwudhu, kemudian menunaikan salat bersama. 

Meski berdua, Cahaya dan Dito tetap merasa bahagia. Terutama gadis itu, selalu tersenyum walau dilanda kebimbangan yang meradang. Selain itu pula, Cahaya selalu berharap agar Bintang kembali bisa berbaikkan lagi bersama kedua orang tuanya. Salat isya berjamaah telah selesai dilaksanakan, kini Cahaya menyuapi sang ayah dan menyiapkan obat untuknya. 

Namun sebelum itu, Dito menghentikan Cahaya menyuapinya. Dito meminta Cahaya untuk lekas pergi jika memang ada janji bersama orang lain.

"Nak. Bukankah kamu sekarang mempunyai janji sama Tante Diandra? Pergilah! Jangan khawatir kalau soal ayah, ayah baik-baik saja, Nak."

"Tapi, ayah. Eehm … Ayah belum selesai makan dan nanti harus makan obat gimana dong?" tanya Cahaya sedikit mengerutkan keningnya. 

"Ayah bisa sendiri, Nak. Lihat jam! Sudah jam berapa? Ya sudah, pergi!" titahnya. 

Terpaksa Cahaya meninggalkan Dito seorang diri di rumah, kebetulan saat itu Reina sedang datang ke rumah. Cahaya bisa meminta tolong untuk Reina mengantarnya ke kafe Love Story. Mau tidak mau, Reina mengiakan permohonan sahabatnya itu. Pukultunuh lewat tiga menit, Cahaya dan Reina berangkat menuju tempat tujuan. 

Cahaya & Bintang  [ Telah Terbit☑ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang